40. Mawar Hitamku yang Malang

52 12 0
                                    

💚40. Mawar Hitamku yang Malang

 Mawar Hitamku yang Malang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★★★★★

"Ribuan tahun yang lalu—"

"Kai!" Bisa-bisanya dia justru bercanda.

Kai hanya tertawa, "bercanda."

Di taman rumah sakit, aku dan Kai duduk berdua tepat di kursi putih yang tersedia. Kai baru operasi kemarin akibat luka tusuk yang cukup dalam, tapi ia sudah meraung-raung dari kemarin ingin keluar ruangan. Alhasil, kini aku menemani Kai duduk di taman meski masih membawa infusnya.

Kai bercerita, permusuhan antara dia dan Lintang terjadi sejak lima tahun yang lalu. Sebelum itu, mereka sangat akrab. Meski berbeda sekolah kala SD, pertemanan mereka tetap terasa tak ada batasannya.

"Aku dulu sering main sepeda bareng sama dia. Aku inget banget, sepeda merah punyaku yang kini udah di jual jadi rongsokan." Kai tiba-tiba tertawa, tawa yang lara, entah apa yang kini ada di kepalanya, padahal tidak ada yang lucu. "Segala kenangan itu, kini udah jadi rongsokan."

Sampah.

Tidak berguna.

Kai pernah masuk parit karena Lintang payah dalam mengendarai sepeda. Dulu, Lintang pun sangat baik pada Kai. Membelikan Kai es krim, donat, cilok, dan jajannan lain.

"Tiap kali pulang sekolah, aku sengaja lewat jalan muter biar bisa nemuin Anjing itu di sekolah. Biar kita bisa janjian main bareng di pantai. Sekedar buat layangan atau istana pasir.

"Terus mamanya akan dateng dan marah-marah. Kemudian aku pulang dan giliran aku yang di omelin Bunda." Segala omelan manis itu, pasti sangat Kai rindukan.

"Kini, meski aku bolos sekolah, aku telat, aku kesiangan, aku enggak makan, aku buang semua sayuran, dan aku dapat SP-1 pun, Bunda enggak akan marah."

"Kamu tau, Alea. Jangan pernah kamu ikut marah ketika Bundamu marah. Karena, itu hanya akan bikin kamu menyesal."

Kai pernah bertengkar dengan Ibundanya. Dia yang masih labil dan tidak bisa mengontrol emosi, menaikkan nada bicaranya pada perempuan yang melahirkannya. Malamnya, Kai lihat ibunya menangis sambil melipat baju.

"Itu pukulan buatku. Aku mau minta maaf, tapi aku bingung. Jadi, aku hanya bisa duduk di lantai sambil meminta maaf dalam hati. Berharap Bunda tahu kalau aku menyesal."

Kai kecil itu nakal—sama seperti sekarang. Dia cukup keras kepala dan banyak tingkahnya. Suatu hari, Ibunda Kai memarahinya karena Kai telah membuat kesalahan.

"Bukan aku! Bukan aku yang ngerusakin mobilnya Iko! Bunda jahat, masa enggak percaya sama Kai! Aku benci Bunda! Benciiii banget!"

Kini Kai mengakui, kalau saat itu ia memang tanpa sengaja merusak mobil-mobilan milik Iko.

𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐮𝐫𝐮 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang