💚 15. Hari yang Buruk
Menjadi hal yang biasa kalau aku sakit perut kala datang bulan. Bukan hanya perut, rasanya tulang pinggangku ingin kupatahkan sangking linunya. Moodku jadi naik-turun, aku sebenarnya agak malas sekolah tetapi karena aku anak yang baik jadi aku tetap berangkat.
Ah, seharusnya Pak Kepala Sekolah mengapresiasi diriku yang tetap berangkat meskipun rasanya sangat malas.
Aku malas melakukan apa pun. Penjelasan guru saja tidak aku dengarkan karena aku malas, aku tidak banyak bicara hari ini karena aku malas. Pokoknya, kalau aku sedang kedatangan tamu bulanan, aku jadi malas melakukan apa pun. Rasanya, aku hanya ingin tidur saja.
Ketika aku mencuri-curi waktu mengecek ponsel, ada sebuah pesan masuk dari pacarku.
Kai👑
| Temui aku di rooftop! Kita perlu bicara.Kazalea
Mager banget, ya Tuhan, kecuali kalau kamu ngasih tau ke aku caranya berteleportasi. |Kai👑
| Sekarang
| Temui aku sekarang
| Jangan ngebantahApa ini? Kenapa Kai jadi kurang ramah? Atau perasaanku saja? Tidak ada tanda seru di akhir kalimatnya, seharusnya aku membacanya biasa saja bukan dengan emosi.
"Bu! Saya izin ke toilet!"
"Ya."
Aku melarikan diri, sesekali mengeluh lelah padahal baru beberapa langkah. Meskipun begitu, aku berusaha setenang mungkin untuk menuju rooftop sekolah, agar tidak ada yang curiga.
"ARGH! Tali sepatu, sialan!"
"Astaghfirullah, istighfar, anak baik enggak boleh berkata kasar." Aku memperbaiki tali sepatu yang terlepas, sayangnya, baru tiga kali langkah sudah lepas lagi.
"KASAR!"
Aduh, aku pemarah sekali. Padahal biasanya hal seperti ini tidak membuatku kesal.
Persetan dengan tali sepatu.
Aku membuka pintu menuju rooftop. Di lantai paling atas gedung ini, Kai berdiri di bagian paling tepi, punggungnya tampak kokoh, rambutnya yang hitam melambai-lambai seakan memintaku mendekat.
"Kai?"
Kai membalikkan badan. Di mulutnya terselip oreo cokelat, di tangannya juga ada lengkap dengan bungkusnya. Dia mengunyahnya pelan. "Kamu belum mengerti ternyata." Katanya santai.
"Maksudnya?" Aku tidak mengerti.
"Hal yang belakangan selalu aku katakan. Kamu membuatku marah, Alea." Dia meraih satu oreo dan mengarahkannya pada mulutku, seakan dia menyuapi seorang balita. Aku membuka mulut dan menerima oreo itu dengan santai.
"Sebenarnya, Alea, bagian mana yang membuatmu belum mengerti maksudku, hm?"
"Apa si, Kai? Aku enggak mudeng." Kupejamkan mata kala nyeri menyapa perutku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐮𝐫𝐮 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚 ✓
Teen Fiction[ SUDAH TAMAT, TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Ini tentang Kai, Kailanza Ryder Shankara. Si mawar hitam. Cantik, namun mencekik. Ia berduri, ia menyakiti. Manusia baik yang badjingan. Kalimatnya manis, semanis racun yang membunuhku tanpa ampun. ...