[ SUDAH TAMAT, TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ]
Ini tentang Kai, Kailanza Ryder Shankara. Si mawar hitam. Cantik, namun mencekik. Ia berduri, ia menyakiti. Manusia baik yang badjingan. Kalimatnya manis, semanis racun yang membunuhku tanpa ampun.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
★★★★★
Sebelum benar-benar memasukkan topi putih milik Kai ke dalam tas, ku tatap benda itu terlebih dahulu. Menikmati aroma susu dari sana. Topi ini ... akan aku rindukan.
"SINTING! ALEA, SINTING!" pekikku kesal dengan pikiranku sendiri.
"Alea, udah siang! Cepat! Nanti telat!" Itu suara mamaku. Mamaku, salah satu manusia paling disiplin di dunia.
Aku berangkat sekolah dengan di antar Ayah, seperti biasa. Mengendarai motornya yang sudah ada sejak beberapa tahun silam. Ayahku memang hanya seorang wirausaha, dia punya toko elektronik. Sedangkan Mamaku adalah seorang pegawai swasta, beliau bekerja menjadi seorang HRD di sebuah perusahaan tekstil.
Pagi ini berjalan seperti hari-hari biasa. Baik Ayah atau Mamaku pasti selalu berkata; "belajar yang benar ya, Al." begitu terus, sampai aku hafal. Selain itu, setelah sampai di sekolah aku pun melakukan hal yang monoton; mengobrol dengan teman, tertawa, menagih uang kas, dan menyontek PR-jika ada.
Hari-hari yang membosankan, seperti sebelumnya.
Bell masuk berbunyi. Guru datang dan mulai mengabsen satu-persatu penghuni kelas XI MIPA-3. Aku baru menyadari ada yang hilang, sosok lelaki yang biasanya duduk sendirian di pojok dekat jendela itu tidak ada. Kursinya kosong.
"Kai telat lagi? Atau bolos?" Tanya sang guru.
Haikal mengangkat kepala, dia pun menjawab; "enggak tahu, Bu. Dia enggak ada kabar dari semalam."
"Lo tahu, Can?" Tanya Haikal pada Candra. Kemudian Can hanya menggelengkan kepala, pertanda tidak tahu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Jeremy dan Ranu.
Aku menerawang. Haikal, Can, Jeremy, dan Ranu adalah orang-orang terdekat Kailanza. Cukup aneh kalau mereka tidak tahu kabar tentang Kai. Setahuku, Haikal sangat perhatian pada Kai, dia dan keluarganya bahkan menganggap Kai sebagai bagian dari mereka. Beberapa kali aku melihat orang tua Haikal merangkul Kai ramah kala pembagian rapot tiba.
Kai kemana ya?
"Palingan telat." Celetuk Ayu santai. Ia seakan tahu apa yang ada di pikiranku. "Kai kan emang suka gitu."
"Mungkin." Aku tidak jadi khawatir. Ayu benar, puluhan kali Kai telat, mengapa harus dikhawatirkan jika Kai jam segini belum datang?
Pukul 09.10 WIB, kala pelajaran pertama hampir berakhir, ku dengar teriakan Waka Kesiswaan yang menggelegar dari luar kelas. Beliau memanggil nama Kai kuat-kuat.
"Lagi-lagi, bocah itu bikin masalah." Kata Ayu. Teriakan Waka Kesiswaan memberi tanda bahwa Kai telah tiba meski terlambat berjam-jam.
"Udah waktunya istirahat ya." Kata Bu guru mengakhiri materi membosankan ini. "Jangan ditiru si Kai ya! Enggak baik."