41. Racun Mawar Hitam

51 12 0
                                    

💚41. Racun Mawar Hitam

 Racun Mawar Hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★★★★★

Setelah menceritakan itu semua, Kai menghilang. Dia tidak ada kabar, nomornya tidak aktif, kala aku mendatangi rumah sakit, pihak sana berkata kalau Kai sudah pulang sehari sebelumnya. Namun kala aku mengunjungi rumahnya, rumahnya kosong.

"Haikal," Aku nekat menanyakan hal ini ketika di sekolah. "Kai kemana? Lo tahu kan?"

Haikal tampak bingung menjawab apa, dia hanya berkata, "besok dia balik ke sekolah. Tunggu aja."

Namun, besok yang Haikal maksud tidak kunjung datang.

"Kal,"

"Nunggu, Alea. Kai butuh waktu." Hanya itu yang Haikal katakan sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkanku sendiri.

Sore harinya, aku menatap kalender kecil di atas meja. Besok tanggal 10 dan pada hari itu tanggalnya aku lingkari dengan spidol merah, berarti ada sesuatu yang istimewa terjadi hari itu.

Aku tersenyum, mungkin Kai besok akan pulang, menemuiku lagi dan memberikanku kejutan. Besok pagi, Kai sudah berdiri di depan rumah dengan motornya yang besar, atau setidaknya dia sudah menantiku di kelas dan memelukku setelah itu.

Kai suka sesuatu yang manis. Aku akan memberikan sesuatu yang tidak pernah dia duga-duga sebelumnya.

Sebuah panci. Aku tertawa sendiri karena menyadari ini hadiah yang super konyol. Tapi ini ada maknanya, panci ini memiliki makna bahwa aku menerima semua yang Kai punya, terutama hobinya yang lain dari yang lain. Dia laki-laki, tapi dia gemar sekali memasak.

Ingat saat Kai pertama kali mengajakku ke tokonya? Dia takut aku akan menganggapnya aneh karena meski Kai laki-laki tetapi hobinya justru berkutat di sapur. Panci ini membuktikan bahwa aku tidak pernah menganggapnya aneh dengan hobinya itu, justru aku menganggap Kai super unik.

Esoknya, segala angan itu pudar. Mimpi yang akan tetap jadi mimpi. Kai tidak menyambutku dengan senyuman ketika aku membuka pintu. Gerbang masih tertutup rapat dan halaman rumah masih sunyi.

"Kai kemana? Enggak keliatan belakangan." Tanya Ayah.

"Engga tau. Dia kemarin dapat masalah besar, dia kacau." Jawabku sambil memeluk hadiah panci yang sudah kubungkus serapih mungkin.

"Ya udah, dia cowok. Dia butuh waktu untuk nenangin diri." Ayah tampak tidak terusik. Dia juga tidak bertanya apa yang membuat Kai seperti itu.

"Yah, kemarin kan ayah katanya ngasih-ngasih barang ke orang-orang. Panci Mama yang baru, yang kecil mungil, imut itu juga di kasih?"

Aku meringis. Bergegas aku keluar rumah untuk menghindari pertanyaan Mama, aku tidak mau berbohong.

"AYAH! AYOK BERANGKAT!"

𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐮𝐫𝐮 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang