34. Racunnya Tak Lagi Manis

37 10 0
                                    

💚34. Racunnya Tak Lagi Manis

 Racunnya Tak Lagi Manis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★★★★★

Entah perasaanku atau apa, tapi belakangan aku selalu merasa Kai cukup jauh dari jangkauanku, kadang pula aku merasa Kai bisa pergi begitu saja. Aku merasa ikatan di antara kami mengendur, benang merah itu seakan tak kencang lagi.

Tapi mungkin itu semua hanya perasaanku saja. Aku hanya sedang terlalu khawatir, jadi pikiranku kacau. Benar kan? Kan?

"Ngelamun!" Aku menolehkan kepala dan mendapati Haikal menegur. Dia duduk di sampingku. "Mikirin apa si?" Tanyanya kemudian. "Sampe siomaynya diabaikan gitu aja."

Aku menghela napas lelah. Semangkuk siomai memang sudah tersaji sejak tadi, kini pasti makanan itu telah mendingin.

"Cerita aja kalo emang kepengen cerita."

"Gue pengennya nanya." Aku menatap Haikal yang ternyata membawa snack ringan yang bumbunya pasti akan tertinggal di jari-jemarinya.

"Silahkan. Selagi gue punya jawaban, akan gue jawab." Katanya sambil memakan snack ringan itu.

"Kai itu ... orang yang kaya gimana menurut lo?"

"Menurut gue?" Aku mengangguk.
"Kai ya?" Haikal menerawang. "Dia keras kepala, egois, pemalas—super pemalas, arogan, selalu ingin diakui, over PD, but dia rentan. Sisi positifnya, dia loyal dan punya jiwa Alpha."

Kai memang seperti itu. Berarti penilaianku selama ini tidak salah, Kai memang keras kepala, sedikit egois, dan selalu ingin diakui.

"Apa dia juga super jaga privasi?"

"Iya."

"Lo kenal Aurora?"

"Hm?" Haikal tampak bingung. "Enggak."

Ah, ya. Kai sangat pandai menjaga privasi. Bahkan saudaranya sendiri saja tidak tahu siapa Aurora. Apalagi aku?

Aku cukup terkejut karena Ranu, Candra, dan Jeremy duduk satu meja kantin denganku. Ada apa dengan mereka?

"Ran, menurut lo Kai anaknya kaya gimana?" Haikal menanyakan hal itu pada Ranu yang membawa nampan berisi empat mangkuk bakso, sedangkan Jeremy membawa empat es teh.

"Kaya bocah. Dikit-dikit ngerengek. Kekanakan." Itu jawaban dari Ranu. Dan aku mengiyakannya dalam hati.

"Hm, dia juga agak egois." Can menimpali. Dia meraih semangkuk bakso dan makan dengan elegant.

"Dan dia juga super santuy. Dia juga cukup tegas, kalau udah bilang enggak, ya artinya enggak." Jeremy tak ingin ketinggalan menilai.

Semua penilaian itu selaras dengan penilaianku. Aku merasa mereka benar, Kai memang seperti itu.

"Dia introvert. Tapi, Al, Kai sebenernya super pemikir. Cuma dia kesulitan ngungkapin segala pemikirannya."

Itu sebabnya dia enggak bisa menjelaskan semuanya? Dia kebingungan dalam merangkai kata.

𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐮𝐫𝐮 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang