Lima belas

425 85 8
                                    

Sehari sebelum acara arisan, Sonya ke pasar untuk membeli semua bahan masakan. Eron sudah kembali bekerja di tempat Akasia yang membuat nenek kesal bukan main tapi hanya bisa diam.

Sonya kembali dari pasar dengan membawa banyak belanjaan. Ia naik ojek online. Eron sudah berangkat kerja sejak pukul tujuh pagi, dan tau Sonya akan ke pasar.

"Kamu rapihkan ya, Sonya, Nenek mau awasi rumah makan cabang ke satu." Nenek segera menyambar tas tangan lalu berjalan ke garasi, di sana sudah ada sopir yang akan mengantarkan.

Keuletan nenek dalam membangun usaha patut diacungi jempol. Bahkan ia punya outlet oleh-oleh di kota Bogor, kerja sama dengan teman sekolahnya dulu. Pundi-pundi uang nenek jangan ditanya, walau tidak milyader, setidaknya hidup lebih dari cukup, bisa traveling, menyekolahkan anak juga cucu. Semua dibiayai nenek, hal itu yang membuat Eron jengah, seolah nenek menyetir semuanya.

Sonya ke dapur, ia membawa semua belanjaan sendirian. Pembantu ada, tapi sibuk mengerjakan urusan rumah.

Dari pagi hingga pukul satu siang, Sonya masih sibuk di dapur menyiapkan bahan masakan untuk esok hari. Ia cekatan, juga rapi, bahkan pembantu nenek kagum dengan pekerjaan Sonya.

"Pantesan Mas Eron kesemsem banget sama Mbak Sonya, udah cantik, cekatan, rapi ... wih ... jempolan." Pembantu itu mengacungi jempol.

"Bisa aja. Saya udah biasa begini, jadi nggak kaget. Besok pagi bisa bantu saya rapihin sendok, gelas, piring dan keperluan lainnya?"

Wajah pembantu itu menjadi datar. "Maaf Mbak Sonya, besok jatah saya libur, udah izin mau ajak keponakan saya beli mainan sama ke kebun binatang." Begitu tak enak wajah pembantu itu kepada Sonya. .

"Ya ampun, iya ... saya lupa besok kamu libur, ya, Nenek udah cerita. Yaudah nggak papa, saya sendiri aja. Kamu udah makan belum? Saya bikin soto ayam." Sonya menunjuk ke meja makan. Pembantu itu mengangguk.

"Nanti saya ambil sendiri, Mbak. Terima kasih," jawabnya.

"Sama-sama, saya ke kamar, ya, mau bersih-bersih." Ia melangkah ke dalam kamar, lalu segera menghempaskan tubuh ke ranjang, lelah rasanya, tapi ia senang karena nenek percaya kepadanya.

Keesokan hari. Sejak pukul empat pagi Sonya sudah bangun, ia diberitau nenek untuk membuat puding. Semua bahan sudah dibeli nenek, Sonya langsung mengeksekusi.

Eron bangun pukul lima, setelah sholat subuh ia menghampiri istrinya yang tampak sibuk. Sonya segera mencuci tangan, lalu beralih membuatkan Eron teh manis hangat juga roti bakar yang sudah ia buat ke atas piring.

"Aku closingan hari ini, Yank. Akasia minta aku belajar pembukuan, jadi seharian ini di sana."

"Iya, nggak papa. Semangat yang penting, ya." Tangan Sonya mengusap kepala Eron, suaminya tersenyum mengembang. Ia selalu suka diperlakukan manja oleh Sonya, begitu nyaman.

"Kamu semua yang masak?" Eron menatap ke semua bahan makanan yang tertata di meja dapur.

"Iya, kamu sarapan aja, ya, aku mau beresin ruang tengah. Nenek juga masih di kamarnya, kasihan kalau Nenek yang beberes, sebentar ya, sayang." Dengan lemah lembut Sonya bicara, membuat Eron mengangguk sambil mulai menikmati sarapannya.

Sonya begitu sibuk, masak ini itu, menata piring dan lainnya, hingga pukul sebelas teman-teman nenek datang satu persatu.

Nenek begitu senang bisa berkumpul, total ada sepuluh orang, sedikit memang, tapi makanan yang diminta nenek begitu banyak.

"Sonya," panggil nenek.

"Iya, Nek," jawabnya sambil berjalan mendekat.

"Minumnya?" bisik nenek. Sonya mengangguk pelan lalu kembali ke dapur. Ia kembali dengan membawa nampan berisi cangkir berisi minuman segar.

"Ini istrinya Eron?" Satu pertanyaan meluncur dari bibir teman nenek.

"Iya," jawab nenek.

"Oh, ini Sonya, kemarin waktu resepsi aku nggak hadir jadinya nggak kenal."

Kemudian Sonya mengulurkan tangan, mencium tangan teman nenek yang juga seorang nenek-nenek.

"Iya, Sonya dosen kerjanya," sambung nenek Eron. "Yaudah, kamu ke belakang, siapin makanan lain." Sonya segera ke dapur, menjalankan perintah.

Rambut Sonya digulung ke atas supaya rapi, ia segera menyiapkan makanan. Makan siang tiba, saat teman-teman nenek makan bersama, Sonya sibuk mencuci piring lain dan gelas, lalu beralih menyiapkan hidangan lain, ia tak sempat makan, bahkan minum juga sedikit, nenek menyuruhnya ini dan itu.

Malam tiba, nenek sudah tidur tepatnya pukul delapan sementara Sonya masih sibuk menata piring, gelas dan peralatan lainnya.

Ia berjengkit kaget saat mendengar ponselnya berbuyi. Nama Eron muncul. "Hai," sapanya sambil menjepit ponsel dengan lengan karena ia masih mengelap piring dengan serbet bersih.

"Aku sebentar lagi pulang, Akasia nggak jadi minta aku stay sampai closing," katanya.

"Iya, hati-hati ya pulangnya." Kemudian pembicaraan selesai. Sonya  segera menyelesaikan pekerjaannya, lalu beralih membuat masakan untuk suaminya. Perkiraannya tak sampai satu jam Eron sudah tiba di rumah, jadi makanannya masih hangat.

Makanan sudah tersaji hangat, Sonya duduk di kursi meja makan menunggu Eron pulang. Waktu bergulir, hingga dua jam kemudian Eron belum datang. Kantuk pun melanda dan Sonya tertidur dengan lengan sebagai bantal.

Jam sebelas malam, Eron tiba di rumah, ia terkejut melihat Sonya terlelap. Sambil melepaskan tas ransel yang ia letakkan di sofa, ia berjalan mendekat, berlutut di depan istrinya lalu tersenyum.

"Kamu nungguin aku? Maaf, Yank, mendadak Akasia minta bantuan hitung stok bahan baku kedai," lirihnya di depan wajah Sonya. Eron beranjak, mencuci tangan lalu menyeret kursi di sebelah istrinya, ia duduk begitu pelan, lalu mengambil nasi, lauk juga sayur. Eron makan malam sambil memperhatikan wajah Sonya yang tampak lelah.

Hampir habis makanan yang Eron santap, Sonya bangun, ia terkejut melihat suaminya makan sendirian.

"Kenapa nggak bangunin aku? Ya ampun, Ron," kesal Sonya. Eron tersenyum.

"Kamu udah makan?" Eron memberikan segelas air putih ke tangan istrinya.

"Belum," jawab Sonya lalu meneguk air. "Aku nunggu kamu pulang." Sonya meletakkan gelas ke atas meja.

"Makan bareng aku," ujar Eron sambil mengambil nasi juga lauk pauk. Sonya tersenyum saat Eron menyuapinya makan. Keduanya tertawa pelan, tangan Sonya mengusap wajah Eron yang juga lelah.

"Enak nggak disuapin suami brondong?" goda Eron. Sonya mengerucutkan bibir yang disambar kecupan lelaki itu.

"Mmm ... Eron, lagi makan, jorok," keluh Sonya. Eron tersenyum, tangannya mengusap kepala sang istri lembut.

"Gimana hari ini? Nenek nyuruh-nyuruh kamu, ya?"

"Nggak. Aku duduk manis sambil ngobrol, teman-teman Nenek baik." Sonya tersenyum lebar. Eron mengangguk, ia lega neneknya tidak melakukan hal yang bisa membuat ia kesal, padahal nyatanya Sonya bahkan tak sempat makan, ia diperlakukan justru seperti pembantu.

Keesokan paginya, Eron libur. Sonya sibuk membalas email tugas kulias dari mahasiswanya. Lalu terdengar nenek berbicara dengan seseorang di luar. Sonya dipanggil, wanita itu segera berjalan keluar kamar.

"Ya, Nek," jawabnya.

"Buatkan minuman, ada tamu. Sebentar ya, Cantika," ujar nenek. Sonya yang sudah tau siapa Cantika walau tidak kenal secara langsung, tersenyum ramah. Cantika balas tersenyum.

"Sonya, nanti bangunin Eron, Nenek minta tolong suami kamu antar Cantika ke cabang rumah makan Nenek, dia mau ambil pesanan orang tuanya. Nggak papa, 'kan? Kamu nggak larang?" Tatapan nenek menunjukkan pemaksaan, mau tak mau Sonya mengangguk. Ia berjalan ke dapur, membuatkan minuman untuk perempuan itu.

Apa Eron mau diminta antar Cantika?

bersambung,

Aksi Papa Muda ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang