Sembilan belas

464 95 3
                                    

Raut wajah Eron tidak bisa diartikan baik. Sonya tidur memunggunginya yang berakhir membuat Eron tak enak hati. Ia beranjak perlahan, tak bisa tidur hingga memilih keluar dari kamar.

Di ruang TV masih ada Sabria dan Akasia yang asik nonton film horor. Pasangan itu memang unik, dimana-mana pasangan nonton film romantis, mereka nonton horor. Mana horornya yang sliser alias mutilasi, luar biasa Akas dan Sabria.

"Sonya ngambek. Geser, Kas, gue mau duduk," ketus Eron sambil meraih teh kotak dan cheetos yang dibeli Akas.

"Sana masih lega, lo ganggu gue peluk-peluk tayang bebeb tau nggak. Jangan bikin gue nyuruh lo tidur di luar deh, Ron." Akasia judes, kalau sudah begini Eron tak berani, ia beranjak pindah duduk di sofa besar lainnya.

"Hah ... niat gue mau anget-angetan di sini, malah jadi kedingingan sendiri." Eron membuka camilannya, ia makan sambil melirik sebal ke padangan unik di dekatnya.

"Emang Sonya lo apain sampe ngambek?" Sabria membetulkan posisi duduknya, yang tadi bersandar sambil memeluk pinggang sang suami, kini duduk tegak menyimak keluh kesah Eron.

"Gue bilang kalau, pendapat Nenek bener harusnya gue nggak nikah sama janda. Sonya cocoknya sama Rey karena dia duda. Intinya gitu dah." Eron kesal sendiri, ia mengusak rambutnya kasar.

Bugh!

Akas melempar Eron dengan batal. "Dodol! Ya Sonya ngambek lah, kesinggung!" Nah, kan, mode emak-emak bawel keluar dari Akasia. "Lo mikir, Ron. Bini lo juga lagi hamil. Pasti mood swing dan sensi. Lo malu-maluin gue aja. Emang harusnya lo psikotest sebelum jadi suami." Pelotot Akasia. Sabria mengusap dada suaminya supaya tenang, jangan marah-marah nanti imutnya luntur.

"Minta maaf lah, Ron, lo kadang emang kelewat nggak disaring kalau ngomong." Sabria kini berpendapat. "Jangan bahas status dia dimasa lalu. Lo cemburu karena tadi mereka asik ngobrol?"

Eron mendesah, lalu mengangguk pelan.

"Cemburu lo norak!" nyolot Akas lagi. "Balik kamar sana. Minta maaf."

Akasia bak Alpha yang memimpin pasukan, bahkan hingga hal sepele dengan cepat ia bisa mengambil keputusan. Ia tak mau terjadi keributan atau salah paham disekitarnya, apalagi sahabat dan keluarga, cepat damai itu lebih baik.

"Sonya udah tidur," sanggah Eron yang masih asik menikmati camilan juga teh kotak dengan wajah lesu.

"Bangunin, gue yakin tidur Sonya nggak pulas karena masih empet sama lo, Ron," sindir Sabria lagi. "Besok pagi kita masih ketemu Rey buat jalan ke tempat pemasok bahan baku, gue nggak mau lo BT BT-an sama Sonya atau lo sinis ke Rey. Kedai di sini, kita berdua mau lo yang kelola dari Jakarta, jadi lo pasti bakal komunikasi sama Rey terus."

Sabria akhirnya membeberkan rencana itu, tadinya mau diberitau esok hari, tapi karena kondisi Eron yang dicuekin Sonya, jadilah diberi tau.

"Kalian serius?" Eron menganga, tak percaya dengan apa yang dikatakan dua sahabatnya.

"Ya serius, lah. Tapi naik gajinya nanti, gue lihat kinerja lo dulu." Akasia cengar cengir. Eron mengangguk. Ia berdiri dengan cepat, lalu berlari kembali ke kamar setelah sebelumnya cuci tangan.

Ditatapnya Sonya masih pada posisi sama, ia ke kamar mandi untuk sikat gigi supaya wangi saat membujuk sang istri supaya tidak ngambek.

Ia akui kesalahannya, akibat cemburu jadi asal bicara. Hal ini jadi sentilan untuknya, dan bersyukur karena Sonya mau menerima pinangannya. Ia yang mengejar janda cantik itu, harusnya ia menjaga hati juga perasaan Sonya dengan baik.

"Yank," panggil Eron sambil merebahkan tubuh, memeluk pinggang Sonya. Terasa keras pada bagian perut. Eron tersenyum karena di dalam sana anaknya sedang tumbuh. "Maafin aku tadi udah bilang kalimat nggak pantas buat kamu," lanjutnya. Eron mencium pipi Sonya. Wanita itu membuka mata lalu melirik ke belakang.

Aksi Papa Muda ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang