Empat dua

376 85 5
                                    

Welkombek pasukan Papa muda hihihi 

_______

Satu minggu berlalu, Andra dan Junet benar-benar tidak komunikasi, bahkan hingga tiba waktu mereka liburan plus lamaran di Bandung. Sejak pukul empat pagi, Akasia sudah stand by berdiri di lapangan tempat titik temu semuanya. Andra dan keluarganya sudah berangkat satu hari sebelumnya, hari Jumat tepatnya, menggunakan tiga mobil pribadi. Sementara Akasia dan rombongan menyewa bis 3/4 merek burung biru hasil donasi keiklasan Tristan--siapa lagi yang bisa dipalak dan iya-iya aja tanpa banyak mikir. 

"Papa Akas," sapa Sabria yang menggendong Hanifa berjalan menghampiri. 

"Apa tayangku, seneng banget mau halan-halan." 

Please, Kas, biasa aja bisa 'kan ngomongnya. Bikin buthor mau cubit bibirnya, 'kan. 

"Seneng, lha! Aku duduk di mana, nih?!" Sabria melongok sejenak ke dalam bis. Akasia lalu masuk lebih dulu, ia celingukan. 

"Sini, Bri, dekat sini aja," tunjuk Akas ke posisi kiri bagian pintu. 

"Okay," respon Sabria lalu ia duduk. Akasia mengambil baby car seat kemudian memasangnya dengan diikat di tiang dekat pintu. 

"Om Atatia, Athena duduk mana?!" suara Athena terdengar berisik memekik telinga. 

"Terserah, Na, bebas." Akasia turun lagi. Athena duduk di belakang sopir karena ada tas Sonya yang diletakkan diatas kursi. 

Satu persatu anggota rombongan berdatangan, Akasia dibantu Eron mendata tas koper juga bawaan lainnya termasuk makanan. Mau tau makannnya apa? Ada lontong isi oncom, isi daging ayam, risol rogut, risol mayonise, nasi uduk satu termos besar, kering tempe satu food container 500ml, telor balado, rendang daging sapi, kerupuk satu toples besar dan tiga dus air mineral. Semua ide siapa? Mami Silvi dan Bunda Dona, dong. Dua ibu kesayangan Akasia. 

Begini katanya saat Akasia bercerita akan ke Bandung ikut lamaran Andra dan liburan singkat, "Akas! Jangan beli makanan pas berangkat! Boros! Udah, Bunda aja yang siapin masakannya. Gini-gini masih kuat bikin makanan. Usia boleh tua, tapi semangat masak, jangan ditanya. Awas, ya kalau kamu pesan makanan." Kemudian Silvi menyambung kalimat, "Mami bantu, deh, donaturnya. Nanti Mami yang belanjain, Bunda yang masak. Uang jajan perlu nggak, Kas?" 

Dasar Silvi, tetap saja ia menganggap Akasia anak kecil. Akas ya tidak menolak, lumayan uang pribadinya tak perlu keluar banyak. Padahal Silvi dan Dona baru pulang Umrah, tapi tetap semangat membuat makanan. Begitulah kira-kira cerita dibalik makanan. 

"Absen dulu!" teriak Akas. Ia memanggil satu persatu anggota rombongan, Eron yang jail, ia memasang tulisan yang ditempelkan di kaca depan bis, tertulis "ROMBONGAN SAHABAT SEJATI SAMPAI MATI LAMARAN ANDRA DAN NENG GEULIS." 

"Lengkap, ya! Ayo berdoa. Ron, pimpin doa!" pinta Akasia. 

"Jangan gue, salah doa berabe. Bondan, noh!" oper Eron yang sudah duduk di kursi paling depan, ia akan duduk bersama Akasia. Bondan memimpin doa, Anisa istrinya tersenyum senang. Bondan memang kini mulai mendalami agama, apalagi istrinya jauh lebih paham, sebagai suami ia tertampar, masa istrinya lebih tau, gengsi, dong. 

Bis meninggalkan area titik temu mereka tepat pukul lima subuh. Akasia dan Eron berkoordinasi dengan Andra yang sudah di hotel. "Iya, ini baru start, udah lo booking tempatnya, 'kan? Anak-anak biar nggak BT." 

"Aman, Kas. Nanti gue minta tolong Sabria buat dandanin keluarga gue yang cewek, ya, bini lo jago mekap, 'kan?" 

"Beres. Oh iya, Ndra, lo ... nggak masalah Jun--"

Belum selesai bicara, telepon terputus. Andra benar-benar tak mau bahas. "Nggak seru, personil kita kurang lengkap, Ron." 

"Kebetulan Junet juga lagi ikut pergi ke luar kota, acara nikahan sepupunya Dira. Pagi ini juga berangkat. Udah ... mereka pasti baikan." Eron berusaha menenangkan Akasia yang terlihat sendu. 

Aksi Papa Muda ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang