Dua empat

446 76 2
                                    

Halo pembaca setia genk
papa muda 😌🤘

________

"Es kelapa muda punya gue, Ndan, serobot aja," omel Eron.

"Elah, pelit. Bagi dikit. Mau jadi Papa muda jadi medit banget lu, Ron," kesal Bondan yang tetap menyedot air es kelapa muda pakai gula jawa milik Eron yang cuma bisa manyun-manyun.

"Mana sih, yang lain. Habis  lama-lama darah gue, didonorin gratis ke nyamuk." Eron sibuk memukul kaki dan tangan.

"Tau. Mana, sih!" gerutu Bondan juga. Ia bahkan sudah tak sabar. Dari kejauhan, terlihat motor Junet dan Andra yang masing-masing membonceng Tristan juga Akasia.

"Lama! Telat setengah jam!" tegur Eron lalu beranjak dari duduknya. Ia mendorong kursi roda yang diduduki Bondan.

"Sorry, Sabria tadi minta dibeliin pizza, gue beli dulu," cengir Akasia.

"Sabria udah nggak apa-apa, Kas?" Bonda bersuara, teman-teman lainnya juga bertanya hal yang sama tapi hanya ditunjukkan dengan raut wajah sendu.

"Nggak apa-apa, cuma gue suruh di rumah ortunya dulu, nggak di rumah sendiri dari balik liburan kemarin." Akasia tampak menenteng plastik berisi makanan, sogokan buat satpam sekolah.

Ya, mereka ada di sekolah tempat sejarah masa lalu mereka di mulai. Bersama-sama mereka berjalan ke arah pagar sekolah, terlihat satpam yang masih sama menghampiri.

"Lho ... para begajulan, tumben ke sini?! Sekolah udah tutup, hari sabtu juga, mau ngapain ke sini jam segini?" tanya satpam sambil melihat ke jam tangan yang menunjukkan angka tujuh malam.

"Pak, mau ke ruang futsal sebentar, sama keliling, boleh? Udah enam  tahun lebih kita lulus dari sini belum pernah main." Tristan menjadi jubir.

"Owalah, boleh ... tapi jangan rusuh. Jangan kenceng-kenceng ketawanya, tau sendiri, tuh ... yang di pohon dekat UKS sama ruang guru, suka mondar mandir." Satpam terkikik geli.

"Tenang, Pak, ada Andra. Dia nanti yang nyuruh pergi. Kita sebentar aja kok, Pak, atau Bapak mau ikutan juga boleh."

Pak satpam tampak berpikir sejenak. "Boleh, saya antar keliling, ya, sekalian patroli." Pak satpam membuka pagar, mobil Bondan dibiarkan terparkir di depan warung mie yang jadi markas mereka dulu saat nongkrong atau ngumpet tawuran. Pemilik warung sudah turun ke anaknya, si bapak yang dulu jadi pelindung genk Akasia, sudah meninggal karena sakit dan kubur di kampung.

Motor sudah terparkir. Akasia memberikan bungkusan makanan ke satpam. "Wah, ngerepotin. Makasih, ya, Kas." Plastik makanan diberikan ke Tole, satpam magang yang juga keponakannya, baru dari kampung mencoba merantau ke Jakarta.

"Le, ini yang Pak'de ceritakan. Genk yang suka tawuran, tapi bukan tawuran adu gengsi sekolah. Tawurannya karena cewek, nih, biang keroknya, si Akasia. Asal habis ada cewek SMA lain yang diputusin dia, pasti sekolah kita diserbu." Satpam tertawa geli sambil menggeleng pelan. Akasia tergelak, emang gara-gara dia. Tawuran berhenti setelah ia kenal Sabria dan tekuk lutut sampai sedih menahun karena Sabria pergi dan putus dengannya.

Pak satpam berjalan di depan, tak lupa membawa senter di tangan. "Saya sempat nonton berita tentang Bondan, sempat sedih dan nangis takut Bondan kenapa-kenapa. Alhamdulillah kamu masih selamat, ya, Ndan."

"Iya, Pak, walau saya jadi cacat, kaki saya sebelah nggak ada," jawab Bondan tapi terlihat tak masalah.

"Nggak papa, pasti kamu nanti bisa temuin cara supaya nggak duduk di kursi roda terus. Akas, gimana Sabria? Masih galau sama dia, nggak?" toleh pak satpam.

Aksi Papa Muda ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang