"Abe ... aaa ...," ucap Tristan saat ia sedang menyuapi anaknya yang sudah Mpasi. Buah pepaya menjadi makanan pembuka di jam tujuh pagi. Abe tampak senang, apalagi saat disuapi Tristan makan, lelaki itu menggunakan kaos gambar Transformer. Tangan Abe langsung ingin meraih.
"Nanti Papa beliin robotnya, ya, habisin dulu makannya," bujuk Tristan. Abe kembali membuka mulutnya. Tak lama Sabria datang sambil membawa mainan untuk Abe, ia letakkan di meja baby chair tempat keponakannya makan di teras rumah.
"Tan, titip kunci, ya," ujar Sabria.
"Beres. Hati-hati kalian. Bawa wanita hamil jangan ngebut-ngebut," lanjut Tristan.
"Iya, nanti Akasia gue suruh alon alon asal kelakon. Emang elu, kalau nyetir juga dulu kayak orang kesurupan. Sekarang aja tobat, inget anak bini, ya," sindir Sabria.
"Kapan gue ngebut?" sanggahnya.
"Waktu gue diculik Thomas. Noh, bestie lo kalang kabut minta cegat mobil Thomas dijalan dan akhirnya Akasia bisa tarik gue keluar dari mobil Thomas, pindah ke mobil lo dan lo ngebut banget nyetirnya. Nyawa gue kayak ketinggalan di mobil Thomas."
Tristan tertawa, ia ingat kejadian itu. Drama sekali menyelamatkan Sabria.
"Kakak gue ke mana?" Sabria celingukan melihat ke dalam rumah.
"Ke pasar, beli peralatan buat rumah Eron. Eh, Bri, kasihan gue sama dia. Lo nggak bisa naikin jabatan dia di kedai jadi supervisor atau kepala operasional gitu?"
Sabria menghela napas. "Nggak bisa, Tan, gue dan Akasia coba seprofesional mungkin, kasihan karyawan lain, 'kan? Gue yakin Eron nanti pasti dapat kerjaan yang lebih baik, udah ngelamar ke mana-mana, kok, cuma belum rejeki aja."
Tristan paham, ia lalu melihat ke arah Akasia yang menghampiri. "Tan, Eron nggak tau kan, kalau kita rapihin rumah itu juga. Nggak tega gue, lihat CCTV yang dipasang dia, Nenek jahat amat. Kalau ada istilah Nenek kualat sama cucu, gue yakin Nenek pemenangnya."
Akasia dicubit lengannya oleh Sabria, jeplakannya keterlaluan. Gimana juga Nenek tetaplah orang tua.
"Iya, makanya gue lobi Papi Mami akhirnya mau kasih diskon separo. Jangan bilang Eron sekarang, nanti aja pelan-pelan. Dia pingin banget mandiri, nggak mau pakai sedikit fasilitas Nenek, dia tinggalin semua." Tristan masih bicara sambil menyuapi Abe.
"Makanya, mana dia butuh biaya buat lahiran Sonya nanti, 'kan? Dia nggak mau repotin orang tuanya juga. Apa kita patungan ya, Tan?" Akasia mengusap pelipisnya.
"Lo tanya Kakak lo, Kak Sakura kan perawat di RS, tanyain ditempat dia berapa biaya lahiran." Tristan menyadarkan Akasia jika punya kakak perawat di rumah sakit.
"Eh, kalian berdua lupa. Eron bahkan nolak gue beliin susu hamil buat Sonya dan ngotot meriksa kehamilan Sonya di bidan. Gini aja ... kita biarin dulu maunya Eron, gimana juga dia mau buktiin jadi suami yang bertanggung jawab. Kalau bener-bener susah dan kepepet, baru kita beraksi."
Tristan dan Akasia mengangguk, diikuti Abe yang membuat Sabria gemas.
"Ini lutu banget, ikut manggut-manggut. Anak capa cihhh ... mau ikut onty Bria? Yuk sama Onty, kita jalan-jalan," pekik Sabria sambil menggendong Abe lalu menepuk punggung bayi itu hingga akhirnya sendawa.
Sabria dan Akas masih belum dikaruniai buah hati, hampir setahun menikah, mereka tak masalah karena kondisi keduanya sehat hanya tunggu waktu.
Taksi warna biru muda tiba, Eron dan Sonya tiba. Akasia membantu menurunkan dua tas koper. Sonya menghampiri Sabria yang menggendong Abe.
"Taroh di sini dulu aja, Ron. Kunci rumahnya masih di rumah Papi, gue lupa kemarin ambil lagi," kilah Tristan. Eron mengangguk.
"Bondan hubungin gue tadi, dia katanya jadi kuliah hukum. Mau jadi pengacara katanya." Eron membayar ongkos taksi lalu berjalan kembali mendekat ke teras rumah Tristan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksi Papa Muda ✔
عاطفيةSahabat sejati, katanya ... nyatanya mereka lebih dari sekedar sahabat. Semua hal hampir mereka ketahui, bahkan para istri juga tau. Kecuali urusan ranjang, mereka saling merahasiakan, selain itu ... SEMUA MEREKA TAU. Kenalkan, mereka : Akasia Tri...