Emily sudah tiba di kediaman rumahnya. Dia memutuskan untuk melanjutkan investigasi kasus tersebut di dalam ruang kerja Mia dengan tentu ditemani oleh ketiga teman tak kasatmatanya itu.
"Apa kau tidak memiliki foto apa pun?" tanya Abigail yang sedang berdiri memandangi foto dia dan adiknya di tembok ruang kerja Mia.
"Tidak," balas Dommy. "Ibu ataupun ayahku tidak pernah memotret diriku."
"Kasihan sekali," saut Abigail.
"Mengapa?" saut Clancy sembari menepuk kecil lengan saudaranya.
"Karena mereka tidak menyayangiku," gerutu Dommy. "Bagaimana dengan kalian? Kalian memiliki foto bersama seperti itu, apa orangtua kalian menyayangi kalian?"
Kedua kakak-beradik itu saling menatap.
"Hanya ayah yang menyayangi kami," ucap Abigail.
"Benar," Clancy mengangguk. "Ibu adalah orang yang sangat kejam."
"Kasihan sekali kalian," ledek Dommy.
"Kau juga sangat menyedihkan," balas Abigail tak mau mengalah.
"Hey, kalian!" saut Emily.
Ketiganya menoleh secara bersamaan.
"Jika kalian ingin berbincang-bincang, bisakah kalian bersembunyi agar aku tidak bisa mendengarnya?" tanya Emily. "Aku harus berfokus pada Rachel."
"Apakah kami mengganggumu?" Clancy mengerucutkan bibirnya.
"Tidak-tidak. Sama sekali tidak, maksudku—"
Belum sempat Emily melanjutkan ucapannya, dia melihat ketiga anak itu berjalan menembus tembok untuk keluar dari ruangan Emily hingga membuat Emily hanya bisa menghela napas perlahan.
"Tidak bisa kubayangkan jika memiliki tiga adik berusia seperti mereka di dunia nyata," gerutu Emily.
Emily menatap kembali patahan pulpen di atas meja sembari menulis catatan mengenai reaksinya setelah menggenggam benda tersebut. Melalui pandangannya tadi, dia hanya bisa merasakan hal tersebut tanpa mampu melihatnya lebih dalam. Di dalam penglihatannya juga Emily menyaksikan detik-detik Rachel bisa mematahkan pulpen itu menggunakan tangan kanannya. Tepat di samping anak itu, ada sesosok anak kecil yang terus berbisik di telinga Rachel namun sayangnya Emily tidak bisa mengetahui masa lalu dari anak kecil tersebut.
Sudah dapat dipastikan diri Rachel sedang dikontrol oleh makhluk tak kasatmata yang rupanya sangat mirip seperti Rachel. Sosok tersebut sangat lah lebih dominan daripada Rachel hingga terkadang membuat Rachel tidak dapat mengontrol dirinya sendiri.
"Baiklah, sepertinya aku tau titik penyebab Rachel bersikap menarik diri dari lingkungannya." Emily menulis kembali catatan di buku itu. "Memang benar dugaanku, aku tidak bisa berhadapan langsung dengan Rachel untuk melihat masa lalunya. Akan tetapi, aku bisa mendapatkan sedikit demi sedikit informasi mengenai hal itu ketika tidak sedang bertatap muka dengannya. Dan satu-satunya cara untuk mengetahui hal itu dengan menyentuh barang milik Rachel."
🔱🔱🔱
Suara ketukan pintu membuat Rachel tersadar dari lamunan. Kepalanya menunduk dengan tatapan mengarah ke bawah. Kedua kakinya sedikit membengkak dan terasa kram karena dia sudah terlalu lama berdiri di tempat itu. Tuan Bexley yang masuk ke dalam kamar Rachel, langsung menahan tubuh Rachel ketika melihat anak perempuannya hendak terjatuh ke belakang.
"Rachel? Ada apa?" tanya tuan Bexley panik.
"Kakiku terasa kram," ujar Rachel dengan sedikit merintih.
Tuan Bexley segera mengangkat Rachel dan meletakkannya di atas ranjang agar bisa beristirahat. Rachel sendiri berusaha untuk menggerakkan kakinya secara perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] TSS [6]: The Secret of Rachel
Mystery / ThrillerDisclaimer! TSS 6 tidak memiliki hubungan erat dengan TSS 1-5, TSS 6 menceritakan mengenai pengalaman tidak terduga yang terjadi pada Emily semenjak dirinya sudah mulai mengambil alih untuk menjadi seorang detektif sama seperti ibunya, Mia. [TONTON...