LVI

48 13 8
                                    

Hari yang ditunggu telah tiba di mana semua orang tua dari korban kecelakaan mau pun pembunuhan yang menimpa anak mereka terlihat memenuhi kursi ruang sidang. Liam, satu-satunya tersangka sedang duduk di hadapan hakim bernama Harry. Sementara Rachel, Emily, dan Marvis berada di kursi yang berbeda. Emily sempat terkejut ketika melihat keberadaan Donna. Donna sendiri hanya bisa menurunkan pandangannya tanpa melihat ke arah sekitar. Tidak hanya itu, kepala sekolah Wellington juga terlihat berada di tempat yang sama dengan mereka.

"Saudara Liam Anthony Holland, bagaimana kabarmu?" tanya hakim itu.

"Baik, yang mulia."

"Sungguh luar biasa." Pria paruh baya tersebut tampak terlihat menggeser berkas yang berada di hadapannya. "Bagaimana perasaanmu setelah membunuh mereka semua?"

"Belum memuaskan."

"Mengapa demikian?"

"Karena aku belum berhasil membunuh Rachel."

"Jawaban yang sangat terang-terangan," katanya kembali dengan tercengang. "Apa kau tidak menyesali perbuatanmu itu?"

"Tidak, yang mulia."

"Bagaimana jika kau dijatuhi hukuman mati?"

"Tidak masalah."

Ruang sidang tersebut mendadak hening ketika mendengar jawaban santai dari Liam yang seolah-olah tidak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun. Sikap itu tentu membuat para orang tua korban merasa geram terlepas dari alasan yang ada. Kemudian, seorang pria memaparkan kejadian yang menimpa para murid sekolah Wellington di mana Lucyana dan Barbara memang sengaja ditabrak oleh dua orang pengemudi mobil yang berbeda atas suruhan Liam dengan imbalan yang tidak cukup sedikit. Hal ini pun tentunya disetujui langsung oleh tuan Holland selaku ayahanda dari Liam sendiri.

Liam melancarkan aksinya karena kedua perempuan itu tidak benar-benar tulus berteman dengan Victoria; adiknya. Ketakutan Liam akan kebohongan dalam pertemanan, menuntunnya untuk membunuh mereka berdua. Dua pengemudi mobil yang terlibat pun saat ini sudah mengakui kesalahan mereka di mana keduanya sempat memberikan kesaksian palsu yang hampir mengecoh detektif Emily dan Marvis dalam menangani kasus kematian tersebut. Mereka juga sudah diberi hukuman atas kesaksian palsu itu.

Sementara untuk mendiang Leah, Liam sengaja menyingkirkannya di saat dia tahu bahwa pertemanan Leah dan Rachel sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ditambah, Liam mendengar bahwa Leah sudah mengatakan desas-desus yang pernah terjadi di sekolah itu kepada Rachel. Ketakutan Liam akan hal tersebut membuat dirinya memutuskan untuk menganiaya Leah sebelum akhirnya membakar tubuh perempuan malang itu dengan ekspektasi bahwa Rachel akan ditangkap atas pembunuhan yang menimpa Leah.

Namun, dikarenakan minimnya bukti yang menunjukkan bahwa Rachel adalah pelakunya, pada akhirnya Rachel tidak bisa tertangkap meski dirinya masuk ke daftar terduga kasus kematian yang menimpa Leah.

Penganiayaan yang dilakukan oleh Liam tidak berhenti sampai di situ saja. Di mana target selanjutnya adalah Claire. Liam memberikan kesaksian bahwa sebenarnya dia mencurigai dua orang di sekolah tempatnya berada yakni Rachel dan Claire. Namun rupanya, Liam memutuskan untuk membunuh Claire atas pernyataan yang pernah dilontarkan Claire terhadap detektif Marvis setelah mencari tahu informasi tersebut. Pembunuhan yang terjadi pada Claire sama seperti Leah yakni Liam melakukan penganiayaan terhadap perempuan itu terlebih dahulu lalu menggantungnya di atas pohon agar terlihat seolah-olah Claire sudah melakukan aksi bunuh diri secara sukarela.

"Siapa yang pertama kali mengatakan hal itu padamu?" tanya hakim. "Atau kau memang melihat sendiri Claire bertemu dengan detektif Marvis?"

Liam menoleh ke belakang, "Rachel. Aku mengetahuinya dari Rachel."

[Completed] TSS [6]: The Secret of RachelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang