XXV

43 21 2
                                    

Seluruh murid di sekolah itu segera berhamburan keluar kelas ketika mendengar suara bel istirahat berbunyi kencang. Pemandangan yang biasa bagi Rachel mendapati teman-teman sekelasnya juga bertindak hal yang sama selayaknya mereka tidak pernah merasakan waktu istirahat. Akan tetapi, Rachel memaklumi sikap mereka karena pelajaran matematika hari ini begitu sangat menguras tenaga dan pikiran.

Leah sendiri memutuskan pergi lebih dulu ke kantin sekolah sementara Rachel berniat untuk meminjam buku di ruang perpustakaan. Ketika berada di tengah-tengah koridor, langkah kaki Rachel terhenti karena dia melihat keberadaan laki-laki yang sedang berjalan ke arahnya bersama dua teman dari anak tersebut.

"Kita bertemu lagi," ujar Liam.

"Wow," tutur Rachel santai. "Aku tidak berekspektasi sebelumnya."

"Tidak hanya angkuh, kau pun bersikap bahwa kau memiliki otoritas di tempat ini," tutur Liam.

"Apa kau sedang mendeskripsikan dirimu sendiri?"

"Tau apa kau tentang diriku?!" tanyanya kesal sembari mendorong tubuh Rachel ke belakang.

Perkataan itu sontak membuat para murid yang mendengarnya langsung berkumpul mendekati mereka untuk menyaksikan kejadian tidak biasa di sekolah itu—di mana salah seorang murid dengan berani menentang perkataan Liam; seorang anak yang dikenal sebagai perundung sekolah.

"Liam Anthony Holland, murid berusia 18 tahun yang tidak terlalu pintar dalam bidang akademis namun ahli dalam bidang mencaci teman-temannya di sekolah. Kau lahir dari sepasang orangtua kaya-raya terpandang di kota ini bernama Ronald Benjamin Holland dan Zendaya Xaviera Holland. Kau juga memiliki seorang saudari bernama Vic--" Rachel terdiam sejenak menatap kedua mata lawan bicaranya dengan pupil mata membulat hingga membuat Liam memiringkan sedikit kepala lelaki itu. "Victoria Aubrey Holland."

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Liam.

"Hanya seorang murid yang tidak sama denganmu di sekolah ini." Rachel yang hendak melangkah untuk melanjutkan perjalanannya—langsung dihadang dengan cepat oleh lelaki itu.

"Urusan kita belum selesai!"

"Kita?" Rachel mengernyit. "Aku bahkan tidak pernah merasa memiliki urusan denganmu." Dia menatap kedua teman yang berdiri di belakang lelaki itu. "Jika kau merasa bahwa kau pemberani, mengapa mereka selalu berada di dekatmu?"

Liam menoleh ke belakang.

"Sudah kupastikan bahwa kau tak lebih dari sekedar lelaki pengecut di sekolah ini," tutur Rachel yang kemudian menabrak pundak kiri Liam untuk kembali melangkah menuju ruang perpustakaan.

Sikap itu membuat Liam mengepal kedua tangannya dengan erat. Dia menatap adik kelasnya yang berjalan semakin menjauh. Kepergian Rachel membuat mereka juga membubarkan diri agar tidak memunculkan keributan baru bagi Liam. Sejujurnya, para murid di sekolah itu merasa bangga akan keberanian Rachel dalam menghadapi Liam karena tidak ada satu pun dari mereka yang bertindak senekat itu. Terlebih, kedua orangtua Liam sendiri memiliki peranan penting di kota mereka. Namun di sisi lain juga mereka mengkhawatirkan keselamatan Rachel karena dia sendiri adalah seorang anak perempuan.

Rachel sudah tiba di ruang perpustakaan sekolahnya. Ruangan yang luas itu hanya memperlihatkan beberapa murid sedang asyik membaca buku atau mengerjakan tugas lain. Masih ada banyak kursi kosong di tempat tersebut. Rachel berjalan masuk ke sebuah lorong rak buku untuk mengambil beberapa buku yang nantinya akan dia pinjam agar bisa dibawa pulang ke rumah.

 Rachel berjalan masuk ke sebuah lorong rak buku untuk mengambil beberapa buku yang nantinya akan dia pinjam agar bisa dibawa pulang ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Completed] TSS [6]: The Secret of RachelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang