Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Jian menguap lebar dan mengabaikan sarapan yang sudah ada di depannya. Semalam, ia begadang untuk mengerjakan tugasnya. Sebenarnya bisa saja ia mengerjakannya pagi ini atau sampai nanti sore karena hari libur. Tapi semalam Jian memang belum terlalu mengantuk. Apalagi sekarang teman chatnya tidak ada setelah hubungannya dengan sang pacar terakhir kandas di tengah jalan. Si penyebab utamanya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raka.
“Kalo kamu ngantuk banget, tidur aja lagi sana. Makanannya biarin aja, nanti Mama yang makan.”
Jian menggeleng, ia mengucek matanya dan berusaha untuk sadar. Bagaimana bisa ia mengabaikan sarapan yang sudah dibuat oleh mamanya dengan susah payah. Jian sama saja tidak menghargai usaha mamanya.
“Ma, Jean tiga hari nggak pulang dari rumah ayah. Mama nggak marahin?”
“Udah tadi Mama telepon. Tapi Mama suruh tinggal aja sama ayah kamu soalnya nakal, nggak mau dengerin omongannya Mama. Capek Mama nasihatin, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Biarin aja tinggal di sana sama ayah.”
Anak laki-lakinya membuat Lia pusing setiap hari, memikirkan bagaimana surat undangan pendisiplinan itu datang hampir setiap bulan. Lalu, anak perempuannya malah kebalikannya. Selalu rajin belajar dan tidak pernah membuat masalah di sekolah.
Ada satu hal yang sangat ingin ditanyakan oleh Jian, yaitu perihal hubungan Lia dan Haikal. Jian merasa laki-laki itu menaruh sebuah harap pada mamanya. Sebab, Jian sering diam-diam memperhatikan bagaimana cara Haikal menatap Lia jika mereka sedang jalan-jalan bertiga. Ia hanya ingin mengonfirmasi bagaimana posisi ayahnya di hati sang mama.
“Ma..” ujarnya pelan. “Mama sama Om Haikal, ada hubungan?”
“Iya, Mama sama Haikal temenan, kan.”
“Bukan itu. Maksudku, hubungan yang lebih dari seorang teman. Pacar gitu atau siapa tahu nanti kalian mau nikah.”
Lia terkekeh mendengar pertanyaan Jian. Pacar katanya, tak pernah sekalipun terbesit di kepala bahwa Lia akan pacaran dengan Haikal. Perempuan itu hanya menganggap Haikal seorang teman, seorang kenalan dekat yang memang bisa diajak ke mana-mana. Lalu menikah, Lia juga tidak pernah memikirkan hal itu lagi sejak berpisah dari Nathan. Kegagalannya pada pernikahan pertama, membuatnya enggan memikirkan hal itu lagi.
“Nggak, sayang. Mama sama Haikal nggak pacaran, nggak juga mau nikah. Kita itu cuma temen, dan nggak lebih dari itu.” Lia memperjelasnya lagi. “Mama tahu kok, kalo dia kayaknya suka sama Mama. Bukannya besar kepala, tapi Mama bisa rasain gimana sikapnya yang berubah ke Mama setelah Mama pisah sama ayahmu. Makanya sekarang Mama lagi jaga jarak aja sama dia supaya dia juga nggak terlalu berharap banyak sama Mama karena Mama nggak akan bisa balas perasaannya dia.”
“Itu artinya, Mama masih sayang sama ayah? Makanya nggak mau pacaran atau nikah lagi. Iya?”
Lia tersedak air putih yang diteguknya. Pertanyaan Jian membuatnya terkesiap. Ia meletakkan gelasnya di atas meja dan menatap Jian dengan senyum kecil.
Sayang kata Jian. Mungkin perasaan itu akan selalu ada dalam diri seorang Celia untuk Nathan. Hidup bersama selama belasan tahun, melakukan semua kewajiban sebagai istri dengan tulus walaupun dikhianati, adalah bentuk rasa sayang Lia terhadap Nathan. Bahkan, dengan segala kasih sayang yang ia miliki, ia berusaha keras supaya Nathan tidak dibenci berlarut-larut oleh anak-anaknya.
Luka yang Lia dapatkan sewaktu masih berumah tangga bersama Nathan mungkin tidak akan sembuh dalam waktu dekat. Tapi Lia berusaha untuk memaafkan, berusaha berdamai dengan keadaan, dan menerima setiap takdirnya. Dengan begitu, ia jadi lebih bahagia sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MINE, again? [JAELIA✔️]
Fanfiction[Sequel Dandelion] "Anggap aja Ayah deketin cewek lagi dan berjuang dari awal. Kan, dulu kalian nikah karena dijodohin. Jadi, nggak mengenal istilah pendekatan dan perjuangan buat dapetin mama. Sekarang, coba deh berjuang lagi buat dapetin mama. Sia...