Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Jian merasa hari ini adalah hari yang paling sial sepanjang hidupnya. Saat tadi ia dipaksa oleh Yesi untuk ikut pulang bersamanya. Padahal ia sudah menolak dengan banyak alasan yang sayangnya dibantah oleh si menyebalkan Jean. Jadi, dengan berat hati, Jian menyetujui.
“Tante nggak ke kantor?” tanya Jian yang kini duduk di samping Yesi, di depan. Membiarkan Raka duduk di belakang seorang diri.
“Tante cuma masuk setengah hari. Makanya sekarang pengen jemput kalian.”
Suasana kembali hening. Sejak beberapa hari yang lalu saat Raka datang ke kelasnya untuk menjemput Gia supaya ke kantin bersama, hubungan mereka jadi canggung. Jian tidak pernah lagi menyapa Raka walaupun Raka terlihat bersama Jean. Pun dengan Raka, yang mencoba menjauhi Jian dengan memulai hubungan dengan Gia.
Bukannya di antar pulang, Yesi malah memberhentikan mobilnya di depan sebuah restoran dan mengajak kedua anak itu keluar untuk makan siang.
Yesi sadar betul kalau dua anak remaja itu tidak saling bertegur sapa. Saling diam-diaman sejak keluar sekolah sampai saat ini, saat mereka sudah duduk berhadapan dan akan memesan makanan. Itu artinya, memang ada sesuatu yang terjadi di antara mereka dan Yesi akan mengoreknya sekarang juga.
“Kenapa kalian diem-dieman dari tadi?” tanya Yesi to the point, yang langsung membuat Jian gelagapan.
“Lagi males ngomong aja, Ma. Hemat energi,” sahut Raka dan mendapat satu kepalan tangan dari Yesi.
“Mama denger kamu udah bikin Jian nangis kemarin waktu jalan berdua, bener?”
“Dianya aja yang cengeng padahal aku nggak ngomong apa-apa.”
Mata Jian kembali berkaca-kaca saat mendengar jawaban dari Raka. Ia langsung menatap Raka dengan tatapan sayu tapi terkesan tajam. Raka membalasnya hanya dengan mengangkat sedikit sudut bibirnya. Bermaksud mengejek mungkin.
Kali ini Yesi mencubit punggung tangan Raka karena kesal mendengar jawaban anaknya. Ia pun sadar bahwa mata Jian berkaca-kaca.
“Kamu kira Mama bakal percaya sama omonganmu? Pasti kamu yang nyari masalah duluan dan ngomong sesuatu yang bikin Jian sakit hati, makanya Jian nangis. Jangan salahin cewek cengeng. Kamu yang salah.”
“Tanya aja sama dia kalo nggak percaya. Apa yang aku bilang sama dia itu sama sekali nggak nyakitin. Tapi dianya aja yang cengeng.”
“Kalo ngomong sama orang tua itu liat sini. Jangan liatin hp terus. Nanti Mama sita ya hp kamu.”
“Aku lagi bales chat dari cewekku, Ma.”
Lagi, Jian memalingkan wajahnya ke arah jalanan supaya perhatiannya bisa teralihkan dan supaya ia tidak terpancing emosi lalu berakhir menangis. Ia malu kalau sampai menangis di depan Yesi.
“Cewek?”
“Iya, pacar baru. Nanti aku kenalin ke Mama, ya.”
Raka sebenarnya ingin memanasi Jian saja. Nyatanya ia dan Gia belum resmi berpacaran, mereka hanya sekadar dekat dan Raka belum menyatakan perasaannya.
“Terus Jian kamu anggap apa, hah? Kamu jangan main-main ya sama anak ceweknya Mama. Mama jewer kamu nanti.”
Raka terkekeh dan hal itu terlihat sangat keren di mata Jian. Tapi, Jian hanya bisa menunduk diam. Sejak datang ia tak pernah bicara sekalipun. “Anak cewek Mama?”
“Iya, kamu mau Mama tuker. Mama mau ambil Jian terus kamu saudaraan aja sama Jean sana. Tinggal sana sama Om Nathan, bertiga sama Jean. Mama nggak mau anggap kamu anak lagi kalo nakal-nakal.”
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MINE, again? [JAELIA✔️]
Fanfiction[Sequel Dandelion] "Anggap aja Ayah deketin cewek lagi dan berjuang dari awal. Kan, dulu kalian nikah karena dijodohin. Jadi, nggak mengenal istilah pendekatan dan perjuangan buat dapetin mama. Sekarang, coba deh berjuang lagi buat dapetin mama. Sia...