Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Seperti biasa, Lia tidak pernah mau ikut bersama anak-anaknya untuk di antar sekolah oleh Nathan. Ia memilih menggunakan mobilnya sendiri supaya bisa lebih leluasa pergi ke mana-mana jika ada urusan. Walaupun anak-anaknya memkasa, ia tetap tidak menolak.
“Hati-hati.” Lia melambaikan tangannya pada mereka yang sudah masuk mobil.
Bukannya langsung melaju, Nathan menghentikan mobilnya tepat di depan Lia. “Kamu juga hati-hati. Ingat pesanku yang kemarin, aku serius dan nggak main-main sama omonganku.”
Lia tidak menimpali, ia memilih segera masuk ke mobilnya dan mengabaikan Nathan. Si keras kepala itu tidak akan bisa didebat kalau sudah bilang begitu. Sifat aslinya terlihat ketika mereka sudah bercerai. Sebab Nathan sudah bisa leluasa mengekspresikan perasaannya sendiri saat ini.
“Emangnya Ayah bilang apa sama mama?” tanya Jian yang duduk di kursi belakang.
“Kemarin Ayah ketemu sama Haikal itu. Terus dia ngajak ngomong, pelototin Ayah dan bilang kalo Ayah harus jauhin mama karena udah bikin mama sedih.” Nathan menjelaskan sambil fokus mengemudi. “Intinya dia nyuruh Ayah jangan gangguin mama lagi.”
“Ih, emangnya Om Haikal siapa sih sampe berani ngelarang Ayah segala. Dia, kan, cuma temen mama dan nggak ada hubungan spesial juga,” sahut Jian terdengar jengkel.
“Nggak usah didengerin, Ayah. Mama nggak punya hubungan sama siapa-siapa, jadi siapapun berhak deketin mama termasuk Ayah. Kalo dia mau sama mama, kenapa nggak deketin baik-baik aja,” timpal Jean.
“Makanya Ayah ajak bersaing secara sehat dan dia mau. Ayah kirain nggak akan mau, ternyata mau.” Nathan tertawa kecil. “Terus kemarin mama kalian tahu kalo Ayah ketemu sama dia dan mama langsung nyamperin Ayah ke rumah. Ayah kasih tahu aja semuanya dan mama kalian bilang nggak akan milih siapa-siapa. Tapi Ayah nggak dengerin. Ayah bilang sama mama kalian kalo dia mau jalan sama Haikal, boleh. Tapi kalo Haikal mulai berani pegang-pegang tangan terus deket-deket, bilang Ayah supaya Ayah pukulin nanti. Gitu. Makanya tadi Ayah bilang Ayah serius sama omongan yang kemarin.”
Sontak, Jean dan Jian tertawa mendengar penjelasan Nathan. Mereka sangat menikmati drama antara ayah dan mamanya saat ini.
“Ayah curang loh, bilang sama Om Haikal bersaing secara sehat tapi malah ngancem mama supaya nggak pegangan tangan.” Jian masih saja terkekeh sampai air matanya mengenang.
“Makanya, bersaing secara sehat apanya kalo gitu.” Jean ikut terkekeh. “Tapi nggak apa-apa, Ayah. Aku dukung cara Ayah. Soalnya mama pasti bakal lebih khawatir sama Ayah dari pada dia.”
Perbincangan pagi yang membuat mereka tertawa renyah itu berakhir ketika mereka sudah sampai di sekolah. Jean dan Jian saling bergantian bersalaman dengan ayahnya kemudian sama-sama menyodorkan tangan untuk meminta tambahan uang saku. Nathan langsung merogoh saku jasnya dan mengeluarkan dompet. Menarik lembaran seratus ribu rupiah sebanyak empat lembar dan memberikan masing-masing dua lembar pada mereka.
“Jangan kasih tahu mama kalo kita minta lagi. Nanti kita yang dimarahin soalnya, kan, Ayah udah ngasih uang bulanan buat kita,” ujar Jian dengan senyum lebarnya.
“Iya, nggak akan. Kalian sekolah baik-baik, ya. Jeandra jangan bikin masalah lagi. Ayah nggak bisa nolongin kalo mama kamu marah-marah karena Ayah pasti akan ikut kena marah.” Nathan menasihati sebentar sebelum mereka keluar.
“Siap, Ayah.”
Mereka kemudian keluar mobil dan melambaikan tangan pada Nathan yang hendak melaju. Setelah Nathan pergi, mereka berjalan beriringan menuju kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MINE, again? [JAELIA✔️]
Fanfic[Sequel Dandelion] "Anggap aja Ayah deketin cewek lagi dan berjuang dari awal. Kan, dulu kalian nikah karena dijodohin. Jadi, nggak mengenal istilah pendekatan dan perjuangan buat dapetin mama. Sekarang, coba deh berjuang lagi buat dapetin mama. Sia...