10. Diskusi

362 87 9
                                    

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Haikal memang mengatakan pada Nathan bahwa ia membela Lia karena peduli terhadap teman. Tapi nyatanya saat Nathan mengajaknya bersaing secara sehat, ia malah setuju. Dan di sinilah ia sekarang, di depan lobi selagi menunggu Lia pulang. Ia sudah mengabari, dan mereka sepakat untuk berbicara di cafe seberang dekat kantor Lia. Haikal juga menawari tumpangan pulang tapi Lia menolak karena ia membawa mobil sendiri.

“Aduh, yang lagi direbutin sama dua laki-laki tampan dan mapan.” Yesi mengejek saat mereka berjalan beriringan menuju luar. Yesi juga sempat berhenti sejenak dan menatap Lia yang hendak menghampiri Haikal.

“Mereka nggak ada kerjaan. Lagian gue nggak akan milih siapa-siapa. Gue mau ngomongin hal itu sama Haikal sekarang.” Lia menyetujui permintaan Haikal untuk bertemu, ya karena ia mau membicarakan hal itu.

Haikal menyambut Lia dengan senyum merekah dan mereka berjalan beriringan menuju cafe. Haikal membukakan Lia pintu cafe, menarik kursi untuk Lia, dan bahkan memesankan minuman favorite Lia.

Entah kenapa, bukannya tersanjung, Lia malah merasa hal itu biasa. Beda lagi kalau Nathan yang melakukannya, jantungnya bisa berdebar dua kali lebih cepat. Karena pada dasarnya ia masih memiliki perasaan untuk Nathan dan Nathan melakukannya dengan tulus.

“Kamu mau ngomong apa? Maaf ya, aku ada kerjaan di rumah jadi nggak bisa lama-lama di sini.” Lia berbohong. Pekerjaan rumah yang ia maksud tidak ada. Semua sudah selesai. Ia mengatakannya karena ia tidak mau membuat Haikal berharap banyak padanya di saat ia tidak bisa membalas perasaan Haikal.

“Kemarin aku ketemu sama mantan suami kamu dan dia ngajak aku bersaing secara sehat kalo mau dapetin kamu..” Haikal menjeda kalimatnya sejenak. “Jadi, aku setuju.”

“Kal, tolong jangan gini. Aku dari awal berharap banget kamu nggak suka sama aku karena aku nggak akan bisa bales perasaan kamu. Aku udah nggak ada niat buat memulai hubungan baru sama orang baru.” Lia sebenarnya merasa bersalah saat mengatakannya. Apalagi ia menolak Haikal secara langsung. Tapi ia juga tak mau berlama-lama memberi kejelasan karena ia tidak mau Haikal terus berharap lebih padanya. “Jadi, tolong jangan, ya. Kamu masih bisa dapet yang lebih dari aku.”

Haikal menghela napas berat. Penolakan Lia membuat hatinya terasa nyeri. Ia tak mengharapkan hal seperti ini terjadi, tapi apa yang bisa ia lakukan.

“Kamu nggak mau ngasih aku kesempatan buat bikin kamu suka sama aku? Kasih aku kesempatan untuk berjuang dulu. Jangan langsung nolak kayak gini. Iya?”

“Kal, jangan berurusan sama orang yang masih belum selesai sama masa lalunya.”

“Jadi, kamu masih sayang sama mantan suami kamu? Bukannya kamu bilang dia udah banyak nyakitin kamu, terang-terangan selingkuhin kamu, dengan jelas bermesraan sama orang lain di depan kamu. Kamu lepas sama dia buat nyari kebahagiaan, kan? Sekarang, kenapa kamu malah bilang kalo kamu belum selesai sama masa lalumu?”

Sejak datang beberapa saat yang lalu sampai sekarang, Lia sama sekali belum menyentuh minumannya. Ia menunduk ketika mendengar pernyataan panjang Haikal.

“Aku lepas dari Nathan, bukan berarti aku udah lepas juga sama perasaan aku buat dia,” ujar Lia pelan. “Perasaan aku buat dia mungkin selamanya akan tetap sama. Karena biar bagaimana pun juga, dia laki-laki pertama di hidupku saat aku menginjak usia remaja. Walaupun dengan cara perjodohan. Dia ayah dari anak-anakku. Aku hidup sama dia belasan tahun dan perasaan nggak akan berubah semudah itu.”

“Tapi dia udah banyak nyakitin kamu.”

“Iya, aku tahu. Makanya aku mutusin buat pergi darinya karena aku nggak mau lagi disakitin. Aku mau nyari bahagiaku sendiri tapi bukan dengan cara memulai hubungan baru sama orang baru. Aku cerai, bukan berarti aku udah nggak sayang sama dia.”

BE MINE, again? [JAELIA✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang