Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Lia memang tidak ingin mendengar tentang Nathan lagi. Apapun yang berkaitan dengan laki-laki itu, Lia tidak mau tahu. Terserah, apapun yang terjadi, mereka sudah memutuskan untuk tidak saling peduli. Tapi, ada saja sumber yang secara tidak sengaja membicarakan Nathan di dekatnya. Entah itu si kembar, Jevin, dan juga Yesi.
Bohong kalau Lia bilang ia tidak khawatir. Ia memang sudah mencoba untuk mengabaikan, tapi tetap saja hatinya khawatir. Tapi di posisi Nathan, tidak ada yang laki-laki itu khawatirkan sebab ia tahu Lia pasti hidup dengan baik tanpa dirinya. Lia pasti bisa melalui segalanya bahkan tanpa dirinya.
Tapi sungguh, Nathan juga tidak berharap dirinya menyedihkan. Ia juga berusaha untuk hidup dengan baik tanpa mengharapkan bantuan orang lain. Siapa sangka, Tuhan masih saja memberinya sedikit teguran. Mungkin atas apa yang ia minta dulu atau yang ia harapkan terjadi padanya.
Masih ingat dengan ucapan Nathan yang ingin terluka setiap hari supaya diperhatikan oleh Lia? Sepertinya Tuhan baru mengabulkannya sekarang.
Terhitung lima bulan berlalu sejak mereka tidak saling berkabar satu sama lain. Lima bulan sudah sejak Lia memberikan jawaban tegasnya bahwa ia tidak mau kembali bersama Nathan. Dan lima bulan sudah, Nathan melanjutkan hidup seorang diri.
Selama lima bulan kemarin, Nathan sering terluka. Bukan terluka yang sampai mengakibatkan dirinya tidak bisa apa-apa. Tapi seperti luka goresan kecil, luka bakar terkena ujung rokoknya, ujung kaki yang memerah karena tersandung pinggir sofa, telapak tangan yang memerah karena terkena tumpahan kopi panasnya, dan masih banyak lagi luka kecil lainnya.
Nathan selalu terkekeh seperti orang gila saat terluka. Sebab ia mengingat akan ucapannya dulu yang ingin terluka setiap hari supaya Lia memperhatikannya. Sayangnya, Tuhan mengabulkan keinginannya tapi di saat Lia sudah tak mempedulikannya lagi. Jadi, Nathan hanya bisa tersenyum miris melihat keadaan tangannya yang terluka.
Dan saat ini, Nathan sedang termenung di dapur kecil yang ada di kantor. Memperhatikan jari telunjuknya yang baru saja terkena sengatan teko panas. Jari telunjuknya seketika memerah.
“Lo kayak psikopat, Nat. Senyum-senyum sendiri liat tangan lo yang terluka.” Jevin menyodorkan satu hansaplast pada Nathan dan Nathan langsung meraihnya.
Selesai membalut lukanya, Nathan tersenyum miris. “Nggak terasa, lima bulan berlalu dan gue masih aja kayak gini. Sering ngelamun nggak jelas saat liatin luka gue. Berharap ada Lia yang perhatiin, tapi ditampar fakta kalo sekarang gue sendiri.”
“Lo emang nyuruh gue buat nggak ngomongin tentang keadaan lo sama Yesi. Soalnya, kan, Yesi suka gosip sama Lia. Tapi, Jian malah sering nanyain kondisi lo sama gue. Karena dia bilang kalo dia nanya sama lo, jawaban lo selalu baik-baik aja. Makanya anak gadis lo khawatir.”
“Bilang aja gue baik. Walaupun lagi sekarat, bilang aja gue baik. Gue udah janji nggak akan bikin Lia khawatir lagi. Walaupun gue juga nggak tahu, apa dia khawatir atau nggak.”
Jevin menyeruput kopinya dan beranjak duduk. “Gue kira lo bakal balik ngejar-ngejar Lia lagi kayak dulu. Ternyata lo bener-bener tepati ucapan, ya. Lo sama sekali nggak ngusik hidup Lia lagi.”
“Sebagai laki-laki gentle, gue harus tepatin ucapan gue dong. Kalo misalnya gue ngejar Lia lagi, takutnya nanti dia bakal makin risih dan tetep nolak gue. Jadi, kalo emang itu udah keinginannya dia. Ya udah, gue nggak akan gangguin lagi.”
“Misal nih ya, nanti tiba-tiba ada undangan nikahannya Lia sama Haikal. Lo gimana?”
Nathan mengerutkan kedua alisnya. “Lo tahu sesuatu tentang mereka?”
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MINE, again? [JAELIA✔️]
Fanfiction[Sequel Dandelion] "Anggap aja Ayah deketin cewek lagi dan berjuang dari awal. Kan, dulu kalian nikah karena dijodohin. Jadi, nggak mengenal istilah pendekatan dan perjuangan buat dapetin mama. Sekarang, coba deh berjuang lagi buat dapetin mama. Sia...