Welcome to my story
.
.
.
Selamat menyelami imajinasi appffien
.
.
.
"Bukanlah hal yang mudah untuk berdiri didepan mu."~Day6 - shoot me~
Gladys meminum es teh buatannya dengan pandangan kosong. Banyak yang ia pikirkan mengenai kejadian akhir akhir ini. Gladys lalu mengambil martabak manis yang sedari tadi belum ia sentuh. Ia mengambil satu potong lalu memakannya.
Gendis yang tidak sengaja memperhatikan Gladys mengernyit heran lalu melangkah menghampiri Gladys. Tidak ada tatapan tajam seperti dulu yang Gendis dapatkan. Justru kini Gladys mengalihkan tatapannya dari Gendis.
"Gue tebak, Lo pasti mau pamer abis jalan sama Theo kan?" Kata Gladys sarkas lalu meminum tehnya. Sedikit banyak Gladys juga terpengaruh suasana di dalam dunia aneh itu.
"Hah? Eng-enggak kok. Aku cuma mau nyapa kamu aja kok." Kata Gendis. Gladys menatap Gendis dengan tatapan tak terbaca. Menatap dari kaki hingga kepala gadis itu. Yang ditatap merasa sedikit direndahkan.
"Oh. Ya udah sana pergi. Sholat, jadi anak yang berbakti biar Abang sama bokap Lo bangga." Lagi perkataan Gladys bernada sinis serta sarkas. Tidak ada kata yang tulus dari awal pembicaraan kedua gadis itu.
Gladys pergi begitu saja tanpa menoleh ke arah Gendis yang tampak mengepalkan kedua tangannya erat erat. Gadis itu menggeram marah ketika melihat tatapan merendahkan itu.
Bolehkah Gendis iri dengan Gladys? Gadis itu sebenarnya memiliki segalanya jika mau bersyukur. Sangat berbeda dengan Gendis. Ia hanya gadis pungut, hanya pelampiasan dan bayangan seorang Gladys. Theo tidak benar benar mencintai nya, keluarga ini mengadopsi dirinya hanya untuk menggantikan Gladys versi satu keyakinan.
Masih terekam jelas diingatan Gendis kala sang papa mengatakan bahwa ia harus bersikap seperti apa. Dan waktu itu ia hanya mampu menurut, mungkin itu yang disukai sang ayah namun perlahan semua meluntur kala ia menyadari bahwa sifat yang ditanamkan oleh papa angkatnya adalah sifat murni milih Gladys.
Gendis selama ini hanya bayangan Gladys.
"Andai kamu tahu Gladys, dunia berpusat di kamu. Aku cuma bayangan kamu. Seharusnya aku yang iri melihat mu bukan kamu," kata gadis berhijab itu lalu masuk ke dalam rumahnya atau rumah keluarga angkatnya.
***
"Papa kenapa gak bisa berubah sih? Selalu nyinggung soal kepercayaan aku?!" Seru Gladys sembari membanting sendok dan garpunya. Gadis itu lantas bangkit berdiri dan menatap sengit sang papa.
Dia sudah lelah. Bahkan meski papanya tahu seberapa besar keinginan Gladys untuk tetap mempercayai kepercayaannya namun sang papa selalu menyinggung persoalan agama gadis itu. Kerap kali semenjak Gladys terbangun dari koma sang papa memutar lagu lagu religi dari agama yang dianut papanya.
Awalnya Gladys tidak mempermasalahkan hal itu namun akhir akhir ini papanya semakin menjadi jadi. Puncaknya adalah ketika mereka berempat makan malam sang papa berujar bahwa akan lebih baik keluarga ini kompak.
Kompak dalam artian memiliki agama yang sama. Tentu hal tersebut menjadi singgungan tersendiri untuk Gladys. Gladys yang berupaya untuk bersabar namun mendapat ujian kesabaran yang seperti ini tidak mampu lagi menampung rasa kesalnya.
"Papa cuma bicara aja, kenapa kamu emosi gitu?" Kata sang papa dengan nada halus. Meski begitu Gladys tahu bahwa papanya kini berusaha membujuk Gladys.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Serious! [End]
FantasyAwalnya ia hanya penasaran dengan sebuah novel yang jarang diminati oleh kalangan anak muda. Kebanyakan dari mereka menilai bahwa buku yang kini ia pegang kurang menarik. Meski begitu, Gladys justru membeli novel mahal serta bersampul tak menarik it...