34. Fakta yang mencengangkan

3.9K 512 8
                                    

Welcome to my story
.
.
.
Selamat menyelami imajinasi appffien
.
.
.
"Kamu mengejarnya secara nyata namun semesta enggan menyatukan dirimu dengannya"

~N~

Azriel terdiam dengan pikiran berkecamuk. Pria itu menatap meja makan yang telah bersih dengan tatapan rumit. Ia dibuat overthinking oleh gladys lantaran gadis itu tak kunjung menentukan jawabannya. Setelah ia menanyai gadis itu tadi yang tidak langsung dijawab oleh Gladys, ia terdiam dengan posisi yang sama seperti saat ini.

Gladys telah berpamitan untuk kekamarnya semenjak sepuluh menit yang lalu.

Azriel lalu bangkit berdiri. Ia akan menanyai Gladys kembali. Itu niatannya sebelum bel rumahnya dipencet oleh seseorang dengan ritme cepat. Azriel mengumpat kecil lalu segera berjalan cepat ke arah pintu rumahnya.

Dengan kesal Azriel membuka kasar pintu rumahnya. Kini tepat didepan Azriel, berdiri seorang pria paruh baya yang sempat beradu tatapan dingin dengannya beberapa waktu yang lalu. Pria itu kini menatao penuh amarah kearah Azriel lalu tanpa sepatah katapun, pria setengah baya itu memberikan bogeman pada pipi kanan Azriel. Azriel jatuh terduduk karenanya.

"Maksud anda apa?!" Tanya Azriel kesal. Lantas pria itupun menatao seseorang ah tidak dua orang dibalik punggung papa Gladys dengan tatapan tajam. Satu gadis menangis ketakutan dan satunya lagi memeluk gadia itu sembari menatap dingin kearah Azriel.

Gladys mendengar keributan itu lalu keluar dari kamarnya dan berjalan tergesa kearah Azriel yang tampak memegang pipinya. Gladys lalu menatap sang papa dengan tatapan tak bisa diartikan.

"Pulang kamu!" Suruh sang papa sembari menarik tangan Gladys dengan kasar. Gladys tentu saja meronta tidak terima. Azriel yang hendak menolong Gladys pun dihalangi oleh Mahen.

"Minggir kau!" Kata Azriel murka yang tidak dijawab oleh Mahen. Mahen justru melayangkan pukulan kearah sagu Azriel. Azriel tak sempat mengelak.

"Apa yang lo lakuin sama adik gue?" Kata Mahen dengan rahang mengeras. Azriel terkekeh sinis.

"Adik? Adik yang mana? Setahuku kau hanya memiliki satu adik," balas Azriel yang membuat Mahen semakin murka sementara itu kini Gendis yang telah benar benar tidak memakai hijabnya lagi karena pengaruh Theo, nampak terdiam. Tidak ada raut ketakutan seperti tadi. Gadis itu menatap datar kearah dua orang lak-laki yang mungkin saja akan baku hantam.

"Diam!"

Sementara itu, Gladys terus meronta mencoba melepaskan diri dari sang papa. Namun sia-sia saja, tangannya justru semakin sakit. Beberapa kali gadis itu menoleh kebelakang.

"Apa kamu ingin seperti mamamu hah?! Kamu ingin menjadi pelac*r seperti mamamu?!" Murka pria itu ketika Gladys berhasil melepaskan genggaman tangan ayahnya. Gladys menatap nanar sang papa.

"Papa masih gak sadar?!"

Sang papa semakin kesal dibuatnya ketika mendengar bentakan Gladys.

"Lihat! Pemuda itu telah membawa pengaruh buruk untukmu!" Tegas sang papa yang ditanggapi kekehan miris sari Gladys. Gladys lantas menatao penuh amarah kearah sang papa.

"Itu salah papa! Jangan menyalahkan orang lain atas keteledoran papa sendiri!" Ungkap Gladys sembari mengarahkan jari telunjuknya kearah sang papa. Sang papa yang merasa tidak dihormati pun lantas menampar pipi gadis itu. Kepala Gladys sampai tertoleh dibuatnya. Gladys lantas memegang pipinya sembari menatap papanya dengan tatapan terluka.

"Papa nampar aku?" lirih Gladys. Sang papa pun mengusap kasar wajahnya ketika terdengat ia akan lirih dari Gladys.

"Papa cuma mau kamu kaya Gendis aja, tolong jangan persulit papa," kata pria itu sembari berjongkok hendak memegang tangan putrinya namun naasnya, Gladys menepis kasar tangan Sang papa.

I'm Serious! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang