A8

787 110 5
                                    

🌹🌹

"Assalamualaikum..."

"Wa alaikumussalam..."

"Umma Arini mana?" Tanya saya pada seorang santri yang membantu menemani umma.

"Ada Gus, beliau di kamar. Ana panggilkan dulu"

Saya balas dengan mengangguk lalu memilih untuk duduk pada bangku di teras rumah umma. Saya pergi mengunjungi rumah umma setelah hampir setengah jam mengobrol dengan Abuya.

Rumah umma masih berada pada komplek pesantren keluarga tapi tidak satu lahan dengan pesantrennya langsung. Rumah umma berada diujung– tempat paling sunyi di komplek. Biasanya Abuya ke rumah umma untuk istirahat dari lelahnya orang-orang yang sering datang ke rumah di pesantren.

"Aryudha..."

"Assalamualaikum umma"

"Wa alaikumussalam... Kenapa duduk di luar?"

"Tidak apa umma, disini saja"

Umma mengangguk– lantas ikut duduk pada bangku kosong yang ada. "Kamu sendiri saja Aryudha?"

"Dengan Ocha umma, tapi dia lagi setoran hapalan dengan ustadzah Maryam"

"Loh... Ocha masih setoran dengan ustadzah Maryam ya? Tidak dengan kamu?"

Saya terkekeh mendengar pertanyaan umma. Bagaimana bisa dia setoran hapalan dengan saya kalau dibantu menjaga bacaan hapalannya saja sudah bisa membuat dia salah tingkah,

"Aku bantu menjaga bacaan hapalannya saja umma"

"Pinta Ocha ke sini setelah setoran hapalan, umma sudah lama tidak bertemu dia"

"Sudah dipesankan tadi supay menyusul kemari setelah selesai setoran" jawab saya. "Ocha memang belakangan ini lagi sibuk PKL umma, kalau hari libur pun sudah pasti di rumah saja buat mengerjakan tugas kuliah dan istirahat. Ini pun dia buru-buru setoran karena katanya ustadzah Maryam sudah nagih hapalan dia, mungkin dia takut juga dihukum"

Di pesantren memang ada sebuah peraturan dimana bagi mereka yang tidak menyetor hapalan selama lebih dari dua minggu maka akan dikenai denda atau mendapat hukuman. Peraturan itu di buat supaya santri-santri bisa disiplin dan tekun dalam menghapal Al-Qur'an.

"Kasian sekali, nanti umma coba bicara dengan ustadzah Maryam barangkali beliau bisa mengerti kondisi Ocha yang sedang PKL" ucap Umma dan saya mengangguk.

Sebenarnya saya mengunjungi umma bukan hanya sekadar untuk menemui beliau, ada hal yang ingin saya tanyakan pada beliau menyangkut hal tentang Ocha tapi saya masih bingung bagaimana cara memulai pembicaraan itu.

"Aman-aman saja kan Aryudha?"

"Apa Umma?"

"Istri-istri kamu"

Saya mengangguk "Alhamdulillah baik-baik saja tapi begini umma–" ekspresi umma langsung berubah setelah saya berkata tapi. "Ini tentang Ocha"

"Ada apa dengan Ocha, Aryudha?" Tanya umma khawatir.

"Dia baik umma, baik sekali. Banyak hal yang ada pada diri Ocha yang membuat aku merasa kagum" Umma hanya diam mendengarkan. "Aku juga merasa bahagia dengan Ocha tapi kadang aku juga merasa kesulitan untuk memahami sikap dan perasaan Ocha"

Umma tersenyum dan mengangguk pelan. "Tabiat pria pasti kesulitan atau bahkan tidak mampu untuk memahami wanita. Karena apa? Karena dulu sewaktu hawa itu diciptakan nabi Adam itu sedang tidur dengan lelap." Saya tertawa mendengar penuturan umma.  "Mencoba memahami wanita itu seperti mencoba memahami tumpukan buku yang tidak akan ada habisnya, Aryudha"

AZZAHRA (Aryudha POV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang