A1

1.8K 173 7
                                    

Happy Reading

🌹🌹

Tabi'atnya manusia adalah merasa kurang puas. Adanya kecenderungan untuk menuruti hawa nafsu padahal nafsu itu sendiri seringnya menjadi salah satu musuh dalam diri setiap manusia awam seperti saya.

Sedikit sekali nafsu membawa kepada keberkahan, seringnya nafsu malah bersikap layaknya anak kecil yang terus meminta untuk dituruti.

Nafsu itu jua lah yang membuat saya sedikit merasa takut. Saya takut jikalau pernikahan saya dengannya ini hanyalah topeng untuk menuruti keinginan nafsu saya untuk memilikinya.

Saya tau banyak kalangan yang menentang pernikahan seperti yang kami lakukan tapi satu hal saya percaya dari yang sering orang-orang berilmu katakan, kurang lebih bunyinya seperti ini. 'Kalau pernikahan itu mampu membuat dirimu semakin mendekatkan diri kepada Allah maka itulah pernikahan yang diberkahi' Dan saya merasakan hal itu meskipun pernikahan kami baru berjalan dua minggu.

Setiap kali rasa takut akan nafsu itu muncul maka sebisa saya menutupi hal tersebut dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah. Mungkin inilah cara Allah menurunkan nikmatnya dengan memberikan keinginan tersembunyi hati saya. Dan sepantasnya hal itu membuat syukur saya kian sering terucap dan iman ini semakin ditingkatkan. Allah maha baik.

"Pak-" Dia mengagetkan saya dengan tiba-tiba berdiri di samping saya. Dua minggu setidaknya sudah membuat dia cukup berani untuk berdekatan dengan saya walaupun masih cukup malu untuk memanggil saya selain kata pak. "Ini kenapa?" Tanyanya.

"Saya lupa menutup plastiknya, jadinya tumpah"

"Biar aku bantu ya"

"Tidak usah, kotor-" tapi dia tidak mendengarkan. Dia sudah terlanjur menggenggam makanan kucing yang berserakan dan memasukkannya kedalam bungkusan.

"Nanti bisa dicuci" ucapnya. "Rasa seafood, enak dong"

"Mau?" Tawar saya menggodanya. Saya menoleh padanya dan dia lantas menatap pada saya.

"Memangnya boleh?" Tanyanya penasaran.

"Boleh, Coba saja kalau ma- Eh kamu mau apa?"

"Asiin..." Keluhnya dengan ekspresi tidak nyaman setelah benar-benar mencicipi rasa makanan kucing. "Gak enak!" Keluhnya lagi dan itu sukses membuat saya tertawa.

"Kamu ini ada-ada saja. Sudah tau ini untuk kucing, kenapa malah kamu coba?"

"Katanya boleh" Dia menjauhi saya, berjalan mendekati kran air dan langsung berkumur-kumur. "Kok kucing suka ya? padahal asin" gumamnya.

"Kalau tidak asin nanti banyak manusia seperti kamu yang mau cicipi makanan kucing" Saya selesai memasukkan makanan kucing yang berserakan pada bagasi. Saya mendekati dia untuk mencuci tangan pada kran didepan rumah kami.

"Aku kira bakal enak karena seafood taunya kayak sereal tapi rasa garam"

"Ha-ha-ha... Nanti kalau ada yang tanya pengalaman lucu apa yang pernah kamu lakukan, jawab saja makan makanan kucing ya. Ha-ha-ha"

"Gak papa, itu pengalaman pak. Emangnya bapak pernah makan makanan kucing? Enggak kan?" Dia begitu percaya diri, membanggakan pengalaman absurd nya yang baru saja dia alami.

"Iya, lagi pula untuk apa saya mencoba makan makanan kucing. Seperti orang kurang kerjaan saja"

"Aku dong berarti kurang kerjaannya"

"Hahaha saya tidak bilang, kamu yang menyimpulkan sendiri " rasanya puas sekali menertawakan kelakuan aneh Ocha apalagi setelah melihat wajahnya yang cemberut karena diledek.

AZZAHRA (Aryudha POV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang