Prolog

3.5K 203 17
                                    

Happy Reading

Pernah begitu jatuh karena sebuah harapan membuat diri saya jadi rendah diri. Saya tidak ingin berharap atau berandai-andai lagi, bukan hanya karena saya takut jatuh lagi tapi juga karena saya takut terlalu menggantungkan diri pada harapan.

Dari pada terlalu menggantungkan diri pada sebuah harapan, saya lebih memilih berdoa kepada Allah supaya saya diberikan yang terbaik dari sisi-Nya.

Lagipula selama ini saya tidak pernah merasa kecewa atas apa yang Allah berikan pada saya. Allah selalu memberi saya lebih dari pada apa yang saya pikirkan termasuk dengan adanya dia di hidup saya.

"Ocha..."

"Iya pa- Eh! Mas..." Dia menggigit bibir bawahnya kerena kembali salah dalam menyebutkan diri saya. Saya tau dia belum terbiasa memanggil saya selain kata pak atau bapak.

"Tas baju saya tadi dimana ya?"

"Ada" Dia buru-buru berjalan kearah lemarinya, membuka pintu dan menunjukkan tas hitam milik saya. "Ini"

"Saya mau ganti baju"

"Bajunya udah aku pindahin" Dia membuka pintu lemari yang lain seraya menunjuk pada pakaian saya yang sudah tersusun rapi bersama tumpukan bajunya.

Ketika saya mendekat untuk mengambil baju pada lemari, dia spontan langsung bergeser menjauhi saya.

"Emm-... Aku keluar dulu ya mas" cicitnya pelan.

"Mau apa keluar?"

"Mau... Emm- itu ambil minuman" jawabnya terdengar gugup. Saya mengangguk dan dia buru-buru keluar dari kamar.

Saya sudah selesai berganti pakaian saat Ocha kembali masuk kedalam kamar, ditangannya ada botol air putih serta satu buah gelas berwarna merah.

"Mas..."

"Iya?"

"Mau minum?"

"Boleh"

Saya memperhatikannya yang menuang air dari botol pada gelas. Setelah selesai dia langsung berjalan kearah saya mengulurkan gelas berisi air itu.

"Ini mas" ucapnya sambil duduk pada kasur di dekat saya. Saya meraih gelas tersebut lalu meminum air yang ada hingga tiga tegukan.

"Saya sisakan setengah buat kamu" Saya menyerahkan kembali gelas padanya. Dia menatap pada saya sesaat lalu menatap pada air yang ada didalam gelas. Diamnya membuat saya sedikit khawatir, takut kalau ada rasa tidak sudi dalam dirinya meminum air bekas saya. "Kamu-" Saya tidak melanjutkan ucapan saya setelah Ocha tiba-tiba mengangguk pelan dan kemudian meminum air pada gelas tepat di bekas bibir saya.

Ocha tersenyum setelah menghabiskan air pada gelas dan itu membuat saya ikut tersenyum. Jantung saya berdetak cepat saat dia menoleh pada saya dengan senyuman malu-malu.

"Sunnah dan berkah" ucapnya pelan. "Dulu Rasulullah minum satu gelas dengan Aisyah" lanjutnya sambil menoleh pada saya

"Lalu berkahnya?"

"Karena aku minum air dari gelas yang sama setelah seseorang yang lebih berilmu dari pada aku" dia membuat saya merasa tersanjung.

"Bagaimana kalau ternyata kamu yang lebih berilmu?"

"Gak mungkin" jawabnya cepat.

"Kalau mungkin"

"Ya udah ganti aja, anggap berkahnya karena aku minum di gelas yang sama setelah suamiku"

Dia membuat jantung saya kembali berdetak cepat, rasanya begitu mendebarkan namun juga begitu hangat. Suamiku... Saya suka mendengarnya.

"Tangan kamu bagus" tangannya dihiasi kemerahan seperti kebanyakan pengantin wanita biasanya.

"Bagus ya" Dia tersenyum cerah sambil memandang sebelah tangan kanannya. Saya meraih tangannya itu hingga dapat saya rasakan bagaimana hangatnya telapak tangannya.

"Bagus... Cantik..." Saya tau dia masih merasa canggung. Tangannya terasa kaku ketika saya genggam apalagi saat saya beri kecupan.

"Mas..." Dia menarik tangannya

"Iya..."

"Emmm- itu, aku lagi datang bulan" ucapnya gugup dan tanpa bisa saya tahan, saya tertawa karenanya.

"Memangnya kamu kira saya mau apa?"

"Hah? Iya ya hehehe..." Dia tersenyum kaku lalu menunduk malu. Pipinya merona merah. Lucu sekali.

🌹🌹

AZZAHRA (Aryudha POV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang