25. Menjadi Teman

95 24 12
                                    

Kampus mengadakan camping, Clara pun tersenyum senang karena dia berharap bisa bersama Arsya seperti saat mereka tersesat. Arsya, Clara dan Lidya selesai makan malam.

"Kalian sudah siapin semua buat keperluan kalian buat camping besok?"

"Sudah, Bu Lidya," jawab Arsya.

"Aku belum semua sih, Ma," sahut Clara.

"Jangan sampai ada yang ketinggalan, ya sayang? Hati-hati juga, ingat, kalian pernah tersesat. Arsya, jagain Clara, ya?"

"Tentu, Bu Lidya."

Clara tersenyum tipis, hatinya berbunga-bunga.

Pagi hari tiba, Clara sudah bersiap untuk camping. Dia keluar dari kamar dan melihat Arsya sedang mencium kening sang istri, kemudian mengelus pipi kanan dan menatapnya lembut.

Clara terdiam menjaga sikap. Lidya yang melihatnya, menghampiri, memeluk dan mencium pipi kanan dan kiri sang putri.

Lidya mengantar keduanya ke mobil. Melambaikan tangan sebelum mobil melaju. Arsya dan Clara duduk bersebelahan. Clara tersenyum tipis, diam-diam meliriknya.

"Mudah-mudah kita nggak tersesat, lagi, ya?" canda Arsya.

Clara tertawa pelan. Tersesat lagi juga nggak pa-pa, asal sama, lo, Arsya, batinnya.

Sesampainya di kampus, mereka memasuki bus yang sama. Arsya duduk bersama seorang mahasiswi, Clara duduk dengan seorang mahasiswa. Mahasiswa itu terus melihat ke arah mahasiswi yang duduk bersama Arsya, mengobrol dengan bahasa isyarat menunjuk-nunjuk dan mulut komat-kamit.

"Clara, gue mau tukeran tempat duduk sama cewek gue, ya? Lo mau kan tukeran duduk sama Arsya," pinta seorang mahasiswa.

Mata Clara membesar, hingga kedua alisnya naik. "Ah! Ya nggak pa-pa."

"Thanks, ya?"

"Gue yang makasih." Jawaban Clara dalam batin.

Clara mengangguk, bibirnya terus merapat menahan rasa senang meletup-letup karena bisa duduk bersama Arsya. Mahsiswa itu pindah ke tempat duduk Arsya, begitu juga Arsya pindah duduk di sebelah Clara.

"Hai," sapa Arsya.

"Hai," sapa balik Clara.

Mereka saling tersenyum. Arsya membuka camilan dan menawarkan ke Clara. Bahagianya Clara, bisa berbagi cemilan bersama Arsya.

"Aduh, kenapa gue jadi grogi gini," batin Clara. Melihat ke arah jendela, menyembunyikan rasa gugup. Pipinya memanas, berharap jika panas itu tak menimbulkan merah di pipi yang terpoles foundation dan bedak.

"Gue mau ke toilet," pamit Clara agar diberikan jalan.

"Ya."

Clara berdiri dan melangkahi kaki Arsya. Bus bergoyang tidak stabil membuat Clara terjatuh di pangkuan Arsya. Mereka bertatap beberapa detik. Clara seketika berdiri, tetapi bus masih bergoyang membuat Clara terjatuh di pangkuan Arsya lagi. Kedua mata Clara berkedip-kedip cepat setelah kembali menatap wajah Arsya.

"Maaf." Clara berdiri, berpegang pada kursi.

"Ya, tidak apa-apa."

Perjalanan bus terus berlanjut. Arsya mengajak Clara mengobrol hingga keadaan menghangat, tak ada lagi canggung. Keduanya asyik mengobrol dan tak malu-malu melepaskan tawa. Lama-kelamaan, Clara mengantuk dan tertidur menyandar di pundak Arsya.

"Aduh, maaf, ya Arsya. Gue ketiduran," ucap Clara merasa bersalah.

"Iya, tidak apa-apa, sebentar lagi nyampai."

Kami yang BerdosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang