9. Pertentangan

111 28 21
                                    

Arsya, Lidya dan kedua anaknya telah menikmati makan malam. Lidya mengumpulkan mereka untuk duduk di ruang santai. Saat Arsya datang, dua bersaudara tersebut memalingkan wajah, selalu menunjukkan sikap ketidaksukaan terhadap Arsya.

Kevin berdecak kesal. "Mama ngapain, sih! Ada ni orang, bikin badmood."

"Mama sengaja ngumpulin kalian di sini," ucap serius Lidya.

Clara dan Kevin kompak mengernyitkan kening.

"Ada hal penting dan serius yang Mama bicarakan." Lidya mengambil napas pelan, memandang Clara dan Kevin bergantian. "Mama mau menikah sama Arsya."

Kevin dan Clara seketika tersentak. "Apa!"

"Mama bercanda 'kan?" tanya Kevin. Rahangnya menegang dan mata membulat seperti hendak keluar.

"Mama serius, Kevin."

Clara masih membatu dan tetap duduk berdiam, belum bisa berkedip.

Kevin berdiri, darah memanas hingga ke ubun-ubun. "Nggak, ini ngaco! Ini bener-bener nggak waras, ini gila, ini sinting! Mama apa-apaan, Ma!"

Cowok itu menunjuk Arsya, wajah dan mata memerah berlanjut memaki, "Anak pembantu ini bahkan lebih muda dari aku, Ma! Dan lo!" menghadap Arsya, "apa yang lo lakuin ke Mama? Lo pasti melet Mama!"

Kevin beringas, mendekati Arsya. Menarik kerah bajunya, menatap penuh kebencian. Embusan panas bisa Arsya rasakan di kulit leher. "Lo apain nyokap gue!" bentaknya, mengguncang kasar tubuh Arsya yang masih duduk.

Arsya berdiam tidak memandang siapa pun.

"Kevin, lepasin!" perintah Lidya.

Kevin mendorong tubuhnya hingga punggung dan kepala Arsya terpental sandaran sofa. Tangannya masih mencengkeram erat kerah laki-laki yang hanya berdiam.

"Kevin lepasin, Mama bilang!" Lidya berdiri, melangkah menghentikan Kevin dan menarik badannya.

Clara juga bangkit dari kursi, mata berkaca-kaca tak terima. Bibir mengerucut, mendengkus kesal. "Kak Kevin bener, Ma. Mama ini apa-apaan, sih? Cowok nggak tahu diri ini, cowok sialan ini masih seumuran Clara, Ma. Dia anak pembantu lagi. Semua temen-temen aku tahu dan-gimana kalau mereka tahu, dan ini benar-benar nggak masuk akal! Ma, pokoknya aku nggak setuju, aku nggak setuju!" tolak keras Clara yang sudah memikirkan reputasi.

"Aku apa lagi! Nggak akan pernah nerima anak pembantu ini jadi anggota keluarga kita! Nggak akan pernah, nggak sudi!" sahut Kevin. Otot di seluruh tubuh terlihat jelas menegang.

Lidya menegaskan. "Mama dan Arsya sudah sepakat. Keputusan kami tidak dapat diganggu gugat. Kami akan tetap menikah!"

Clara menghadap Ibu. "Mama ini gila? Sadar, Ma!"

Kevin juga menatap Ibu. "Apa Mama dibutakan cinta karena hasutan anak pembantu ini?" Kedua tangan mengepal erat, mata membesar menatap Arsya, ingin sekali baku hantam dengannya.

Pandangan Clara beralih ke Arsya, menunjuk. "Dasar lo emang nggak tahu diri ya! Udah dikasih ati mau kepalanya! Lo pasti nikahin Mama karena mau merebut harta kekayaan kami, ya 'kan!" bentaknya tidak terima.

Arsya menegakkan dagu. "Saya tulus mau menikahi Bu Lidya."

"Halah! Lo rayu Mama sampe segimana, sih? Sampe-sampe mama gue mau nikah sama cowok nggak tahu diri, nggak tahu diuntun, nglunjak! Anak pembantu kampungan, lo tuh pantesnya jadi gembel!" teriak Clara lagi.

Napas Arsya tercekat, meneguk liur.

Lidya membentak dan menatap tajam Clara. "Cukup! Kamu sudah benar-benar keterlaluan! Sekarang minta maaf sama Arsya!"

Kami yang BerdosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang