43. Penyelidikan

121 26 20
                                    

Malam ini sepasang suami istri tengah berada di kamar. Arsya mengenakan kaus oblong dan celana boxer, berbaring miring bersantai. Sementara sang istri duduk di depan meja rias, selesai mengoleskan krim wajah.

Lidya berjalan dan duduk di tempat tidur sebelahnya. Belakang ini dia telah menyusun rencana secara matang untuk membongkor apakah Arsya benar selingkuh. Meski hati terdalamnya, Lidya berharap bahwa Arsya tidak pernah bermain di belakang.

"Arsya, tiga minggu lagi hari Jumat, saya mau ke Korea sama temen-temen. Sekalian saya mau operasi plastik biar keliatan lebih muda," tutur Lidya berbohong.

Arsya seketika duduk, menaikkan alis sebelah dan mendekatkan wajah padanya. "Operasi plastik?"

Lidya menganggut pasti.

"Saya tidak melihat keriputan. Bu Lidya adalah wanita yang paling cantik, baik, bagaikan bidadari dunia." Ia tersenyum merayu, memegang dan memandangi lengan istrinya. "Bu Lidya masih kencang, mulus, dan seksi. Tidak perlu oplas."

Lidya tersenyum simpul seolah percaya. Saya nggak tahu, perkataanmu ini tulus atau hanya gombalan, batinnya.

Si wanita mencermati bola mata cokelat gelap milik Arsya. Kini Lidya sudah tidak sepenuhnya percaya terhadap perkataannya.

"Pokoknya semua sudah diatur," kata Lidya yang berpura-pura ceria.

"Jadi beneran?" Arsya mengernyit.

"Beneran, dong. Nanti mau bikin visa sama temen-temen."

"Tapi, Bu ...."

"Pokoknya saya mau pergi sama temen-temen," ucap Lidya terdengar mantap.

Wanita itu kesulitan meneguk liur. Ya Allah, kuatkan hamba agar bisa menyembunyikan sakit ini. Apa benar kamu berkhianat pada saya, Arsya? Lidya membatin.

Arsya mendekatkan wajah, tangan kanan menangkap pipi kirinya. Jemari kasar tersebut mengelus halus wajah mulus si istri. Lelaki itu mendekatkan bibir, tetapi Lidya berpaling tidak mau disentuh.

Arsya menautkan kedua alis, matanya terlihat penuh tanya mengapa Lidya tidak mau dicium.

Enggak, aku enggak boleh seperti ini, yang ada nanti Arsya curiga. Aku harus kuat, aku harus bisa berpura-pura bersikap seperti biasa, pikirnya.

Lidya tersenyum merona, seakan yang baru saja dia lakukan itu untuk menggodanya. Arsya mengecup lembut bibirnya dan mendapatkan balasan.

"Saya mau ke kamar Keisha, dulu, ya?" pamit Lidya berbohong lagi.

Dia masuk ke kamar kosong untuk mengeluarkan beban di mata yang sudah tidak bisa ditahan lagi. Tangan kanan meremas dada, tubuhnya melemas tidak kuat berdiri tegak. Bayang-bayang terlintas jika benar Arsya selingkuh, betapa remuk hati Lidya nanti, membayangkannya saja sudah sesakit ini.

Apa semua itu hanya kebohongan yang keluar dari mulut manismu? Saya sadar, saya bukanlah seorang gadis, dan kamu masih muda. Umur kita berbeda begitu jauh. Tapi siapa yang bersamamu di hotel?

Badannya membungkuk, perlahan mundur dan duduk lemas di tepi ranjang. Beberapa detik kemudian, Lidya mengeringkan kedua pipi, menggeleng kasar.

Aku nggak boleh keliatan murung, aku harus kuat, pikirnya menegaskan.

Lidya bercermin, meraih beberapa lembar tissue untuk mengeringkan wajah. Berulang kali menghirup udara panjang dan menghempaskannya perlahan, kemudian kedua tangan menggenggam erat menyemangati diri sendiri.

Dia bersiap dan pergi menemui putri kecilnya di kamar. Keisha sudah tertidur bersama babysitter. Lidya menatap wajah mungil Keisha, terlintas memikirkan bagaimana jika gadis terkecilnya menjadi korban perceraian orang tua.

Kami yang BerdosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang