16. SEPATU COKLAT MOCCA

154 38 0
                                    

HAPPY READING

▪︎🦋▪︎

"Tidak ada namanya cinta disaat pertama kali bertemu. Itu hanyalah sebuah kekaguman yang penuh dengan rasa penasaran."

▪︎🦋▪︎

Asma terus berkeliling. Tiba-tiba saja dirinya lupa akan arah, entah bagian mana yang menjadi patokan utara maupun selatan. Apalagi barat dan timurnya. Tanpa disengaja, Asma malah nyasar ke bagian utara pondok pesantren. Kawasan yang dikhususkan untuk santri putra. Apa mata bulatnya tak melihat palang besar bertuliskan kawasan santri putra? Dasar Asma!

Melihat sekumpulan ikhwan membuat Asma melupakan jika dirinya yang kesasar sesat. Dia malah senang sebab matanya yang dijajalkan para mas santri berwajah tampan nan berseri.

"Wahhh, bisa betah nih gue disini," gumamnya pelan.

Namun semakin ke utara tak ada satu gadispun yang ia lihat. Malah hanya pria yang ia tampak. Ada yang beristighfar, ada yang mengaguminya dan ada yang bodo amat. Tidak perduli dan lebih khusyuk dengan murajaah mereka.

Asma menggaruk kepala yang dilapisi hijab. Apa ia tersesat disini?

Ia pun menggeleng pelan. Melempar senyuman kearah siapapun yang menatapnya. Sungguh! Membuat satu santri beristighfar karena melihat gadis yang tak bisa menjaga pandangannya.

Ingatkan perihal yang tadi. Asma sempat berbohong. Ternyata ucapan adalah doa. Kini rasa ingin buang air kecil tiba-tiba menggentayangi kandung kemihnya. Asma kepalang bingung. Ia terus menyelusuri kawasan tersebut hingga menemukan kawasan toilet atau kamar mandi.

Tanpa membaca sedikitpun tulisan disana, Asma langsung berlari kencang memasuki toilet tersebut.

▪︎🦋▪︎

"Gimana kang, apa santriah itu masih suka berulah?" tanya seorang pria berpeci hitam.

Kang Umar mengangguk cepat. "Iya gus, bahkan ustadzah Amira dan ustadzah Qoni kewalahan mengurusnya. Diberi hukuman berkali-kalipun tetap masih suka berulah," sahut kang umar.

Pria yang diajak bicara itu menggelengkan kepala, wajah datar namun nampak mempesona. "Yasudah kang, saya pamit ke belakang dulu."

Setelah mengucapkan salam, pria tampan itu meninggalkan kang Umar. Ia menuju ke belakang dimana yang ia maksud adalah kamar mandi. Tak lupa membaca doa sebelum memasuki kamar mandi, pria itu melangkahkan kaki kiri lalu lebih dulu untuk memasuki kawasan tersebut.

Selama ia berada ditempat itu, tak sengaja indera pendengarannya mendengar suara wanita yang bersenandung. Ingin beristighfarpun salah, pria itu keluar dari toilet, mencoba membuktikan apa telinganya salah atau benar.

Ia mencoba menenangkan diri, mengingat kamar mandi memang tempat yang digemari syaiton. Husnudzon saja, mungkin penunggu kamar mandi tengah bernyanyi. Tapi mana mungkin setan bisa dangdutan kan?

Setelah mengambil air wudhu, ia mulai memakai kembali peci hitam yang sempat ia lepas. Membaca doa setelah wudhu lalu melangkahkan kaki, memutar balik tubuhnya.

Alangkah terperanjatnya pria itu saat mendapati wanita dengan gamis hitam keluar dari salah satu toilet. Alshad yang berada ditempat wudhu langsung beristighfar. Sedangkan Asma sendiri sudah melototkan mata.

"LO!" teriak Asma menggelegar.

Alshad panik, ia takut siapapun yang melihat mereka jadi salah paham. Tangan Alshad terulur memberi isyarat agar gadis itu terdiam. Telat sudah, Asma lebih memilih berteriak dan memaki dirinya.

AKU, KAMU, DIA DAN PILIHAN TUHAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang