05. PERASAAN ZIDAN

201 57 19
                                    

HAPPY READING

▪︎🦋▪︎

"Dipaksakan berpisah yang padahal sama sekali belum pernah bersatu."

▪︎🦋▪︎

Ayah Hairul melirik putri bungsunya yang nampak baik-baik saja. Wajahnya ceria dengan senyuman yang teramat indah seperti tidak ada masalah besar yang terjadi kemarin.

"Berangkat diantar ayah, Asma?" tanya Hairul.

Asma menoleh lalu menggeleng. "Nggak, yah. Asma sudah ditunggu Zidan didepan," sahutnya.

Ibu Fathia yang datang membawa sarapan berupa segelas susu dan sandwich langsung berkacang pinggang setelah meletakkan makanan dan minuman tersebut diatas meja makan.

"Masih mau mengulang kesalahan yang sama, Asma?" sindir ibu Fathia.

Gadis berseragam SMA itu menyengir. "Nggak bu. Lagian Zidan itu ketua osis. Dia bisa jadi pemimpin yang baik buat Asma. Ehm, Zidan sudah cocok belum buat imam untuk Asma?" gurau Asma mengedipkan mata kearah ibu dan ayahnya.

Ayah Hairul menggeleng tegas. "Ayah tidak menerima menantu tetangga sebelah. Cari sejauh mungkin Asma. Jangan yang dekat-dekat."

"Kalau ada yang dekat, kenapa harus yang jauh. Hemat bahan bakar, yah. Sekarang semuanya serba naik. Emosi ayah juga suka naik 'kan?"

Kala itu juga ayah Hairul mendatarkan wajah. Asma yang melihat hal tersebut langsung terkekeh, berlanjut tertawa dan mulai menyalimi tangan kedua orang tuanya.

"Yasudah, Asma berangkat dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Hati-hati, Asma. Bilangin ke Zidan jangan ngebut," peringat ibunya sebelum Asma hilang tertelan pintu.

▪︎🦋▪︎

"Dipukul, dicubit atau diguyur?" tanya seseorang berteriak sembari tertawa keras.

Asma yang menjadi penumpang dibelakang mengeram kesal. Tangannya terulur mencubit pinggang Zidan. "Lo ngetawain gue ya, Dan? Tega banget lo!"

Lagi-lagi tawa puas dari Zidan terdengar. "Itu salah lo, Asma. Berapa kali sudah gue bilangin, jangan bolos sayang," ucapnya membuat seseorang dibelakangnya terdiam.

Darah berdesir hebat mengaliri wajahnya. Bersemu merah dengan pipi yang mengembung. Diam-diam Zidan mengintip Asma lewat spion motornya.

"Cie blushing. Bercanda doang," ucap Zidan lagi membuat Asma kesal setengah mati.

"Lain kali jangan suka bercandain perasaan orang, Idan. Gak baik." Kini suara Asma terdengar tidak mengegas.

Dari spion, Zidan memperhatikan wajah Asma yang mulai murung. Segaris senyum terbit dibibirnya. "Memangnya kenapa? Lo baper, hm?" tanya Zidan usil.

Secepat kilat Asma berteriak. "NGGAK!"

Zidan manggut-manggut. "Kirain baper. Padahal gue senang kalau lo baper," lirih pria itu pelan.

AKU, KAMU, DIA DAN PILIHAN TUHAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang