.
.
.
.
.
Ares menatap banyak nya orang yang berjalan di stasiun, kereta yang dia naikin sampai jam lima pagi tadi. Sekarang sudah jam enam tapi Ares sama sekali tidak memiliki niat untuk beranjak dari kursi tunggu.Ares mendadak merasa ragu, takut jika nyatanya dia tidak akan di terima dirumah sang ayah. Pemuda itu menghela nafas panjang, mencoba mengenyahkan perasaan ragu nya.
Drrttt
Drrttt
Ddrrtt
"Iya." Ares akhirnya menerima panggilan dari sang ayah setelah beberapa kali dia abaikan.
"Sudah sampai mana?"
"Jakarta." jawaban Ares tentu saja membuat Langit terkejut. Tapi Ares tidak peduli, karena sebenarnya pemuda itu sudah mengatakan jika kereta dari jogja akan sampai di jakarta pukul lima pagi.
"Dari kapan? Ayah jemput sekarang ya?"
"Gak perlu, kirim saja alamatnya. Saya akan kesana sendiri." Ares mendengar helaan nafas dengan jelas dari sang ayah.
"Ayah kirim lewat chat ya, naik taxi saja. Ayah tunggu di rumah."
"Ya." setelah mengatakan hal itu, Ares segera menggeret kopernya keluar dari stasiun. Mencari taxi yang bisa membawa nya ke alamat yang akan dia tuju.
Ares menggigit roti yang sempat di belinya sebelum mencari taxi tadi, dia harus sarapan apapun yang terjadi, jika tidak dia akan tumbang.
"Kamu bukan orang jakarta ya?" Ares menatap ke arah supir taxi yang tersenyum ramah padanya.
"Bukan pak, saya dari jogja." supir taxi itu mengangguk paham.
"Pertama kalinya ke jakarta?" Ares memberi anggukan.
"Hati-hati ya nak kalau kamu pergi-pergi naik taxi, lebih baik gunakan aplikasi online aja biar lebih aman." lagi-lagi Ares mengangguk.
"Iya pak."
.
.
.
.
.
Langit menghela nafas saat melihat istri dan ketujuh putranya tengah bersiap sarapan."Papa ngapain berdiri di situ?" Langit tersenyum saat Alden menyadari kehadirannya dan bertanya.
"Gak papa Den, ayo sarapan dulu." Langit memilih duduk di kursinya dan menunggu sang istri selesai menyiapkan semua nya.
"Sudah, ayo sarapan."
Sarapan keluarga Fazwan pagi itu berlangsung tenang seperti biasanya, terdengar obrolan ringan yang mereka lakukan. Langit yang senantiasa selalu menanyakan bagaimana hari anak-anak nya atau sekolah anaknya, minggu pagi yang terasa menyenangkan.
"Setelah ini papa tunggu di ruang keluarga, papa mau bicara." seketika suasan ruang makan menjadi hening. Mau seberani apapun mereka dan sesabar apapun Langit, mereka tetap saja akan merasa takut pada Langit.
Setelah membantu Mega membereskan bekas makan mereka, kini ketujuh pemuda itu sudah duduk manis di ruang keluarga, menatap ke arah sang ayah yang masih senantiasa diam.
"Papa ada apa?" Alta selaku yang tertua memutuskan bertanya, mewakili pertanyaan adik-adiknya.
"Ares akan datang hari ini, jadi papa mohon tolong sopan lah pada dia." Alden, Leo, Rion, Hadar juga Rius menatap bingung pada Langit. Ya tentu saja Igel yang jelas mengetahui semuanya.
"Kenapa kami harus sopan? Harusnya dia yang sopan sama kami." Langit baru saja akan menyanggah ucapan Leo sebelum Mega memberikan gelengan.
"Leo, sayang mama kan?" Leo mengangguk, begitu juga anak-anak yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation (Sudah Terbit)
FanfictionAntares tidak menyangka bahwa kehilangan sang bunda akan membawanya pada duka yang mendalam. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi tepat di depan matanya membuat Antares kehilangan cahaya hidup nya. Antares tidak pernah mengenal siapa ayahnya, karena...