28. Igel tahu

4K 476 26
                                    


.
.
.
.
.
Igel tetap memaksa untuk berada di rumah sakit meskipun Ares memintanya pulang dengan yang lain, pemuda itu tetap duduk di sebelah Ares dengan tangan yang menggengam tangan Ares yang tengah terlelap.

Alta juga terpaksa meninggalkan Igel dan Ares berdua karena keinginan Ares sendiri, pemuda mungil itu tidak ingin mereka semua kelelahan katanya.

"Hah..!!" Igel langsung tersentak saat Ares tiba-tiba terbangun.

"Bang Ares, gak apa? Mimpi buruk?" Ares melihat ke arah Igel dan mengangguk, bahkan tanpa sadar air mata Ares telah menetes.

"Soal kecelakaan bunda?" Ares mengangguk, air matanya bukannya berhenti, justru mengalir semakin deras. Igel tidak masalah jika Ares ingin menangis, namun yang membuat Igel takut adalah nafas Ares kembali sesak. Igel mengelus tangan Ares lembut.

"Jangan sedih bang, bang Ares sekarang punya enam adik dan satu kakak. Abang gak akan sendirian."
.
.
.
.
.
Ares sudah menduga, cepat atau lambat dirinya akan kembali di hubungi sang ayah. Kali ini Ares tidak akan lagi bertanya apa salah nya pada Langit, pasti karena dirinya sakit.

Klik

"Halo?"

"Antares, kamu tidak pernah mengerti ucapan ayah ya?!"

"M-maaf ayah." Ares mencoba menjawab meskipun jantungnya sudah hampir turun ke lambung.

"AYAH TIDAK BUTUH MAAF KAMU ARES?!"

"MAU SAMPAI KAPAN KAMU MEREPOTKAN  ANAK-ANAK SAYA? SAYA GAK MAU TAU KAMU SAKIT APA ATAU TERLUKA KARENA APA, AYAH GAK PEDULI ANTARES. YANG AYAH MAU KAMU JAGAIN ANAK-ANAK AYAH, DAN JANGAN MEREPOTKAN MEREKA, DASAR TIDAK BERGUNA!!"

Ares kembali terpaku saat mendengar hal itu, lagi-lagi Langit tidak menganggapnya anak. Bagi Langit kehadiran Ares tidak berguna, sama seperti saat ini.
.
.
.
.
.
Igel sedang ada di kantin rumah sakit saat Rian masuk ke kamar Ares, pemuda mungil itu cukup terkejut saat melihat Rian. Ini pertama kalinya dia melihat Rian dengan sadar, bahkan yang sebelumnya Ares hanya bisa fokus pada rasa sakitnya.

"Ares." Ares menggigit bibir bawahnya melihat Rian.

"Om Rian." Rian tersenyum, sebelum kemudian memeluk tubuh mungil Ares.

"Ares ingar janji sama om ya?" Ares mencengkeram bagian belakang sneli yang dikenakan Rian.

"Maafin Ares om, maaf Ares sempat punya pikiran buat nyerah dan nyusul bunda. Maaf kalau Ares sempat berhenti minum obat." Rian mengelus kepala Ares.

"Ares dengerin om, kondisi kamu saat ini udah buruk. Mau ya ikut kemo? Kalau kamu gak mau ngelakuin itu buat om, lakukan buat saudara-saudara kamu, mereka sayang kamu loh." Ares menunduk dan kembali fokus pada tangis nya.

"Om Rian, Ares capek. Ares capek harus minum obat setiap hari om, kangen bunda." Rian mengeratkan pelukannya pada Ares.

"Nak, jangan capek. Ares kalau capek, om Rian pasti sediakan tempat, tapi Ares harus bangun lagi. Tapi jangan pernah berhenti nak."

"Mungkin sekarang kondisi kamu memang buruk, dengan sel kanker yang tersebar, tapi masih ada kesempatan sembuh nak. Ayo ikut kemo ya?"
.
.
.
.
.
Igel mematung di depan kamar rawat Ares, dia baru saja kembali dari kantin. Tapi telingan nya menangkap dengan jelas obrolan dokter Rian dengan Ares, pemuda itu tidak menyangka jika abang nya itu tidak baik-baik saja.

Igel bingung, bagaimana bisa Ares menyembunyikan kondisinya dari mereka semua. Apa Langit, sang papa juga tidak mengetahui hal ini? Atau Langit sebenarnya tahu tapi tidak peduli.

Cklek

"Kamu sudah kambali?" Igel mendongak, menatap seorang dokter seusia Langit di hadapannya.

"Dokter, apa yang baru saja saya dengar itu benar?" Rian menatap lekat pada Igel.

"Soal apa?"

"Bang Ares. Apa bang Ares benar-benar sakit kanker?" Rian terdiam, ternyata pemuda dihadapannya itu telah kembali untuk waktu yang lumayan lama.

"Bisa kamu jaga rahasia?" Igel langsung mengangguk tanpa ragu, hal itu membuat Rian tersenyum.

"Duduk sini, kamu pasti mau tau banyak soal Ares kan?" Igel mengikuti Rian yang duduk di kursi tunggu depan kamar Ares.

"Apa yang ingin kamu tahu?"

"Dokter kenal bang Ares sejak lama?" Rian mengangguk.

"Sejak Ares masih bayi merah. Saya yang mengadzani anak itu saat lahir karena permintaan ibunya." Igel terpaku.

"L-lalu hubungan dokter dengan bang Ares apa?" Rian tersenyum tipis.

"Saya menganggap Ares seperti anak saya sendiri, terutama saat anak saya meminta menjadikan Ares adiknya, tapi itu tidak pernah terlaksana karena istri dan anak saya meninggal karena sakit." Igel cukup terkejut mendengar hal itu.

"D-dokter, maaf." Rian menggeleng.

"Tidak masalah itu sudah lama. Seperti yang kamu tahu, Ares memang sakit." Igel meremat tamangannya sendiri saat mendengar Rian mengatakan itu.

"Sejak kecil Ares tidak pernah benar-benar sehat, melihat Ares bisa tumbuh hingga sekarang adalah hal yang membahagiakan bagi saya mau pun bundanya."

"Saya ingat saat pertama kali saya bertemu Indah yang ternyata adalah tetangga baru keluarga saya, saat itu istri saya menceritakan semua. Maklum para ibu-ibu. Istri saya juga mengatakan jika sejak awal kandungan Indah tidak boleh tumbuh, karena akan membahayakan sang ibu. Tapi Indah sangat ingin putra nya lahir, jadi dia berjuang sendiri soal itu." Igel masih terdiam mendengar hal itu.

"Ares terlahir prematur, usia kandungan delapan bulan. Dengan berat badan yang kecil dan paru-paru yang belum sempurna. Ares bahkan harus tinggal di rumah sakit hingga usianya empat tahun, karena paru-parunya yang belum terlalu kuat." Igel meneteskan air matanya saat mendengar itu.

"Indah adalah sosok wanita yang kuat nak, hati nya sangat tulus. Indah bahkan selalu mengingatkan Ares agar tidak pernah membenci orang-orang yang jahat padanya, tidak membenci ayahnya. Dan Ares memang mewarisi sifat Indah yang itu, tapi jika kamu mau tahu, jangan pernah buat Ares kecewa. Karena sekali saja Ares kecewa makan anak itu tidak akan mau memaafkan nak." Igel mengangguk kecil.

"Dokter, sejak kapan bang Ares sakit?" Rian kembali mengingat tentang hari itu, hari dimana vonis di berikan pada Ares dan membuat Indah menangis.

"Tujuh tahun lalu, Ares pingsan di sekolah dan dilarikan ke rumah sakit. Saya melihat kehancuran seorang ibu yang harus menerima jika putra yang diaperjuangkan seorang diri harus mengidap penyakit mematikan." Igel menggigit bibir bawahnya menahan tangis.

"Ares berjuang untuk sembuh selama bertahun-tahun hanya untuk sang bunda, Ares tidak pernah suka melihat bundanya menngis sedih. Meskipun nyatanya Indah akan selalu menangis saat Ares drop dan berakhir di ruang icu dengan banyak alat penunjang kehidupan." tangis Igel pecah, dia tidak bisa lagi mendengar perjuangan Ares melawan penyakitnya.

"Jangan menangis, Ares mengatakan pada saya jika dia menyanyangi kalian." bukannya berhenti tangis Igel justru semakin kencang.

"Jangan menangis nak, Ares tidak akan suka melihat adiknya menangis seperti ini. Masuk dan temani Ares, jangan biarkan Ares sendirian. Kondisinya sedang naik turun, akan sangat berbahaya jika dia sendirian." Igel mengangguk dan segera bangkit.

"Dokter terima kasih, terima kasih karena menceritakan banyak hal tentang bang Ares."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat pagi...
Siap buat menghujat Langit?
Tau gak, aku baru sadar satu hal...
Kalau ternyata selain nasib nya Ares di sini sama rumah bintang yang sama...
Nasib ibu nya juga sama, di khianati sam suaminya...
Mana nama suaminya sma2 Langit...
Lanjut?

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

-Moon-

Constellation (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang