.
.
.
.
.
Alta beberapa kali mencuri lihat pada Ares yang tengah menyetir, Alta kembali melihat wajah pucat Ares hari ini, sama seperti saat itu."Kamu sakit?" Ares menoleh pada Alta saat mobilnya berhenti di lampu merah, Ares menggeleng.
"Gak Ta, kenapa?" Alta menatap lekat pada Ares.
"Kamu pucat, nanti sampai rumah langsung istirahat aja. Aku gak mau di marahin papa kalau kamu sakit." Ares terdiam, Alta memberinya perhatian hanya agar Langit tidak marah padanya. Padahal jika dia mengatakan Ares sakit pun, Alta tidak akan pernah mendapat hukuman.
"Saya gak papa." Alta mengedikan bahunya acuh. Yang penting dia sudah memperlihatkan rasa peduli nya.
Kedua nya saling diam selama lima belas menit, sebelum Ares kembali membuka suara.
"Ta, kamu bisa nyetir?" Alta mengernyit saat mendengar pertanyaan Ares yang tiba-tiba, bahkan pemuda itu sudah menepikan mobilnya.
"Bisa, ada apa?" Ares ingin menggenggam erat kemudi lebih lama tapi rasa sakit di kepalanya tidak bisa dia tahan lagi.
"Bisa gantiin nyetir, kepala saya sakit, saya gak mau bikin kamu celaka." Alta menghela nafas panjang dan memasang wajah malas, tapi jika di lihat dari wajah Ares yang bertambah pucat, tidak mungkin pemuda mungil itu berbohong.
"Ya udah, kamu pindah sini. Biar aku yang muter." Alta dengan cepat keluar dari mobil, dan membiarkan Ares pindah ke kursi sebelah. Begitu Alta masuk dan duduk di bangku kemudi, pemuda itu beberapa kali menggelengkan kepalanya sambil terpejam.
Ares menyembunyikan kepalan tangan nya di balik jaketnya, pemuda itu tidak ingin Alta tahu tentang diri nya.
Alta juga hanya diam meskipun pemuda tinggi itu tau pasti jika Ares tengah kesakitan, di lihat dari alis Ares yang menukik meskipun Ares tengah terpejam.
Mobil Ares berhenti di depan rumah, Alta berhasil membawa mobil itu pulang dengan selamat.
"Ares, udah sampai. Bangun terus istirahat di kamar kamu sana, dasar ngerepotin." Ares tentu saja mendengar ucapan Alta sebelum pemuda itu turun dari mobil.
"Ngerepotin ya? Ck harusnya tadi aku gak minta dia gantian nyetir." Ares kembali mengepalkan tangannya, menyesali keputusannya meminta Alta menggantikannya.
"Aku janji ini terakhir aku ngerepotin kamu Ta, gak akan ada selanjutnya."
.
.
.
.
.
Ares menghela nafas berat saat masuk kekamarnya, niatnya dia ingin langsung istirahat. Tapi begitu masuk ke kamarnya, semua berantakan. Ares tau ini pasti ulah anak-anak ayahnya, Ares sekarang tidak bisa lagi menyebut mereka saudara, lebih tepatnya Ares tidak mau. Alta menyebutnya merepotkan tadi, padahal hanya menggantikan Ares menyetir sepuluh menit."Sabar Ares, kamu cuma numpang disini." Ares menggelengkan kembali kepalanya guna mengusir rasa pening, sebelum mulai membereskan kamarnya. Dia cukup sadar diri untuk tidak lagi berharap akan perhatian sang ayah, kehadirannya tertutup oleh bintang-bintang kesayangan sang ayah.
Ares beberapa kali harus menumpuhkan tangannya pada dinding, berharap dia tidak pingsan saat ini juga. Kamarnya baru saja selesai dia rapikan kembali, dan itu membuat Ares bernafas lega.
"Masih sebulan Res, masih ada lima bulan lagi." Ares menyandarkan tubuhnya pada dinding dan membiarkan tubuhnya meluruh jatuh.
"Ugh...sakit..." Ares kembali merintih pelan sambil mengepalkan tangannya saat tubuhnya ikut kembali terasa sakit.
Ares dengan cepat merogoh sakunya dan mengeluarkan tabung obat nya, mengambil dua butir dan meminumnya. Tidak peduli jika dia hanya makan bubur ayam yang di bawakan Rasen tadi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation (Sudah Terbit)
FanfictionAntares tidak menyangka bahwa kehilangan sang bunda akan membawanya pada duka yang mendalam. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi tepat di depan matanya membuat Antares kehilangan cahaya hidup nya. Antares tidak pernah mengenal siapa ayahnya, karena...