.
.
.
.
.
Ares selalu bangun lebih dulu di banding yang lain, membantu Mega menyiapkan sarapan bersama Igel. Tidak ada perkembangan berarti dari hubungan dengan saudara-saudara barunya, masih tetap diam.Ares cukup sadar diri untuk tidak menganggu saudara-saudara nya, karena dia sendiri tahu jika mereka belum menerima dirinya di rumah itu.
"Alta kamu ada kuliah pagi kan?" Alta menoleh pada Langit dan mengangguk.
"Hari ini kalian berangkat bersama ya?" Alta langsung melirik Ares dan mengangguk, sedangkan Ares hanya bisa mengikuti apapun ucapan Langit.
"Ares kamu bisa nyetir mobil?" kali ini Ares mengangguk, hal itu membuat Langit tersenyum puas.
"Bagus, ini. Kamu yang menyetir, hati-hati." Ares hanya bisa diam saat menerima kunci mobil dari Langit. Semua anak-anak itu memiliki mobil dan motor pribadi, tapi demi keamanan mereka memilih membiarkan Leo atau Alden yang menyetir, sedangkan untuk Alta, Langit jarang mengijinkan nya menyetir sendiri.
"Pastikan kamu berangkat dan pulang bersama Alta, Res. Jaga Alta." Ares hanya bisa mengangguk, meskipun dia cukup bingung kenapa Langit memintanya menjaga Alta.
"Pa, ma, mas Alta kita berangkat." Leo berpamitan lebih dulu dan disusul oleh yang lain. Sejak awal Leo, Hadar dan Rion tidak akan berpamitan pada Ares.
"Bang Ares kita berangkat." hanya Alden, Igel dan Rius yang akan berpamitan pada Ares.
"Hati-hati." Alta melirik Ares yang membalas ucapan Alden pelan.
"Alta, kamu sudah menyimpan nomor Ares?" Alta menggeleng mendengar pertanyaan mamanya, pemuda itu kemudian menyodorkan ponselnya pada Ares.
Ares yang melihat itu segera menerima dan mengetikan nomor ponselnya pada ponsel Alta, sedangkan Ares sendiri sudah menyimpan nomor ponsel semua penghuni rumah. Tentu saja itu ulah Alden saat mereka keluar waktu itu.
"Sudah." Alta mengangguk dan menyimpan kembali ponselnya sebelum meneruskan sarapannya.
"Ares, masakan mama gak enak ya?" pertanyaan Mega jelas langsung membuat Langit dan Alta menatap ke arah Ares, tidak ada yang salah dengan pemuda itu kecuali porsi makanan yang ada di piring nya.
"Enak."
"Mau mama masakin yang lain?" Ares menggeleng, sebelum netranya bertemu dengan Langit juga Alta yang tengah memandangnya.
"Kalau kamu gak cocok sama masakan mama bilang Res, dari pada kamu makan cuma sedikit." Ares menunduk, merasa bersalah saat mendengar ucapan Langit, juga menyadari tatapan tajam Alta.
"Bukan gak cocok yah, tapi saya memang gak bisa makan banyak, maaf. Tapi ini memang porsi makan saya." baik Mega, Langit maupun Alta terkejut dan terdiam mendengar jawaban Ares. Jadi itu alasan pemuda mungil itu hanya makan dalam porsi kecil sejak datang kerumah.
"Kamu makan hanya segitu?" Ares kembali mengangguk.
"Ares, coba makan lebih banyak lagi nanti. Ayah gak mau lihat kamu kurus!" lagi-lagi Ares hanya mengangguk.
"Ya sudah habiskan sarapan kalian, papa berangkat dulu." Alta dan Ares mengangguk, sedangkan Mega mengantar Langit hingga keluar.
"Aku mau siap-siap dulu." Ares menatap Alta yang suah beranjak dari ruang makan. Melihat itu Ares memilih membereskan bekas makan mereka, meletakan nya di wastafel dan mencucinya.
"Ares, udah tinggalin biar mama aja. Sana kamu siap-siap." Ares cukup terkejut mendengar seruan Mega, hal itu membuat tangannya sedikit gemetar.
"Ares?" Ares menoleh setelah berhasil menetralkan keterkejutannya.
"Tapi ma-" Mega menggeleng.
"Sana siap-siap, jakarta macet." Ares dengan terpaksa menuruti ucapan Mega. Pemuda itu pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap.
"Ares mana ma?" Mega yang baru saja selesai mencuci piring tersenyum saat melihat Alta.
"Mama suruh siap-siap, kamu tunggu di ruang keluarga aja." Alta mengangguk.
"Alta, jangan terlalu benci ke Ares, dia gak salah."
.
.
.
.
.
Ini kali pertama Ares berinteraksi dengan Alta, berada di mobil yang sama dengan Alta yang menujukan jalan ke kampus mereka."Aku dari fakultas bisnis, kalau kamu selesai lebih dulu kamu bisa tunggu aku di kantin fakultas bisnis." Ares melirik Alta dan mengangguk, mobil mereka sudah berada di parkiran kampus. Ares sengaja menuruti Alta untuk mencari parkiran di dekat fakultas bisnis.
"Aku duluan, nanti kalau kelas ku selesai lebih dulu aku bakal kirim pesan." Ares kembali mengangguk.
"Iya, hati-hati Ta."
Ares masih diam saat Alta keluar dari mobil dan masuk ke gedung fakultas bisnis. Pemuda mungil itu mengeluarkan ponselnya untuk melihat chat dari sahabatnya, dan mengatakan bahwa dia sudah ada di parkiran fakultas bisnis.
Ares memutuskan keluar dari mobil, hal itu tentu saja membuat Ares menjadi pusat perhatian. Terutama banyak dari mahasiswa atau mahasiswi itu melihat Alta keluar dari mobil yang sama.
"ANTARES!" Ares menoleh dan memejamkan matanya saat mengetahui siapa yang baru saja berteriak memanggilnya.
Grep
"Huaaaaa, gue gak nyangka bakal ketemu lagi sama lo disini! Kangen gak lo sama gue?" Ares melepaskan pelukan pemuda cerewet itu.
"Gak, mana ada aku kangen sama kamu." pemuda yang tadinya ceria itu langsung merengut kesal.
"Ares kok makin ngeselin, laporin Daffa nih!" Ares mengedikan bahunya.
"Laporin aja, paling kamu di ketawain." Ares tersenyum saat melihat wajah kesal temannya.
"Ares ngeselin!" Ares tertawa kecil, dan itu berhasil membuat orang itu ikut tersenyum.
"Mau sampai kapan kamu berdiri di sana Rasen, anterin aku ke fakultas seni!" pemuda bernama Rasen itu segera menghampiri Ares dan kembali merangkulnya.
"Daffa pasti iri aku satu fakultas sama kamu sekarang." Ares tersenyum.
"Aku lebih nyaman denger kamu ngomong gini dari pada kayak tadi Sen." Rasen mengangguk, dia paham kenapa Ares berkata seperti itu.
"Oke karena ada Ares disini sekarang, aku bakal balik ngomong gini hehe." Ares hanya menggelengkan kepalanya. Kedua nya bahkan tidak menyadari jika Alta tengah menatap mereka dari dalam gedung fakultas seni.
"Itu siapa Ta, gue liat dia keluar dari mobil yang sama kayak lo tadi." Alta menoleh dan menatap Lino sahabatnya.
"Anak papa yang aku ceritain dua hari lalu." Lino terkejut mendengar jawaban Alta.
"Gue kira anak papa lo itu di bawah Rius, tapi ternyata seusia lo?!" Alta mengangguk.
"Dia keliatan baik Ta." Alta mengedikan bahunya dan memilih berjalan ke arah kelasnya.
"Dua hari ini sih iya, gak tau kedepannya. Dia pendiem, hampir gak pernah ngomong kalau dirumah." Lino mengangguk paham, Alta tidak akan menilai seseorang dengan cepat, paling tidak dia butuh beberapa bulan atau orang itu melakukan sesuatu yang berharga untuk Alta, baru Alta akan mengatakan orang itu baik.
"Jadi diantara lo sama dia, siapa kakak nya?" Alta menoleh sekilas.
"Aku, dia lebih muda tujuh bulan ternyata." Lino mengernyit bingung.
"Oh oke, jadi lo punya adik baru." Alta mengangguk. Lino tidak mungkin mengungkap kecurigaannya pada Alta tantang Ares.
"Siapa namanya Ta? Gak mau di kenalin ke gue gitu, biar gue bisa nilai dia baik atau gak." Alta menghela nafas panjang.
"Nanti pulang kampus aku minta dia nunggu di kantin fakultas bisnis, kenalan aja disana."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation (Sudah Terbit)
FanfictionAntares tidak menyangka bahwa kehilangan sang bunda akan membawanya pada duka yang mendalam. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi tepat di depan matanya membuat Antares kehilangan cahaya hidup nya. Antares tidak pernah mengenal siapa ayahnya, karena...