27. Drop

4.9K 481 33
                                    


.
.
.
.
.
Kondisi Ares membuat Alta dan adik-adiknya khawatir, bahkan mereka memutuskan untuk menginap di kamar rawat Ares. Rius was-was, jika seperti ini semua saudaranya akan tahu tentang Ares.

"Bang Ares kenapa belum sadar juga? Abang capek banget ya?" Rius membuka matanya dan melirik ke arah Alden yang tengah duduk di kursi samping ranjang.

"Abang, cepet bangun ya. Jangan mau ikut bunda nya abang kalau ketemu, bilangin kalau Alden sayang sama abang." Rius menggigit bibir bawah nya, mendengar ucapan Alden seperti menyadari bahwa hidup Ares memang di ujung tanduk.

"Alden, kenapa belum tidur?" Rius kembali memejamkan matanya saat mendengar suara Leo.

"Gak bisa tidur Le, takut." Leo langsung menarik tubuh Alden masuk kedalam pelukannya.

"Bang Ares cuma capek, mungkin bang Ares butuh tidur lebih lama." Alden mengangguk di dalam dekapan Leo.

"Bang Ares pasti bangun kan Le?" Leo menunduk dan mengangguk saat melihat Alden menatap nya lekat.

"Iya besok pagi bang Ares pasti udah bangun, kata dokter tadi juga begitu kan?" kali ini Alden mengangguk kecil, namun diiringi oleh senyum lembut.

"Abang cepet sembuh, nanti kalau sembuh Alden buatin kue."
.
.
.
.
.
Rian menatap laporan kesehatan Ares yang baru saja dia terima, laki-laki berusia empat puluh tahun itu memejamkan matanya saat melihat hasil yang tertera.

"Baru tiga bulan kamu disini kenapa hasilnya udah begini Res?" Rian bergumam lirih.

"Apa yang harus om lakuin sekarang?" Rian membuka matanya dan kembali membaca hasil itu.

Kondisi Ares memburuk, jika tiga bulan lalu saat Ares terakhir kali check up setelah kepergian bundanya. Kanker itu masih bertahan di stadium dua, bahkan Rian sudah menyarankan Ares meminum obatnya setiap hari saat di jakarta. Tapi hasil tes saat ini seolah mengkhianati perjuangan Ares untuk sembuh, atau kah memang sebenarnya Ares ingin menyerah?

"Tolong jangan menyerah Res, om gak sanggup kalau harus kehilangan kamu juga."
.
.
.
.
.
Ares tidak terkejut saat mendapati dirinya di rumah sakit begitu dia membuka mata, karena memang saat dia merasakan sakit kemarin dia tengah berada di rumah sakit. Yang membuat Ares terkejut adalah kehadiran semua anak-anak sang ayah disana, bahkan Ares hanya mendapat gelengan dari Rius saat pemuda mungil itu menatap si bungsu.

"Bang Ares, ayo makan dulu." Ares menggeleng saat Alden ingin menyuapkan bubur pada Ares.

"Saya bisa makan sendiri Den, kenapa kamu gak sekolah?" Alden merengut lucu.

"Alden sekolah, tapi ijin telat. Nanti diantar mas Alta sekalian." Ares menghela nafas panjang.

"Jangan suka telat gak baik, nanti kalau udah lulus terus kerja kebiasaan itu bakal kebawa." Alden menunduk.

"Sana minta Alta anterin kamu ke sekolah, mumpung masih setengah tujuh ini." Alden mengangguk dan segera meraih tas nya.

"Abang gak apa Alden tinggal sendiri?" Ares mengangguk.

"Gak apa Den, lagi pula ada dokter dan perawat disini." Alden akhirnya pergi keluar kamar rawat Ares.

"Eungh...hah...hah..."

Dug

Dug

Ares memukul dadanya pelan begitu Alden sudah meninggalkan kamarnya, nafasnya sudah sesak sejak tadi, namun Ares menahannya di hadapan Alden.

Ares bersusah payah untuk menekan tombol di atas tempat tidur nya, karena dia tahu jika dia tetap seperti ini dia hanya akan semakin merepotkan adik-adiknya juga Alta.

Constellation (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang