.
.
.
.
.
Ares memaksa pulang, bahkan pemuda itu juga sempat mengancam Rian bahwa dia akan kembali bekerja jika tidak di perbolehkan pulang. Mendengar hal itu Alta dan yang lain akhirnya tahu jika yang bisa mengancam Ares agar berhenti dari pekerjaannya adalah dokter Rian.Rian berakhir menuruti kemauan Ares, terutama saat melihat sorot mata memohon penuh ketakutan dari Ares.
Dan sekarang disinilah Ares, berbaring di kamar nya sendiri dengan Hadar dan Alden yang mengapitnya. Ares agak kesal sebenarnya karena dia jadi terlihat sangat mungil di tengah-tengah dua tiang itu.
"Bang Ares, gak sesak kan?" Ares memberi gelengan.
"Bang Ares mau makan apa? Beli bakso yuk bang, mau gak?" mendengar kata bakso Ares akhirnya mengangguk.
"Tapi saya ikut." mendengar ucapan Ares, baik Hadar maupun Alden sontak melotot.
"Abang disini aja."
"Iya biar gue yang beliin, abang di sini aja sama kak Alden." Ares menghela nafas niatnya dia tidak ingin menitip atau di belikan, dia ingat jika Langit selalu mengatakan dirinya merepotkan.
"Udah kamu diem disini sama aku Res, biar Alden sama Hadar yang beli baksonya." Alden dan Hadar menoleh dan mengangguk pada Alta.
"Ya sudah." mendengar ucapan lirih Ares, Alden dan Hadar lansung bagun dari posisi nya. Keduanya menyempatkan diri mengecup pipi tirus Ares, yang mana membuat Ares mengerjap tidak percaya.
"Jangan ngelamun Res." Alta sedikit tertawa melihat Ares menyentuh kedua pipinya.
"Kenapa mereka harus cium pipi saya?" Alta benar-benar tertawa kali ini.
"Itu tandanya mereka sayang kamu." Ares mengedip lucu.
"Memang harus di cium?" Alta mengangguk.
"Saudara biasanya begitu, kamu ini gimana sih." Ares merengut tanpa sadar.
"Kan saya anak tunggal Ta, saya gak pernah punya saudara sebelum bertemu kalian. Teman saya juga modelnya macam Rasen."
.
.
.
.
.
Ares baru saja selesai memasak makan malam saat bel rumah mereka berbunyi, padahal saudara-saudaranya yang lain sudah melarang Ares memasak, terutama Leo yang sudah bersiap mengurung Ares di kamarnya agar tetap istirahat."Sebentar."
Cklek
Ares terkejut saat melihat sepasang suami istri yang menjadi tamu di rumah sang ayah, karena Ares yakin dia mengenal wanita yang juga terkejut di hadapannya. Wanita itu adalah Aminah, orang yang pernah Ares tolong beberapa hari lalu.
"Kamu Ares kan?" Ares mengangguk kecil, dia tidak tahu harus melakukan apa.
"Silakan masuk, saya panggilkan Alta dan yang lain dulu." begitu kedua tamu itu masuk, Ares langsung melesat naik ke lantai dua.
"Kamu kenal anak itu?" Aminah mengangguk saat mendengar pertanyaan suaminya.
"Anak yang aku ceritakan beberapa hari lalu, yang bantu aku mungutin belanjaan." sang suami terdiam.
"Kenapa dia ada di rumah Langit? Apa dia teman Alta?" Aminah menggeleng.
"Mungkin, tapi aku merasakan kerinduan saat melihat mata anak itu. Mata yang mengingatkan aku pada rasa bersalah." Pandu, sang suami hanya bisa mengelus punggung Aminah.
"OMAAA!!!" sepasang suami istri itu menoleh dan tersenyum saat mendengar pekikan Rion, Hadar dan Igel. Kembar tiga itu selalu saja heboh.
"Aduh cucu oma, apa kabar sayang?" Aminah tersenyum saat melihat semua cucunya datang.
"Baik oma, oma sama opa sendiri apa kabar? Kenapa lama gak main kesini?" Pandu menatap sebal pada Leo.
"Dasar cucu kurang ajar, harusnya kalian yang ke rumah opa sama oma. Kayak tinggal beda kota aja." Leo tertawa mendengar hal itu.
"Alta, sehat sayang?" Alta tersenyum dan mengangguk. Perlakuan lembut sang oma bau dia rasakan saat usianya sepuluh tahun, sebelumnya sang oma hanya akan menatapnya datar.
"Sehat oma."
"Oh iya, Ares teman kamu?" Alta terkejut saat mendengar nama Ares di sebut sang oma, hal itu membuat Alta mengedarkan pandangannya dan mencari keberadaan Ares, begitu juga yang lain.
"Bang Ares mana?"
"Sebentar ya oma cantik." Rius yang hafal dimana Ares berada langsung menuju halaman belakang. Dan benar saja Ares tengah duduk di bawah pohon mangga.
"Bang Ares!" Ares menoleh dan mengulas senyum tipis.
"Abang ayo masuk, kenapa abang malah diem disini." Ares menggeleng.
"Saya tidak ingin mengganggu Ri." Rius tidak suka dengan jawaban Ares.
"Gak ada yang namanya mengganggu bang, abang juga harus kenalan sama oma sama opa. Mereka orang tua papa, artinya mereka juga oma, opa nya abang." Rius menarik tangan Ares untuk berdiri dan masuk kedalam. Meskipun Rius paling muda, jangan lupa jika tenaga Rius jauh lebih besar di banding Ares.
"Itu mereka." Rius dan Ares mendengar ucapan lirih Alta. Pemuda tinggi itu tersenyum dan meminta Ares duduk di sebelahnya.
Aminah kembali tersenyum saat melihat Ares, begitu juga Pandu. Keduanya memang harus mengakui jika Ares memiliki mata yang mengingatkan mereka pada wanita pilihan mereka dulu.
"Oma, Opa. Seharusnya ini tugas papa memberitahu kalian, tapi karena mama sama papa belum pulang, jadi biar Alta yang bilang." Alta menangkap ekspresi bingung dari kedua kakek neneknya.
"Ares mereka oma dan opa, orang tua papa." setelah mengatakan itu Alta kembali menatap oma opanya.
"Oma, Opa. Ini Ares, anak papa." Pandu dan Aminah terkejut mendengar hal itu.
"Apa maksud kamu Alta?!" Aminah spontan menaikan nada suaranya, hal itu cukup membuat Ares terkejut dan membuat Leo menggenggam tangan Ares.
"Ares ini juga anak papa oma." Aminah terlihat marah mendengar hal itu.
"Kamu anak Langit dengan wanita yang mana? Berani sekali kamu datang ke rumah ini?!" Ares menunduk saat Aminah membentaknya.
"Oma!" Igel baru saja akan mengatakan semuanya saat ingat ucapan Ares malam itu.
"Kalian menerima dia? Bisa saja di menipu papa kalian dengan datang ke rumah ini dan mengaku jika dia anaknya!!"
"Kamu lahir dari pelacur mana sampai berani datang kerumah ini?!" Ares langsung mendongak saat mendengar ucapan Aminah.
"Kenapa kamu menatap saya?! Kamu kira saya akan merasa kasihan dan mengijinkan kamu untuk dekat dengan cucu-cucu saya?!" Aminah langsung memeluk tubuh Alta saat menyadari tubuh cucu nya itu gemetar, Aminah lupa jika Alta takut dengan bentakannya.
"Oma-" Leo berhenti berucap saat melihat gelengan dari Ares.
"Pergi dari sini, jangan pernah berani menginjakan kaki di rumah ini lagi!" Leo, Alden, Rius, Rion, Igel, Hadar dan Alta yang mendengar itu tampak tidak setuju.
"Oma gak bisa ngusir bang Ares gitu aja! Papa yang bawa bang Ares kesini, kenapa oma gak tunggu papa pulang dan jelasin semuanya ke oma?!" Aminah menatap Leo tidak percaya.
"Leo!"
"Gak ada yang boleh ngusir bang Ares dari sini!" Leo jelas terlihat tidak ingin mengalah, hal itu membuat Pandu membuka suara.
"Kalau begitu bawa dia pergi dari hadapan oma sama opa, kami tidak ingin melihat dia ada di hadapan oma dan opa selama kami ada di rumah ini menunggu papa kalian pulang."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Yuhuuuu...
Masih semangat?
Aku up lagi nih...
Mau kasih sedikit bocoran, beberapa chap kedepan bakal ada chapter yang full bikin mewek...
Bahkan buat aku yg nulis...
Lanjut?Selamat membaca dan semoga suka...
-Moon-
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation (Sudah Terbit)
FanfictionAntares tidak menyangka bahwa kehilangan sang bunda akan membawanya pada duka yang mendalam. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi tepat di depan matanya membuat Antares kehilangan cahaya hidup nya. Antares tidak pernah mengenal siapa ayahnya, karena...