06. Adaptasi

3.9K 463 10
                                    


.
.
.
.
.
Alden beberapa kali melirik ke arah Ares yang hanya diam, sejak mereka keluar rumah setelah makan malam tadi, Ares memang hanya diam.

"Bang, ke toko buku dulu?" Ares menoleh dan mengangguk. Alden ikut diam setelahnya, terlalu bingung untuk mengajak Ares berbicara.

Mobil Alden berhenti di parkiran sebuah mall, Alden sengaja mengajak Ares kemari karena perintah sang mama untuk sekalian mengajak Ares makan. Semua karena saat makan malam tadi Leo dan Hadar terus saja menyindir Ares tentang apa yang di makan pemuda itu.

"Bang, kalau abang mau beli yang lain bilang aja. Papa udah kasih uang nya." Ares hanya menatap pada Alden sebelum menjawab.

"Iya." Alden terkejut mendengar suara Ares, tidak menyangka jika Ares akan menjawab nya alih-alih menggunakan anggukan.

Toko buku adalah tempat pertama yang mereka datangi, Alden kira Ares akan mengambil buku-buku bisnis atau buku tentang apapun yang berkaitan tentang hal itu sama seperti Alta. Tapi yang Alden lihat Ares hanya mengambil buku tentang musik, juga buku sketsa.

"Bang, gak salah ambil buku?" Ares menoleh dan menggeleng. Pemuda itu kemudian menunjukan layar ponselnya pada Alden, ada pesan dari Langit yang mengirimkan list buku yang harus Ares beli.

"Saya dari jurusan seni." Alden cukup terkejut mendengar hal itu. Terlebih karena Langit juga mengiyakan.

"Siniin buku nya bang." Alden mengambil buku di tangan Ares dan meletakannya di keranjang, sebelum berlalu meninggalkan pemuda itu.

"Dia gak benci aku ya?"
.
.
.
.
.
Ares menatap lekat pada Alden yang tengah memakan burger nya, pemuda itu tanpa sadar justru menyeret Ares masuk ke restoran cepat saji untuk membeli burger.

"Pelan-pelan makannya." Alden langsung berhenti mengunyah sat mendengar suara Ares. Pemuda scorpio itu menunjuk sudut bibir nya sendiri guna memberitahu Alden.

"Bang Ares gak makan?" Ares menggeleng.

"Saya udah makan tadi." Alden mengernyit, seingat nya Ares hanya makan sedikit saat di rumah.

"Abang kan tadi cuma makan sedikit? Masakan mama gak cocok sama abang?" mendengar hal itu Ares tersenyum.

"Bukan gak cocok, tapi memang porsi makan saya segitu." Alden mengerjap, dia terlalu terkejut mendengar jawaban Ares.

"Itu tadi porsi makan abang?" Ares mengangguk.

"Dikit banget! Alden kira tadi abang makan sedikit karena denger omongannya Leo sama Hadar." Ares kali ini tertawa kecil, dan suara tawa Ares membuat Alden ikut tersenyum.

"Kenapa ketawa sih bang? Bang Ares gak marah sama Leo sama Hadar?" Ares justru menatap Alden lekat.

"Apa saya harus marah sama mereka? Mereka gak melakukan kesalahan kok." Alden tertegun, kenapa Ares sama sekali tidak tersinggung akan hal itu.

"Maafin Leo sama Hadar ya bang, mereka mungkin masih terlalu marah sama papa." Ares mengangguk kecil.

"Memang kamu gak marah?" kali ini Alden sepenuhnya terdiam.

"Saya tahu kalian semua marah dan tidak terima dengan kehadiran saya di rumah kalian, saya juga sudah menolak saat ayah datang ke rumah dan mengajak saya tinggal." Alden masih terdiam, tidak tahu harus mengatakan apa setelah mendengar hal itu.

"Jika bukan karena pesan bunda, saya pasti akan tetap bertahan di sana. Dengan atau tanpa kehadiran ayah." Alden merasakan kesedihan dari setiap ucapan Ares, tapi aneh nya Ares masih bisa tersenyum.

"Ayo pulang, nanti kamu di tunggu orang rumah." Alden mengangguk dan membalas senyum Ares.

"Bang Ares, mungkin untuk sekarang Alden gak bisa terang-terangan buat peduli sama abang, tapi kalau abang butuh sesuatu jangan sungkan buat bilang ke Alden." Ares hanya tersenyum.

"Makasih Alden."
.
.
.
.
.
Alden tau jika Leo marah karena dia menyanggupi untuk mengantar Ares ke toko buku, bahkan sebelum dia berangkat tadi Leo sudah terus-terusan mengomel padanya.

Saat ini pun Alden melihat Leo tengah duduk di ranjang miliknya begitu dia membuka pintu kamar.

"Ngapain Le?" Leo langsung menghampiri Alden dan memeriksa seluruh tubuh kembarannya itu.

"Lo gak papa kan? Dia gak ngapa-ngapain lo kan?" Alden mengernyit kemudian menggeleng.

"Dia gak ngapa-ngapain kok, lagian aku cuma nganter ke toko buku, terus mampir beli burger sekalian." Leo menghela nafas lega.

"Kalau dia macem-macem langsung bilang ke gue Den." Alden hanya bisa mengangguk, lagi pula dia tidak yakin Ares akan melakukan hal yang membahayakan.

"Ya udah sana lo istirahat, tidur. Capek kan lo habis keliling nganterin dia beli buku."

Begitu Leo keluar dari kamar Alden, pemuda itu menghela nafas kasar. Dia sangat tidak suka jika saudaranya ada di dekat Ares, terutama saat mengetahui apa yang dilakukan mama dan papa nya untuk Ares saat pemuda itu tengah pergi tadi.

"Dia harus tau tempat nya dirumah ini!"

Sedang di kamar Ares, pemuda itu terkejut saat melihat sebuah piano hitam berada disana. Padahal Ares sangat ingat jika tempat itu kosong sebelum dia pergi tadi.

"Apa ayah yang taruh piano di sini?" Ares mendekati piano itu dan menyentuhnya, tapi pemuda mungil itu tidak berani mencoba menekan tuts nya, takut mengganggu saudara-saudaranya.

"Tapi bagaimana bisa ayah tau kalau aku suka main piano?" Ares tentu saja ingat jika dia belum pernah bercerita tentang hobi nya, bahkan mungkin tentamg jurusan kuliah yang dia ambil pun, sang ayah tau dari sang bunda.

"Bunda udah nyiapin semuanya ya?" Ares menatap foto yang bunda yang terpajang rapi di atas nakas.

Ares memutuskan berbaring setelah membersihkan dirinya, tubuhnya masih cukup lelah karena memang dia hanya sempat istirahat tadi siang.

Tangan Ares membuka laci nakas dan mengambil tabung obat nya, menatap lekat tabung itu sebelum membukanya.

"Kalau bukan karena janji pada bunda, aku gak akan lagi minum ini."
.
.
.
.
.
Pagi ini Ares turun ke lantai satu pukul lima pagi, dan Ares yakin jika saudara-saudaranya belum ada yang turun.

"Ares? Kenapa udah bangun nak?" Ares mengulas senyum tipis saat menemukan Mega tengah bersiap memasak.

"Saya biasa bangun jam segini buat bantu bunda masak, ada yang bisa saya bantu?" Mega tersenyum sendu.

"Kamu mau bantu?" Ares mengangguk, bagaimana pun dia tinggal di sana sekarang, dan dia harus bisa beradaptasi.

"Kalau gitu, bantu mama cuci sayurannya ya." Ares mengangguk dan segera mencuci sayuran yang diberikan Mega.

"Pagi ma, ada yang bisa Igel bantu pagi ini?" Mega tersenyum saat melihat anak kesayangan masuk kedalam dapur.

"Kamu bantu mama potong ayam." Igel mengangguk semangat, dia bahkan tidak menyadari jika Ares ada disana.

"Ares, sayuran nya sudah?" barulah setelah mendengar ucapan sang mama, Igel menoleh. Dan benar saja dia menemukan Ares tengah berdiri di belakang mereka.

"Sejak kapan bang Ares disini?" Mega menggelengkan kepalanya saat mendengar pertanyaan Igel.

"Aduh kamu itu, udah-udah. Igel kamu mending ajak Ares ke belakang, hirup udara pagi itu sehat. Biar mama yang masak sendiri." Mega mendorong tubuh dua pemuda mungil itu bergantian.

"Ih mama!" meskipun menggerutu Igel tetap menuruti ucapan sang mama.

"Gue liat lo diem di bawah pohon kemarin bang." Ares terkejut saat mendengar pertanyaan Igel.

"Kemarin siang?" Igel mengangguk, pemuda itu beralih menatap Ares lekat.

"Beberapa orang mungkin gak akan bisa nerima lo disini, tapi gue gak begitu, selama lo gak nyelakain saudara-saudara gue, gue gak ada masalah sama lo." Ares hanya menatap punggung Igel yang berjalan mendahuluinya.

"Memang aku bisa melakukan apa?"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat pagi...
Constellation up nih...
Mau double atau triple??

Selamat membaca dan semoga suka...

See ya...

-Moon-

Constellation (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang