Nusa terus menggeleng kala Yesha menyodorkan sesendok bubur di depan mulutnya.
"Makan, dek. Semalem kamu muntah-muntah nanti tambah sakit perutnya."
"Enek Bunda. Mual. Nusa ga kuat."
Yesha menghela napas "Terus mau Nusa apa? Makan gamau tapi kalau ga makan ga sembuh-sembuh."
"Bunda jangan marah," ucap Nusa sambil beranjak memeluk Yesha yang kini duduk ditepi ranjang.
"Bunda ga marah Bunda cuma sayang sama kamu sayang," katanya sambil mengusap kepala Nusa.
Tanpa disadari Nusa justru kembali tertidur dipelukannya.
Yesha menyentuh permukaan wajah Fasa. Panas masih terasa bahkan lebih tinggi dari semalam.
"Dek kamu sebenernya sakit apa hn?"
Pintu terbuka, seorang Dokter masuk kedalam membawa beberapa injeksi.
"Gimana sudah bisa makan?"
Yesha menggeleng "Belum Dok."
"Saya periksa dulu ya."
Yesha hendak menidurkan Nusa namun Nusa malah melenguh dan mendusel dipelukan Yesha.
"Dek tidurnya di kasur aja, Dokter mau periksa."
"Gapapa kalau Nusa gak mau biar gini aja."
Dokter tersebut langsung membuka kancing baju Nusa, perawat yang dibelakangnya meletakan termometer ke ketiak Nusa sembari Dokter menempelkan stetoskop di area dadanya.
"Badannya panas ya nafasnya juga masih sesek. Sus nanti ambilin oksigen sama kasih antipiretik ya."
"Baik Dok."
"Mohon ya Nyonya, tolong bujum Nusa supaya makan agar obatnya bekerja dengan baik."
"Iya dok saya usahakan."
"Baiklah saya permisi."
Yesha menepuk punggung Nusa agarbia tidur dengan nyaman. Tubuhnya semakin kecil bahkan kini ia tak merasa keberatan sama sekali saat Nusa tertidur sempurna dipelukannya.
Yesha rindu satu tahun lalu dimana Nusa masih sehat sehatnya, pipinya gempal dan ceria.
Saat ia sedang menimang Nusa pintunya terbuka lagi. Kini Fasa yang masuk lengkap dengan seragam SMA nya.
"Nusa gimana Bun?"
"Masih kaya kemarin, Kak. Kakak kenapa ga ganti baju dulu?"
"Sekalian kotor Bun."
Fasa mendekat tangannya mengarah pada Nusa namun Yesha langsung menjauhkannya.
"Kamu belum cuci tangan. Jangan pegang-pegang adek!"
"Bun cuma meriksa aja dikit."
"Engga! Nanti demamnya makin parah gara-gara tangan kamu kotor."
"Ish iya iya ini Fasa cuci tangan."
Terpaksa Fasa jalan ke kamar mandi membersihkan tangannya. Kalau bukan demi Nusa, Fasa malas.
Yesha senang, ternyata Fasa perhatian dan menyanyangi Nusa.
"Udah nih Bun."
"Yaudah jagain Nusa ya, Bunda mau beli makan buat kita."
Nusa mulai dibaringkan lagi, ia tak rewel karena mungkin sudah terbawa dalam rasa kantuknya.
Yesha pergi dan Fasa mendekat.
"Lo kuat kan dek?" Tanyanya sambil menggenggam tangan Nusa.
"Dokter Hasan bilang lo udah terlambat sejak lama tapi lo masih mau berjuang kan? Buat gue, Bunda, temen-temen lo dan mungkin juga ayah."
Saat Fasa larut dalam kesedihan. Seorang perawat masuk.
Dia membawa tabung oksigen ukuran besar dan memasangkan maskernya. Menutupi wajah pucat sang adik.
Fasa iba, pasti Nusa sangat tidak nyaman sekarang. Saat mereka sudah pergi Fasa mengusap kepala sang adik.
"Tahan yaa.. jangan bandel. Gue bakal temenin lo terus sampe sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nusa dan Kehidupannya
أدب الهواةCerita ini hanya tentang seorang anak yang menerima takdirnya sebagai seorang yang kehadirannya tidak pernah diharapkan siapapun kecuali Bundan dan kedua sahabatnya. Full sicklit, angst.