15

692 66 25
                                    

Nusa bergerak gusar kala kepalanya dielus oleh Fasa. Ia membuka mata menyadari tempat asing dan rasa tak nyaman sekujur tubuh.

Ia baru ingat terakhir kali yang ia tahu adalah ketika Hasan mengguncang tubuhnya, memanggil namanya namun Nusa tak menjawab.

"Kakak.." ucapnya menatap Fasa yang mengelus lembut kepalanya.

"Akhirnya lo bangun."

Nusa menoleh ke kanan kiri. Tak ada siapapun selain Fasa disini. Tangannya terulur melepas masker oksigen yang memgganggu, menaruhnya dibawah dagu.

"P-pulang."

Fasa diam memandang Nusa kasihan. Bagaimana tidak? Bernafas saja masih sulit apalagi dengan kondisi tubuh yang ringkih seperti ini.

"Nanti. Lo masih parah," ucapnya sembari memasang kembali oksigen untuk Nusa.

Nusa menggeleng "Nusa gapapa.. hh... hh.." kini ia melepas kembali benda itu.

"Gapapa tapi ngos-ngosan," Fasa tak mau kalah, ia memasang Oksigen dan memegangnya agar tangan Nusa tidak usil "Diem. Kalau lo banyak tingkah gue pastiin lo ga bakal balik dari sini."

"Nusa sadar?" Tanya Hasan yang baru saja masuk.

Klinik dengan fasilitas rawat inap milik Hasan memang lengkap untuk perawatan tapi tentunya ini tak sekompleks rumah sakit. Hasan membuat klinik ini agar mudah di akses oleh warga lingkungannya.

Hasan mendekat menempelkan stetoskop dan termometer untuk Nusa.

"Demamnya masih ada tapi ga sepanas tadi. Di rawat dulu sampai besok biar tensi sama cairannya naik ya."

"Nusa mau pulang."

"Gak bisa sekarang Nusa. Oiya perut kamu terkena luka tusuk, dari tanda-tandanya kamu sering muntah ya? Muntah darah?"

Nusa menggeleng.

"Jangan bohong," kata Hasan. Ia menekan perut Nusa dan membuatnya meringis minta ampun.

"S-sakit om."

"Dugaan sementara ada kista di pankreas kamu. Harus segera lakukan pemeriksaan lanjutan. Nanti tolong antar adikmu ke rumah sakit untuk dirujuk disana. Bisa berbahaya jima dibiarkan."

Fasa mengerti. Ia mengangguk nurut. Kondisi perut Nusa yang sedikit membengkak dan keras memang terasa aneh dan ternyata benar saja ada yang tidak beres disana.

"Secepatnya. Kalau bisa sekarang kamu bawa ke rumah sakit."

"Nusa gamau. Kasih obat aja biar ga sakit."

"Kenapa gamau? Lo pengen sakit terus?"

"Bunda."

"Kenapa sama Bunda?"

"Nanti Bunda khawatir."

"Terus kalau lo tahan-tahan sendiri dia ga bakal khawatir? Lo ngotak dong Nu! Seminggu ini lo ga bilang kalau sakit tau-tau sekarang keadaan lo udah separah ini. Emang lo ga mikir kalau lo sakit yang repor siapa?"

Nusa ciut. Ia menunduk takut karena Fasa berbicara dengan nada tinggi.

"Maaf karena Nusa sakit-sakitan."

Nusa berbalik memunggungi Fasa.

"Lo ngambek?"

Nusa menggeleng padahal ia sudah menangis disana. Ia bukan hanya takut Yesha khawatir, namun ia juga takut jika nanti Yesha bersedih karena dirinya dan berujung pada Dior yang marah pada Nusa.

Fasa membalikkan tubuh Nusa dengan paksa.

"Lo udah gede. Ga pantes ngambek kaya gini."

Hasan menarik tangan Fasa yang mulai berlaku kasar "Lembut sama adikmu. Dia masih sakit."

Nusa dan KehidupannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang