Aku sedang memasukkan beberapa bahan pembuat kue ke dalam keranjang belanjaan saat Keefe tiba-tiba muncul di depanku. Troli belanjaannya telah penuh. Namun, dia masih mengambil beberapa bahan makanan di rak sisi kananku.
"Kamu sejak kapan di sini?" Tanyaku.
"Sejak tadi."
"Belanja bulanan?"
"Mama mau masak besar, katanya. Oiya lupa. Sekalian aku mau undang kamu ke rumah. Jadi, ada syukuran kelulusan adek aku, namanya Keeny. Sulit dipercaya, anak bandel itu akhirnya lulus kuliah." Keefe terkekeh. "Jadi, kamu dateng ya."
"Wah, selamat untuk Keeny." Keefe mengangguk. "Akan kuusahakan datang. Kapan acaranya?"
"Rencananya Sabtu malam." Keefe mengerutkan dahi. "Kamu udah ada rencana pergi bersama Darian?" tanyanya.
Aku diam sejenak, pura-pura berpikir, untuk mengerjainya. "Ya, aku bisa." Kataku akhirnya. Keefe senang mendengarnya.
"Tapi, kenapa kamu tidak nge-date bareng Darian. Aneh."
"Jadi, aku nge-date bareng Darian aja, nih?"
"Eh, jangan. Dateng ke syukuran Keeny aja. Keeny pasti seneng banget. Dia senang jika aku membawa teman cantik." Seketika, aku jadi salah tingkah. Tapi, aku yakin yang dimaksud Keefe itu Alika. Alika pasti datang dan dia cantik.
Tak lama kemudian, dari belakang Keefe muncul dua wanita. Yang satu jelas kutahu itu Alika, dan satunya lagi wanita paruh baya, yang kuyakin itu ibu Keefe.
"Pantesan lama banget mau ambil keju aja, ternyata ada Odel di sini." Kata Alika, yang kemudian tersenyum padaku.
"Ma. Ini Odel, teman Keefe. Yang pernah Keefe ceritain itu, suka ngerajut kayak nenek." Aku menyalaminya. Tangan mama Keefe lembut, lebih lembut dari tanganku.
"Nanti kalau ada waktu, tante juga mau diajarin ngerajut, ya Del."
"Tentu saja, tante."
"Oh iya, Del. Besok malam bisa kan, datang ke rumah untuk syukuran kelulusan adiknya Keefe?" Tanya mama Keefe.
"Iya, tante. Odel akan datang."
Alika tiba-tiba mendekat padaku dan berbisik, "Aku tidak sabar mendengar ceritamu dan Darian." Aku terkekeh.
Setelah perbincangan singkat, Keefe, Alika dan mamanya pun berlalu dari hadapanku untuk menuju kasir. Sebenarnya aku telah selesai dengan belanjaanku, namun saat ditawari untuk berjalan bersama ke kasir, aku berasalan masih ada barang yang ingin kubeli.
***
Sabtu malam datang dengan begitu cepat. Aku mengetuk pintu. Keefe membukanya untukku.
"Apa aku terlambat?" Tanyaku.
"Nggak." Keefe menggeleng. "Yuk masuk, semuanya sudah menunggu." Aku mengekor langkah Keefe.
Di ruang tengah, beberapa orang telah berkumpul. Ada Keefe, Alika, mama Keefe, seorang lelaki paruh baya dan yang paling muda kuyakin dia Keeny.
Keeny menghampiriku, tiba-tiba meraih lenganku..
"Kamu pasti mbak Odel." Dia lantas membawaku untuk duduk di sofa, kemudian yang lain menyusul. "Mulai sekarang, kamu favoritku." Aku hanya nyengir. Tidak tahu apa yang dimaksudnya. Semua orang tertawa melihat tingkah Keeny. Termasuk, pria paruh baya yang kemudian kutahu sebagai ayah kandung Keeny. Tapi, sepintas kulihat ada ketegangan di antara keduanya.
"Keen, kamu jangan macam-macam. Odel sudah punya pacar. Dasar playboy bau kencur." Keeny tidak memedulikannya. Kedua matanya kemudian tertuju pada paper bag yang kubawa.
"Ini buat kamu, Keen." Aku menyerahkan padanya. Keeny langsung membukanya.
Dia terlihat sumringah dan membentangkan sweater rajut itu di depannya. "Ini yang bikin mbak Odel sendiri?" Aku mengangguk.
Begitu antusiasnya, Keeny langsung mencobanya. Muat. Aku sudah khawatir tak akan muat di badannya. Aku tidak pernah melihat Keeny sebelumnya. Hanya saja, kata Keefe badan Keeny tak jauh beda darinya.
"Suka banget mbak. Thanks. Aku bakal sering pakai pasti."
"Terima kasih banyak ya, Del." Kata mama Keefe. Papanya pun tersenyum padaku. Dia tak banyak bicara.
Kami pun makan bersama setelahnya. Keeny duduk di sampingku. Dia memperlakukanku dengan baik. Mengambilkanku makan dan minum meski aku ingin melakukannya sendiri.
Papa Keeny pulang 30 menit kemudian. Melihat dinginnya tatapan Keeny pada papanya saat berpamitan, aku yakin keduanya memang tidak baik-baik saja.
Aku berpamitan pulang sekitar pukul 9 malam. Keeny selalu menahanku ketika aku ingin pulang lebih awal. Tapi, menghabiskan malam bersama Keefe, Keeny dan Alika cukup menyenangkan. Tentu, mereka tak lupa menginterogasiku mengenai aku dan Darian. Tanpa berat hati, aku menceritakan semuanya. Sebenarnya hanya sedikit karena ceritaku dan Darian masih berlangsung beberapa hari saja.
Keefe kemudian mengantarku pulang. Awalnya Keeny menawarkan diri, namun Keefe melarangnya.
"Kamu tidak boleh menyetir mobil untuk orang lain, Keen. Kamu suka kebut-kebutan." Kata Keefe melarangnya.
"Mas, Keeny sudah 24 tahun, lho. Keeny juga tahu harus berhati-hati saat mengantar orang." Sangkalnya. Tapi, Keefe tidak cukup diyakinkan olehnya.
"Bukannya aku ragu pada Keeny untuk mengantarmu pulang." Kata Keefe saat kami berada di jalan. "Pikiran Keeny sekarang pasti sedang kacau." Aku mendengarkan dengan saksama tanpa menyela sedikitpun.
"Kamu pasti melihat bagaimana Keeny dan papa tadi. Semuanya bermula dari perceraian mama dan papa saat Keeny masih SMP. Dia sangat terpukul dengan kejadian itu. Dia mulai membenci papa, apalagi saat itu kami salah paham jika penyebab perpisahan itu adalah perselingkuhan papa dengan rekan kerjanya. Tapi, itu tidak benar meskipun beberapa tahun kemudian papa menikah dengan wanita itu. Papa berani bersumpah dia tidak pernah melirik wanita mana pun saat bersama mama. Tapi, Keeny masih meyakini bahwa papa berselingkuh meski berulang kali aku dan mama menjelaskan padanya. Dan, seperti yang kamu lihat, hubungan mereka tidak pernah baik sejak itu."
"Aku mengerti. Itu pasti berat untuk Keeeny dan papamu." Kataku akhirnya.
"Ya, sangat berat. Aku berharap suatu hari nanti mereka bisa berbaikan."
"Aku juga berharap hal serupa."
"Btw, thanks untuk datang dan kadonya. Kamu pasti terjaga berhari-hari untuk membuat sweater itu."
"Aku dari dulu ingin memberi kado buatan tanganku untuk seseorang, tapi aku tidak pernah menemukan momen yang tepat. Kupikir, kelulusan Keeny adalah momen yang tepat." Keeny terkekeh.
"Jangan buat Keeny tergantung padamu atau dia akan nempel terus di dekatmu meski dia tahu kamu dekat dengan Darian."
"Ya, aku akan berhati-hati dari kalian berdua." Candaku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Odel dan Zona Nyaman
General FictionNamaku Odel. Umur 27 tahun. Jomblo dari lahir. Introvert. Ditanya ibu terus soal kapan nikah. Gimana sih caranya nyari jodoh? Yuk cek cerita Odel! Jadi saksi perjuangan Odel dalam hidupnya dan untuk dapetin cinta.