22. Dia Muncul Lagi

15 1 0
                                    


Keefe masih sering datang ke kafe. Ini sudah 2 minggu sejak Alika berangkat ke Amerika. Tapi, Keefe masih belum mau membicarakan Alika. Bahkan Keefe memblokir nomor Alika. Ya, dia masih butuh waktu untuk menerima semuanya.

Keefe sedang duduk dengan laptop di hadapannya. Mungkin masih ada pekerjaan yang harus diurusnya. Dia bilang akan pulang bersamaku.

"Del, mungkin aku belum bisa sepenuhnya berhenti menganggumu. Aku nggak tahu kenapa, tapi dengan melihatmu, aku merasa lebih baik." Kata Keefe tempo hari setelah aku protes dia terus menggangguku. Lama-lama, aku menjadi terbiasa. Hanya ini yang bisa kulakukan untuknya sebagai seorang teman.

Sementara Keefe berkutat dengan pekerjaannya, aku melanjutkan pekerjaanku. Kali ini giliranku menjaga kasir sambil mencatat pesanan.

"Odel?" Aku mendongak. Melihat seseorang yang berdiri di depan meja kasir, napasku tertahan barang 3 detik. Darian.

"Kamu bekerja di sini?" Darian bertanya.

"Pesan apa, kak?" Aku memilih mengabaikannya.

Dia sepertinya mengerti aku tak mau berurusan dengannya. Darian pun memilih-milih menu makanan.

Tak lama kemudian, seorang wanita menghampirinya. Mataku dan mata wanita itu tak sengaja bertemu. Tak salah lagi, dia Tania. Begitu melihatku, dia menggandeng lengan Darian. Cukup mesra.

"Odel, kan? Mantan pacar Darian?" Sungguh aku seperti tak punya kekuatan lagi untuk menghadapi mereka.

"Pesan apa, kak?" Kuulangi lagi pertanyaanku.

Detik demi detik berjalan, Tania semakin menunjukkan klaim yang jelas bahwa Darian adalah miliknya. Bahkan, dia sengaja memamerkan cincin di jari manis tangan kirinya. Darian juga memakai cincin serupa.

Sementara Darian terlihat sedikit risih dengan perlakuan Tania, tapi seperti biasa dia tidak melakukan apa-apa. Seperti robot yang dengan mudahnya dikendalikan.

Rasanya aku ingin menangis di tempat. Tapi aku harus menahannya. Paling tidak sampai mereka memesan.

'Siksaan' itu berlangsung selama hampir 15 menit hingga akhirnya mereka memutuskan memesan dan duduk. Syukurlah shift kerjaku sudah berakhir. Penggantiku datang 5 menit kemudian. Aku langsung pergi ke kamar mandi dan menangis di sana. Apa yang baru saja terjadi padaku? Kenapa terjadi padaku?

"Del, Del. Are you ok? Kamu sudah di dalam kamar mandi cukup lama." Itu suara Keefe. Kuyakin dari depan kamar mandi wanita. Aku buru-buru mencuci wajahku dengan air, lalu keluar.

Di depan Keefe, aku berusaha tersenyum. "Kamu sudah selesai dengan kerjaanmu? Yuk pulang."

"Yuk pulang." Keefe sudah membawa tasnya.

Aku sudah tak bisa berpikir lagi. Jadi, aku hanya mengekor Keefe. Apakah Keefe tahu apa yang terjadi padaku, jadi dia mengambil jalan keluar lewat pintu belakang? Aku tidak peduli. Aku hanya ingin cepat pergi dari tempat ini.

***

Sampai di dalam mobil Keefe, aku menangis lagi. Keefe mengulurkan tisu.

"Apa kamu melihat semuanya, Keefe?" Tanyaku. Keefe mengangguk.

"Cukup jelas dari tempatku duduk. Meski aku nggak denger apa yang dikatakan wanita itu, tapi aku yakin dia sedang menguji kesabaranmu."

"Dia Tania. Mantan pacar Darian. Sepertinya mereka udah bertunangan. Kini semuanya jelas. Aku telah dikhianati. Darian hanya memainkan perasaanku. Dia tidak pernah melupakan Tania. Bahkan ketika dia bersamaku. Rasanya sakit banget, Keefe."

Sementara aku menangis sesenggukan, Keefe menepuk-nepuk pundakku. Berusaha menenangkanku. Saat ini, itulah hal terbaik yang bisa dilakukannya, diam dan mendengarkanku.

"Apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu merasa lebih baik, Del?"

"Aku ingin es krim."

"Ide bagus. Aku tahu tempat es krim enak. Kamu pasti suka." Kata Keefe. Kami pun keluar dari parkiran kafe setelah kurang lebih 20 menit menungguku untuk lebih tenang.

Pada akhirnya, makanan adalah pelarian terbaik dari perasaan menyebalkan yang bernama patah hati. Memang tidak sepenuhnya menyembuhkan, tapi makanan enak membuatku merasa jauh lebih baik.

"Del, kurasa kamu butuh menenangkan pikiranmu. Ambil cuti. Pergi berlibur. Kemana pun atau melakukan apa pun yang kamu suka." Keefe memberiku saran di sela-sela kami makan es krim. Kurasa saran Keefe pun ada benarnya.

"Aku akan mempertimbangkan hal itu, Keefe." Kataku akhirnya.

***

Tentang Odel dan Zona NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang