32. Keefe Mendadak Jadi Aneh

23 1 0
                                    


Aku mulai menata ruko yang kusewa, mengecatnya dengan warna dominan biru putih. Aku ingin membuatnya seperti tema laut. Ayah suka laut. Aku pun sama. Sejak lama, aku suka berburu pernak-pernik bertema laut. Rupanya, intuisiku saat itu tidak salah. Karena semua itu sekarang ada gunanya. Tidak hanya teronggok diam di dalam kotak penyimpanan.

Tak lama kemudian setelah aku mulai mencampur cat, Keefe datang. Dia buru-buru meraih kayu yang akan kugunakan untuk mengaduk cat.

"Jadi cewek keras kepala banget sih. Udah dibilang, minta bantuan aku atau Keeny buat nata ulang ruko."

"Ini gampang kok, Keefe. Aku masih bisa melakukannya sendiri."

"Udah, kamu duduk dulu. Biar aku yang siapin catnya. Nanti kita ngecat bareng." Keefe melepas kemejanya dan di dalam kemeja, dia sudah mengenakan kaos. Aku memberinya celemek.

Setelah dia selesai menyiapkan cat, kami mulai membagi bagian tembok yang bakal kami cat. Tentu, Keefe hanya memberiku bagian kecil. Sementara bagian besar untuk dirinya.

Di tengah-tengah kami mengecat tembok, seseorang mengetuk pintu yang terbuka. Aku menengok ke arah pintu, lalu menghampirinya.

"Eko? Hey." Senyumku padanya. Dia juga balik tersenyum padaku. "Kamu sampai lebih cepat dari dugaanku."

"Ah, iya. Tukang ojeknya ngebut." Kami terkekeh. Eko menyadari aku sedang mengecat. "Eh, aku ganggu, ya?"

"Eh, enggak kok. Silahkan duduk dulu."

"Ehem." Keefe berdeham, turut menghampiri kami.

"Ah, iya. Ini Keefe." Wajah Eko langsung berubah sumringah.

"Ini Pak Keefe? Pak Keefe pakar digital marketing itu?" Eko mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Keefe membalasnya, namun terlihat wajahnya masih bingung. "Siapa ya?"

"Ini Eko. Teman kecil aku."

"Lebih tepatnya penggemar Odel, Pak." Eko terkekeh dan terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Jadi kapan bapak buka kelas Digital Marketing lagi?" Eko tampak sangat bersemangat.

"Saya sudah pensiun jadi pembicara. Mau hidup tenang." Jawab Keefe singkat. Terdengar agak ketus.

"Yah, sayang sekali." Ada sedikit nada penyesalan pada nada bicara Eko.

"Oh iya, jadi berapa hari kamu di sini, Ko?" Aku menengahi.

"Sekitar seminggu. Jadi, temanku buka bisnis, aku diminta membantu urusan marketingnya."

"Oh, yaudah. Selagi di sini, nikmati dulu aja. Aku buatin minum ya. Kamu mau minum apa?"

"Aku mau es teh." Keefe menyambar. Aku terkejut dibuatnya karena minuman dia pun masih setengah penuh di hadapannya.

"Aku es teh juga, deh. Seger pasti cuaca panas gini." Kata Eko.

"Oke, aku buatin dulu ya."

Dari ruangan belakang yang kujadikan dapur darurat, aku mendengar Eko bertanya banyak hal dan Keefe hanya menjawabnya dengan jawaban pendek. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Tidak biasanya dia bersikap ketus begitu. Biasanya dia ramah pada orang baru, apalagi ketika orang baru tersebut antusias dengan bidang pekerjaannya. Namun kali ini, entahlah.

Aku mempercepat diriku membuat es teh kemudian buru-buru membawanya ke hadapan mereka. Aku perlu menengahi kesenyapan yang kini memenuhi ruangan.

"Silahkan, minuman dan camilannya." Tak butuh waktu lama, Keefe langsung menenggak es tehnya sampai setengah gelas.

Tentang Odel dan Zona NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang