Akhirnya aku mengambil libur selama satu minggu. Karena aku bekerja part time, jadi Ilham tak terlalu keberatan dengan izinku. Lagipula, karyawan lain masih bisa menangani kafe selama aku izin libur. Aku mengabari kakek dan nenekku bahwa aku akan tinggal di sana selama waktu liburku.
Keefe bersikeras mengantarku ke stasiun. Dia juga membawakanku beberapa camilan untuk kumakan selama perjalanan.
"Keefe, selama seminggu ke depan, aku mungkin tidak akan sering mengecek ponselku. Jadi, mungkin aku akan sulit dihubungi." Kataku sebelum aku masuk ke dalam stasiun.
"It's ok. Yang penting aku tahu di mana kamu berada. Dan aku sudah berjanji nggak akan ganggu kamu. Tapi, segera kabari ya kalau ada sesuatu yang penting."
***
Setelah 3 jam perjalanan, aku akhirnya sampai. Begitu melihatku, kakek dan nenek langsung menghampiriku. Mereka memelukku erat dan mencium pipiku secara bergantian. Rasanya aku sudah lama sekali tidak mengunjungi mereka. Sekitar satu tahun lebih. Melihat mereka secara langsung memunculkan kesan bahwa mereka terlihat lebih tua dari saat aku melihat mereka dari video call kami. Harusnya aku berkunjung lebih sering. Kakek dan nenek adalah orangtua ayahku. Sementara kedua orangtua ibu sudah meninggal lama.
"Kenapa lama banget baru berkunjung?" Nenek menggandeng lenganku sambil kami melangkah ke dalam rumah. Sementara kakek membantu membawa sebagian barangku.
"Odel masih ada beberapa urusan kerjaan, nek. Nanti deh, Odel sering-sering berkunjung." Kataku menenangkan. Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, beberapa bulan belakangan aku punya waktu yang cukup untuk berkunjung. Entah mengapa tidak segera terpikirkan olehku untuk berkunjung.
Kuperhatikan pekarangan rumah kakek-nenek semakin rimbun dengan berbagai jenis tanaman. Mulai dari tanaman sayuran hingga bunga.
"Kakek-nenek yang mengurus semua ini?"
"Iya, kami berdua. Terkadang Eko membantu kami."
"Eko?" Aku tidak pernah mendengar namanya.
"Dia dulu anak di kampung sini sebelum pindah ke kota ikut dinas bersama orang tuanya. Belakangan, Eko kembali lagi untuk mengurus rumah mereka yang terbengkalai lama. Selain itu, katanya, dia capek tinggal di kota." Jelas nenek sambil terkekeh.
"Terkadang, hampir setiap hari dia kemari untuk menyiram tanaman atau sekadar main catur bersama kakek. Beberapa hari ini, sepertinya dia sedang sibuk mengurus bisnisnya, jadi dia tidak sempat datang ke sini." Kakek menyambung pembicaraan. Aku mengangguk-angguk.
"Nanti sore semoga Eko ke sini. Biar kamu ada teman. Nanti kalian bisa jalan-jalan selama kamu di sini."
***
Sekitar pukul 3 sore saat aku membantu nenek mempersiapkan bahan-bahan membuat kue, kakek memanggilku dari luar.
"Itu pasti ada Eko." Kata nenek.
Aku segera menghampirinya. Kakek sedang mempersiapkan papan catur dan di hadapannya sudah ada seorang lelaki. Kira-kira seumuran denganku. Begitu aku datang, dia menengok dan tersenyum.
"Eko, ini cucu kakek, Delia. Tapi biasa dipanggil Odel." Kakek mengenalkanku.
"Hai, Del. Eko." Dia menjabat tanganku. Kemudian aku mengambil duduk di antara mereka. Aku tidak paham soal catur. Jadi, aku hanya melihat mereka bermain. Sesekali kakek atau Eko menjelaskan padaku. Aku hanya mengangguk-angguk, tidak juga mengerti.
Setelah mereka selesai bermain, aku mengobrol dengan Eko.
"Jadi, kamu sering ke sini?" Tanyaku membuka obrolan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Odel dan Zona Nyaman
General FictionNamaku Odel. Umur 27 tahun. Jomblo dari lahir. Introvert. Ditanya ibu terus soal kapan nikah. Gimana sih caranya nyari jodoh? Yuk cek cerita Odel! Jadi saksi perjuangan Odel dalam hidupnya dan untuk dapetin cinta.