Sudah sekitar satu minggu aku bekerja paruh waktu di kafe yang direkomendasikan Alika. Pemiliknya bernama Ilham, yang juga teman Alika dan Keefe. Ilham datang ke kafe hampir setiap hari. Kadang pula istrinya yang datang saat Ilham ada urusan lainnya. Mereka senang aku bekerja di kafe mereka, terlebih ketika mereka tahu aku menjual boneka rajut. Mereka memesan satu boneka rajut custom untuk ulang tahun putri mereka yang masih berusia 3 tahun. Bahkan, mereka akan memberiku libur beberapa hari jika diperlukan agar boneka yang mereka pesan cepat selesai. Tapi, tentunya aku cukup tahu diri bahwa aku baru bekerja di sini selama beberapa hari. Jadi, aku menyelesaikan boneka rajut pesanan mereka di waktu luangku. Kurasa waktu luang yang kumiliki lebih dari cukup karena sebagai pekerja paruh waktu di kafe, aku hanya bekerja selama 4-5 jam dari hari Rabu hingga Minggu.
Alika dan Keefe terkadang mampir di kafe untuk bertemu Ilham. Saat itu, mereka juga mengajakku bergabung. Tapi, malam ini aku melihat Alika datang sendirian ke kafe. Aku langsung menghampirinya.
"Alika, sendirian?"
"Eh, Del. Iya, nih. Kebetulan aku ada urusan dekat sini, jadi mampir sekalian aja."
Aku mencatat pesanan Alika dan beberapa menit kemudian kembali dengan membawa pesanan miliknya.
"Bisa temenin aku sebentar, Del?"
Aku melihat sekitar untuk memastikan tidak terlalu banyak pengunjung.
"Tentu." Aku duduk di hadapan Alika. Tak butuh waktu lama, aku menyadari ada sesuatu yang tidak biasa darinya. Biasanya dia banyak bicara dan ceria. Sekarang, sudah sekitar 5 menit aku di hadapannya, dia hanya diam dan mengaduk minumannya.
"Kamu baik-baik saja?" tanyaku tanpa berlama-lama membiarkan keheningan di antara kami.
Lamunannya buyar seketika. "Ah, iya. Aku baik. Gimana kerjaan kamu di sini? Nyaman?"
"Ya, aku suka di sini." Dia tersenyum, tapi senyumnya sedikit getir. "Alika, kamu bisa cerita apapun ke aku." Dia kemudian menatapku.
"Jika, kubilang jika. Jika aku pergi, apa kamu bersedia menjaga Keefe untukku, Del?" Keterkejutanku atas ucapannya tak bisa kututupi.
"Apa maksudmu? Siapa, siapa yang pergi? Kamu mau pergi? Ke mana?"
"Del, Odel. Tenanglah." Kata Alika. "Kubilang, sebelumnya sudah kubilang 'jika'." Ia kemudian terkekeh, bersikap seolah-olah yang baru saja diucapkannya hanya candaan ngawur yang tidak berarti apa-apa.
"Kenapa kamu bercanda begitu, Al? Membuatku takut saja."
"Apa kamu akan merasa kehilangan diriku?" Tanyanya, masih mencoba terdengar seperti candaan.
"Tentu saja. Tapi, rasa kehilanganku tidak akan sebanyak yang akan Keefe rasakan."
"Ya, aku tahu. Tapi mungkin dia akan segera baik-baik saja karena ada kamu, Del." Alika terkekeh lagi.
"Aku dan kamu, kita punya peran yang berbeda dalam hidup Keefe, Al. Kita berdua bisa saja menjadi teman Keefe, tapi peran kekasih hanya kamu yang bisa mengisinya, paling tidak saat ini."
Alika mengangguk-angguk.
"Jangan katakan padaku, kamu berpikir untuk meninggalkan Keefe." Alika menggeleng.
"Hanya saja, skenario semacam itu terkadang muncul di pikiranku tanpa kukehendaki. Aku menyayangi Keefe. Tapi, di dunia ini selalu ada perjumpaan, kebersamaan dan perpisahan apapun penyebabnya."
"Pikirkan saja sekarang, Al. Sekarang ini, masih ada kamu dan Keefe, masih ada kebersamaan kalian."
"Thanks Del." Aku mengangguk.
Sekitar 15 menit setelah Alika pulang, Keefe datang.
"Barusan, sekitar 15 menit yang lalu Alika ke sini."
"Oh, iya. Tadi aku lagi ada urusan jadi gak bisa nyusul cepet." Kata Keefe.
"Jadi, pesen apa Keefe?" Aku meninggalkan buku menu di mejanya dan menghampiri pelanggan lain yang baru saja datang. Dari jauh, aku melihat ke arah Keefe. Pembicaraanku dengan Alika beberapa saat lalu masih teringat jelas, lengkap dengan ekspresi khawatir Alika. Aku berharap apa yang dikatakan Alika tidak terjadi. Tanpa kondisi tertentu pun aku akan bersedia berada di sisi Keefe sebagai temannya. Namun, aku tidak akan tega melihatnya bersedih karena ketiadaan Alika. Jika itu terjadi, kesedihanku karena perpisahanku dengan Darian pastilah masih jauh lebih baik dari kehilangan Keefe atas Alika.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Odel dan Zona Nyaman
General FictionNamaku Odel. Umur 27 tahun. Jomblo dari lahir. Introvert. Ditanya ibu terus soal kapan nikah. Gimana sih caranya nyari jodoh? Yuk cek cerita Odel! Jadi saksi perjuangan Odel dalam hidupnya dan untuk dapetin cinta.