Hari ini ulang tahunku. Aku genap 28 tahun. Ulang tahun selalu menjadi hari yang biasa saja bagiku, seperti hari lainnya. Tidak ada yang istimewa. Ibu mengucapkan ulang tahun di saat sarapan, lalu dia memasak hidangan istimewa untukku. Aku menyukainya. Sudah itu saja. Tidak pernah ada kejutan di jam 12 malam, atau bahkan ucapan selamat ulang tahun di pagi harinya. Dan aku baik-baik saja dengan semua itu.
Pagi ini aku datang ke kantor seperti biasa. Hanya saja, tambahan satu angka pada usiaku seperti membawa beban tersendiri padaku. Aku terkadang berpikir bahwa aku perlu beberapa pencapaian di usiaku yang semakin bertambah. Kadang pula aku tidak terlalu memikirkannya karena aku merasa masih menjadi orang yang sama, yang tidak terlalu membutuhkan pencapaian.
Sampai di ruanganku, teman-teman satu tim berdiri menyambutku, memberikan kejutan ulang tahun kecil-kecilan untukku. Sekar membawa kue ulang tahun untukku. Oiya, aku dan Sekar sepakat untuk berdamai. Kali ini karena kemauan kami berdua.
"Selamat ulang tahun, Odel." Ucapnya. Kemudian yang lain memberiku ucapan selamat. Aku memotong kue itu. Potongan pertama kuberikan pada Sekar.
"Kenapa diberikan padaku?" Tanyanya heran.
"Kita berjuang bersama dari awal di sini." Matanya seketika berkaca-kaca dan dia memelukku.
"Terima kasih, Del."
"Sebenarnya saya tidak mau merusak momen indah ini, tapi saya harus." Darian menyela.
"Kenapa? Ada apa?"
"Sekar, silahkan sampaikan sendiri pada Odel dan lainnya." Darian memberikan sepenuhnya waktu untuk Sekar berbicara.
"Teman-teman, jadi hari ini saya terakhir bekerja di sini. Dan terima kasih untuk teman-teman semua sudah membantu saya selama ini," Kata Sekar.
Sekar kemudian menghampiri satu persatu penghuni departemen ini. Memberikan semacam salam perpisahan dan foto bersama. Suasana tampak haru sampai tiba giliranku.
"Aku dapat pekerjaan lain," katanya begitu sampai di hadapanku lagi. "Di perusahaan BUMN."
"Wah, aku turut senang mendengarnya." Kataku, sambil menggenggam erat tangannya.
"Itulah sebabnya aku merasa buruk sudah jahat padamu. Sekali lagi, aku minta maaf padamu, Del." Aku mengangguk.
"It's ok. Hanya saja jangan lakukan hal yang sama di perusahaan barumu. Efeknya pasti bakal lebih mengerikan lagi." Sekar bergidik.
"Boleh kupeluk lagi?" Tanyanya. Aku mengangguk. Dan dia pun memelukku. Dari balik punggung Sekar, kulihat Darian tersenyum ke arah kami.
"Bersikap baiklah di kantor baru." Kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya.
"Aku masih boleh menghubungimu dan sesekali menemuimu kan, Del?"
"Tentu saja."
Ada kesedihan mengingat ini adalah hari ini terakhir kalinya aku melihat Sekar di kantor. 2 Minggu lagi kontrak kami berakhir di bulan ketiga ini. Meskipun masalahku datang karenanya, tapi kuakui masalah itulah yang memberiku banyak pelajaran dan sedikit warna dalam kehidupanku yang monoton.
***
Kuputuskan untuk menjadikan ulang tahun kali ini sebagai ulang tahun terbaik dalam hidupku. Sekitar pukul 7 malam, Keefe, Alika dan Keeny datang ke rumah. Membawa 2 kotak pizza. Ibu menyambut mereka dengan sumringah.
Sebagai kado, Keefe memberiku voucher makan di sebuah restoran yang cukup mewah, untuk aku dan ibu.
"Makanan di sana enak, jadi datanglah bersama ibu kamu. Pasti menyenangkan." Kata Keefe. Kurasa ini kado terbaik yang kudapatkan dari orang lain selain ibuku.
"Ya, pasti aku akan datang."
Kemudian, Alika memberiku outer dan aku langsung menyukainya begitu melihatnya.
"Outer ini akan jadi favoritku, Al."
"Harus dong." Alika terkekeh.
Sementara Keeny, dia memberiku gantungan tas lucu. Dia bilang, dia menciptakan karakter itu sendiri dan mencetaknya dengan printer 3D buatannya.
"Oh, jadi kemarin kamu tidak tidur karena bikin ini, Keen?" Gurau Keefe.
"Berisik kamu mas." Dia mengabaikan Keefe dan melihatku. "Itu karakter spesial ciptaanku. Terinspirasi dari Mbak Odel favoritku. Kuberi nama Odi." Aku bingung sekaligus kagum. "Bisa dibilang, hanya Mbak Odel satu-satunya yang punya Odi di dunia ini." Kuputuskan aku menyukainya sejak saat itu.
"Terima kasih, semua. Ini sangat berarti banget buatku." Tanpa kusadari, air mataku menetes. Aku begitu terharu dengan semua ini.
Tak lama kemudian, ibu meminta kami ke meja makan. Selain pizza yang dibawa Keefe, ada makanan lainnya yang entah dari kapan ibu menyiapkannya.
"Ibu bersekongkol dengan mereka?" Tanyaku curiga.
"Sudah sangat jelas, kamu aja yang nggak peka, Del." Mereka pun tertawa, menertawakanku.
Menit-menit berikutnya, kami habiskan dengan menyantap makanan dan mengobrol. Dalam pembicaraan kami, ibu menjadi pusat perhatiannya. Seperti orangtua pada umumnya, dia benyak menceritakan saat dirinya muda. Masa muda ibu jelas lebih seru daripada milikku. Sesekali ibu memberikan nasehat, namun tidak terdengar membosankan sama sekali.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Odel dan Zona Nyaman
General FictionNamaku Odel. Umur 27 tahun. Jomblo dari lahir. Introvert. Ditanya ibu terus soal kapan nikah. Gimana sih caranya nyari jodoh? Yuk cek cerita Odel! Jadi saksi perjuangan Odel dalam hidupnya dan untuk dapetin cinta.