15. Piknik

20 1 0
                                    


Rencana kami pada hari Minggu berjalan lancar. Kami pergi piknik dengan membawa beberapa snack dan buku kesukaan kami. Hanya saja, Keefe dan Alika memaksa ikut. Entah dari mana mereka tahu rencanaku dan Darian. Akhirnya, kami berangkat bersama dengan mobil Keefe. Alika-lah yang menemukan tempat untuk piknik kami. Aku langsung menyukai tempat itu begitu kami sampai dengan pemandangan alamnya yang indah. Selera Alika dalam banyak hal memang selalu bagus.

Selagi Keefe dan Darian menggelar tikar, aku dan Alika menyiapkan makanan. Pada awalnya, Keefe dan Darian masih tampak canggung, namun keduanya menjadi semakin terbiasa seiring mereka bekerja sama menata tempat piknik kami.

 Pada awalnya, Keefe dan Darian masih tampak canggung, namun keduanya menjadi semakin terbiasa seiring mereka bekerja sama menata tempat piknik kami

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mereka terlihat semakin akrab. Sebelumnya, mereka hanya rekan kerja yang berkomunikasi hanya untuk pekerjaan. Sekarang mereka bahkan piknik bersama." Kata Alika.

"Itu bagus." Kataku sambil melihat keduanya yang kini sedang membicarakan pertandingan sepakbola.

"Bagaimana denganmu dan Darian?"

"Sepertinya, aku semakin menyukainya." Jawabku, merasakan pipiku menghangat karenanya.

"Semoga semuanya berjalan lancar. Sepertinya Darian orang baik meskipun terlihat dingin."

"Aku juga berharap demikian."

Setelah semuanya siap, kami berempat duduk saling berhadapan. Buku yang aku dan Darian bawa akhirnya tidak terbaca. Kami lebih memilih bermain katu poker yang dibawa Keefe. Alika menyiapkan bedak untuk menandai wajah kami jika kalah bermain. Sudah bisa ditebak, aku-lah yang banyak kalah. Dan saat aku kalah, Keefe-lah yang paling bersemangat mengoleskan bedak di wajahku, lalu tertawa terbahak-bahak dan memotretku. Dia suka melihatku konyol.

"Aku akan mengirim foto ini pada Keeny."

"Keefe, apa aku lelucon untukmu?" Tanyaku, sedikit kesal padanya.

Keefe melihatku sebentar. "Ya, aku suka." Dia tertawa sambil melhat ponselnya, sepertinya benar-benar mengirim fotoku pada Keeny,

"Keefe, kamu tidak boleh menjahili Odel terus." Alika membelaku. "Dar, kamu harusnya belain Odel dari si jail Keefe ini, dong."

"Tentu saja." Jawab Darian singkat. Dia mengambil tisu dan tak disangka, dia membersihkan wajahku yang belepotan bedak dengan tisu tersebut. Jantungku berdetak lebih kencang. Itu adalah salah satu hal termanis yang pernah kuterima. Keefe tertegun, Alika tersentuh melihat apa yang dilakukan Darian padaku. Lantas, kami diam dengan pikiran kami masing-masing. Alika memecah keheningan dengan menawarkan kami makanan.

Melihat apa yang ada di hadapanku kali ini, Darian, Keefe dan Alika dalam satu pandanganku, membuat aku bersyukur. Kupikir, hidupku akan terus-menerus berputar antara diriku dan sedikit orang yang kukenal. Namun, kini aku memiliki lebih dari yang kubutuhkan dan aku menyukainya.

***

Aku memutuskan untuk menerima tawaran perpanjangan kontrak part time selama 2 bulan lagi. Setelah Darian memberitahuku beberapa waktu lalu, Keefe juga membujukku untuk menerima tawaran itu. Aku masih ditempatkan di departemen yang sama, dengan Darian sebagai atasanku.

"Makan siang?" Darian menghampiriku. Tanpa ragu, aku langsung mengangguk.

Beberapa saat kemudian, Keefe datang. "Ups, sepertinya aku terlambat." Katanya dengan nada menyesal. Aku sedikit merasa bersalah, aku sering mengabaikan Keefe setelah bersama Darian.

"Bagaimana kalau kamu ikut?" tawarku.

Keefe menggeleng. "It's ok. Tidak usah. Lain kali aku akan lebih cepat mengajakmu, Del." Katanya sambil melirik Darian.

"Lain kali, Anda harus lebih cepat, Pak Keefe." Kata Darian sambil terkekeh.

"Pasti." Keefe kemudian pergi.

"Apa yang ingin kamu makan?" Tanyaku sambil kami berjalan.

"Sepertinya aku ingin makan gado-gado."

"Tiba-tiba aku juga ingin."

***

Selesai makan, kami berjalan ke parkiran, bersiap-siap untuk kembali ke kantor. Mendadak, langkah Darian dihentikan oleh seorang wanita yang berpapasan dengan kami.

"Darian?" sapa wanita itu setengah terkejut..

Aku memperhatikan reaksi Darian. Raut wajahnya sama terkejutnya seperti wanita itu, tapi Darian berusaha menyembunyikannya.

"Del, ayo kita segera kembali ke kantor." Pinta Darian sambil menggandeng tanganku dan berjalan lebih cepat dari sebelumnya, mengabaikan wanita itu.

"Siapa wanita itu, Dar?" Tanyaku begitu kami di dalam mobil.

"Bukan siapa-siapa." Jawabnya singkat. Aku pun tidak bertanya lagi.

"Del, hanya satu yang perlu kamu tahu, bahwa saat ini, aku menyukaimu lebih dari wanita manapun." Aku tersenyum mendengarnya. Namun, di saat yang sama terselip keraguan di hatiku yang entah dari mana datangnya. Aku mencoba mengabaikan keraguanku dan meyakinkan diriku bahwa Darian adalah yang terbaik untukku,

***

Tentang Odel dan Zona NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang