Penghakiman masa lalu

47 7 1
                                    

"Kami bawa oleh-oleh."

Bel pulang sudah berbunyi saat Airu dan Annie yang sedari tadi mengunjungi sekolah-sekolah di seluruh kota bersama Bu Anna meletakkan dua plastik besar makanan ringan di atas meja. Firmi mengambil sebungkus keripik dan sebotol cola tanpa malu-malu demi mengisi ulang kalorinya yang terkuras setelah kerja seharian.

"Bagaimana perjalanan kalian? Promosinya lancar?" tanya Wanda.

"Melelahkan."

Airu duduk begitu rendah pada kursinya sehingga hanya kepalanya yang terlihat sementara Annie meneguk air mineral banyak-banyak dan menghembuskan napas lega seolah baru saja selamat melewati padang gurun.

"Aku tak pernah tahu kalau kegiatan Osis begitu melelahkan seperti ini," keluhnya, "lagipula kenapa kita harus melakukan promosi dari sekolah ke sekolah?"

"Karena jika tidak seperti itu tidak akan ada yang mendaftar," jawab Firmi datar.

"Ohh ya Firmi, ada kejadian menarik saat kami mengunjungi Sma Nusa Bangsa." Airu duduk tegak di kursinya dan matanya memancarkan cahaya penuh semangat. "Kami tadi bertemu ketua Osis mereka, Albus."

"Albus? Kak Albus yang itu?" tanya Arlene kaget.

"Ya, Albus yang itu."

"Siapa Albus?" sela Firmi.

"Kau tak tahu?" Firmi menggeleng. "Dia mungkin murid paling pintar di seluruh provinsi. Namanya termasuk dalam 0,1 % pencetak skor tertinggi dalam try out Simak UI. Dia tampan, tinggi, dan berkharisma sampai-sampai seluruh wanita akan jatuh hati pada kata-kata manisnya. Dan kau tahu apa yang dia katakan pada kami? Dia bilang dia tertarik padamu."

"Maaf, tapi aku bukan pecinta sesama jenis."

"Bukan begitu goblok!" sambar Annie sembari tertawa. "Kau ingat olimpiade luar kota waktu itu? Kau dapat juara satu dan dia dapat juara dua. Baginya itu penghinaan besar."

"Ahh…."

Buih-buih cola menusuk tajam di mulutnya sementara Firmi mengingat kembali saat dia mengikuti olimpiade yang dimaksud. Saat itu dia memang berdiri berjajar dengan para juara lain tapi dia tidak menaruh perhatian pada mereka sehingga tak ada komunikasi yang terjalin.

"Lalu? Dia mau apa?" tanya Firmi.

"Dia ingin bertanya, kau nyogok juri berapa sampai bisa jadi juara satu?"

"Jadi intinya dia sakit hati? Kekanak-kanakan sekali."

"Hau tidyak mengherti," ucap Airu lagi, mengunyah sepotong besar roti sehingga suaranya tidak jelas, dia menelan potongan roti itu sebelum melanjutkan, "Kekalahannya darimu rupanya jadi berita besar di sana. Berita baiknya, banyak murid di sana yang akan datang untuk melihatmu. Berita buruknya… nggak ada sih, kurasa itu semua berita baik.

"Berita buruknya mereka akan jadi pengganggu," koreksi Firmi.

"Itu masalahmu, bukan masalah kami."

Guyonan Airu disambut dengan tawa dari anggota Osis lain. Butuh beberapa waktu sampai tawa mereka mereda dan Firmi pun menyodorkan permasalahan lain.

"Jadi, berapa murid yang akan ikut?"

Tak jelas kepada siapa dia bertanya tapi Airu lah yang menjawab.

"Simulasinya akan diadakan dalam dua minggu, jumlah pastinya baru akan kita tahu sehari sebelum itu tapi berkat kasusmu kurasa akan banyak anak Nusa Bangsa yang ikut. Ada dua ribu murid di sana dan jika yang ikut hanya sepuluh persennya pun itu sudah untung besar."

"Apa si Albus benar-benar terkenal?"

"Oh ya, dia itu seperti selebriti kecil, follower instagramnya saja lebih dari sepuluh ribu. Dia bukan orang yang ingin kau jadikan musuh."

Crazy CheaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang