Bu Mina tiba tepat di saat Firmi mulai berpikiran untuk memasak makan malam. Meski dia hanya pergi beberapa hari namun Firmi merasa keberadaannya benar-benar membuat suasana rumah menjadi berbeda. Dan seperti tahu apa yang mereka inginkan, dia segera mengambil celemek dan mulai memasak.
Biasanya Firmi akan membantunya memasak tapi kini perhatiannya dialihkan oleh seorang pria yang selama ini hanya dia kenal melalui foto.
"Halo… Firmi."
"…. Hai."
Dia tinggi sekali sampai-sampai Firmi harus menengadahkan kepala untuk melihat wajahnya. Alis yang tebal dan hitam, tulang pipi tegas, dan mata elang yang mengamatinya dari atas ke bawah dengan pandangan menusuk. Bagi Firmi dia tampak seperti elang pemangsa yang akan menerkam siapa pun yang tidak berhati-hati.
"Apa ibukota Vietnam?" tanyanya tiba-tiba.
"Hanoi."
"Siapa saudara keempat dari Pandawa?"
"Nakula."
"Apa senjata yang digunakan Hades dalam mitologi Yunani?"
"Bident."
"Pada tahun berapa grup musik AC/DC dibentuk?"
"1973"
"Benar semuanya, daya ingatmu mengagumkan."
Dia duduk di meja makan dan dengan isyarat tangan menyuruh Firmi untuk duduk di depannya. Firmi merasa penasaran dengan apa yang pria tersebut pikirkan jadi Firmi pun ikut duduk.
"Katakanlah aku punya 7 buah bola," ucap pria itu begitu Firmi duduk, "salah satunya lebih berat satu ons dibanding yang lain. Aku punya neraca dua lengan dan aku ingin mencari bola mana yang beratnya berbeda tapi aku hanya bisa menimbang dua kali. Bagaimana caraku menemukan bola itu?"
"Pisahkan menjadi kelompok tiga, tiga dan satu. Pertama, letakkan masing-masing 3 bola di kedua lengan, jika keduanya memiliki bobot yang sama maka bola yang tersisa adalah yang beratnya beda. Jika tidak maka ambil ketiga bola yang lebih berat dan timbang masing-masing satu di tiap lengan. Dengan begitu Anda menemukan bola yang lebih berat."
"Benar. Lalu bagaimana jika aku ingin naik ke lantai 10 dari lantai 1 tapi ada 100 orang yang ikut mengantri untuk ke lantai 10 sementara lift hanya bisa menampung 15 orang. Jika kau jadi aku apa yang akan kau lakukan?"
"Naik tangga."
Jawaban terakhirnya membuat pria itu terkejut sedikit tapi keterkejutan itu langsung digantikan oleh senyum tipis yang nyaris tak terlihat.
"Kau pintar seperti yang kudengar. Bakat seperti itu amat tersia-sia di panti asuhan."
Dan setelahnya dia tak lagi mengajak Firmi berbicara. Mereka melangsungkan makan malam dengan tenang tapi Firmi sama sekali tak bisa menikmati apa yang dia makan. Ada semacam perasaan tidak enak yang memenuhi dirinya dan perasaan itu berasal dari pria di hadapannya. Sebenarnya apa yang dia rasakan ini? Apa pun itu yang jelas itu tidak terasa menyenangkan.
"Kau mau tidur? Bukankah ini terlalu cepat?"
Pertanyaan Bu Mina yang tengah membereskan piring membuat Firmi menghentikan langkahnya sejenak.
"Ya, udaranya terlalu dingin," jawab Firmi.
"Apa kau tidak ingin bicara lebih banyak dengan ayahmu? Ini kesempatan untuk kalian saling mengenal."
"Tidak… aku merasakan firasat buruk darinya."
"Firasat… buruk?" Bu Mina menyipitkan matanya sedikit, ada sesuatu di mata itu, "mungkin itu cuma perasaanmu saja. Lagipula sejak kapan kau bergantung pada firasat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Cheater
Teen FictionFirmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai besar yang berujung pada gerakan konspirasi di sekolah. Perlahan-lahan Firmi pun belajar menjadi ma...