Esok hari tiba dengan lingkaran hitam di bawah kelopak mata Anna. Sudah beberapa hari dia kesulitan untuk tidur dan malam ini dia bahkan belum menutup mata selama tiga jam sebelum alarm membangunkannya. Kurang tidurnya ini pasti berhubungan dengan kegelisahannya baru-baru ini.
Anna terlahir dari sebuah keluarga yang cukup terpandang karena melahirkan seorang guru di setiap generasi. Ayahnya adalah seorang guru, neneknya adalah seorang guru, dan dia serta keturunannya akan terus melanjutkan tradisi tersebut.
Menjadi guru berarti jauh dari apa yang disebut kekayaan. Suaminya adalah seorang pebisnis kecil-kecilan yang usahanya selalu naik turun sehingga Anna harus puas dengan hidup yang biasa-biasa saja. Tidak kekurangan, tetapi juga jauh dari kata mewah.
Meski memiliki pekerjaan yang layak, dia amat penasaran dengan orang-orang yang memiliki kehidupan jauh di atasnya. Beberapa tetangganya yang merupakan pebisnis sukses memiliki rumah mewah bertingkat yang diurus oleh dua orang pembantu. Beberapa rekan gurunya juga terkadang membeli barang mewah dengan uang yang entah mereka dapat dari mana. Anna merasa iri. Dia juga ingin merasakan hal yang sama.
Jika melihat masa depan Anna tahu bahwa dia akan berakhir seperti ayahnya, hidup di masa tua dengan uang pensiun seadanya. Anna merenung, apa enaknya hidup seperti itu? Dia bekerja setiap hari menghadapi segala tetek bengek murid tanpa penghargaan yang layak untuk kehidupan yang ala kadarnya?
Anna tak tahu sejak kapan dia merasakan ketidakpuasan itu, tetapi dia menjadi semakin dan semakin realistis setiap harinya. Dia menikahkan anak perempuannya yang masih balita dengan anak seorang pengusaha kaya, dengan demikian anaknya tak perlu menempuh hidup sepertinya. Dia membuka les untuk murid demi menambah penghasilan, melibatkan diri dengan beberapa bimbel, dan mendekati beberapa pejabat yang akhirnya memberinya jabatan sebagai kepala sekolah.
Namun dia tetap tidak puas. Pasti ada cara untuk mendapat lebih banyak uang dalam sepuluh tahun terakhir masa mengajarnya. Jika dia bisa mengamankan cukup banyak uang maka dia bisa menikmati masa tua yang sejahtera. Anna merasa dirinya pantas untuk mendapatkan itu.
Kesempatan itu datang saat dia mengenal anak bernama Firmi. Anak itu dan pemikiran gilanya berhasil mendorong batas aman di otak Anna ke tingkat yang lebih tinggi sehingga membuatnya tak segan melanggar hukum. Berkat itu, jumlah yang hanya bisa dia dapatkan dengan bekerja bertahun-tahun kini bisa didapatkan dalam hitungan bulan.
Dan itu hanyalah awal, keuntungan akan terus berputar layaknya bola salju di masa depan. Namun, keuntungan itu membuatnya semakin serakah. Dia menyingkirkan Firmi dan mulai memperluas koneksi dengan sekolah korup lain. Hari ini akan menjadi titik awal bagi persekutuan mereka.
Uang sumbangan sudah dikumpulkan dan siap dikirimkan. Anggota Osis tampaknya punya rencana untuk mencegatnya, tetapi dia sudah mengurusnya dan memastikan semua akan berjalan lancar. Setelah ini, jika Osis masih berniat menghalanginya, maka Anna akan menyingkirkan mereka juga.
Anna tersenyum kecil sembari memikirkan rencananya dan bersiap berangkat ke sekolah.
Pagi hari itu tak bisa lebih mulus dari yang dia harapkan. Dia tidak melihat Firmi di mana pun, tetapi itu tidak penting, dia sudah puas melihat wajah kebingungan anggota Osis, terutama Airu yang tampak begitu panik. Dia pasti sadar bahwa rencana sederhananya sama sekali tak terlaksana.
Rencana Airu hanyalah sekedar meminta ayah Annie yang merupakan seorang polisi untuk mengawasi proses transaksi dan bertindak bila terjadi ketinggalan, tetapi satu hal yang tidak Airu ketahui adalah: ayah Annie merupakan polisi paling korup yang pernah Anna kenal. Hal itu terlihat jelas hanya dengan melihat sikap Annie yang merasa tak tersentuh oleh aturan dan hukum. Seorang polisi yang baik tak mungkin membiarkan anaknya merasa kebal akan aturan hanya karena orangtuanya seorang polisi.
Anna memanfaatkan kesempatan ini dan mendekati polisi itu lebih dulu. Dengan cepat, polisi itu menerima proposalnya. Pria itu akan menjadi pelindungnya andai hal-hal tak terduga terjadi dengan imbalan sedikit bagian dari uang sumbangan. Semuanya berjalan mulus dan Anna tidak terkejut. Uang memang bisa mempermudah segalanya.
Sekarang apa lagi yang bisa mereka lakukan untuk menghentikannya? Tidak ada. Anna berusaha keras untuk tidak tertawa saat melihat ekspresi tidak rela di wajah si ketua Osis saat dia memasukkan uangnya ke amplop dan menyerahkannya ke Anna. Anna mencoba memberikan senyuman sopan dan membawa uang itu ke kantornya.
Di kantornya, Anna menunggu kedatangan kepala Sma Nusa Bangsa yang akan membawakan uang sumbangan dari sekolah-sekolah lain. Orang itu memang memiliki reputasi yang baik dengan sekolah favorit yang dia pimpin sehingga kepala sekolah dari seluruh daerah sepakat untuk mengumpulkan uang padanya. Anna tahu dirinya belum pantas mendapat kepercayaan semacam itu, tetapi suatu saat nanti dia juga akan membawa Sma Bukit Cahaya ke level tersebut. Lalu, sama seperti Firmi, dia akan menyingkirkan kepala sekolah yang lain.
Kepsek Nusa Bangsa tiba bersamaan dengan sahabat Anna yang bekerja di organisasi amal. Temannya sejak Sma itu adalah orang yang akan mengurus segala bentuk administrasi sehingga uang yang telah dikumpulkan akan terlihat seperti benar-benar dikirimkan meski kenyataannya uang tersebut tak akan pergi ke mana-mana.
“Saat tiba di tempat kejadian kami akan memberi bukti foto, kami akan mengisinya dengan uang orang lain jadi akan terlihat seperti semua uang sampai di sana,” jelas temannya itu.
Anna memberi anggukan paham. Temannya bekerja di organisasi besar yang terpercaya. Setiap harinya ada begitu banyak orang yang memberikan uang sumbangan untuk disalurkan ke mana-mana, tetapi sebagian besar dari mereka tidak sadar bahwa hanya sebagian kecil uang mereka yang akan sampai ke tempat tujuan. Organisasi amal juga perlu membayar pegawai dan mensejahterakan para pemiliknya, dan dari mana lagi mereka bisa mendapat kekayaan bila bukan dari uang sumbangan?
Anna tersenyum miris, tetapi itu adalah hal baik baginya. Daripada menjadi pihak yang tertipu, lebih baik menjadi pihak yang menipu.
Mereka bertiga berfoto sebagai bukti serah terima dan Anna diberikan tanda bukti bahwa uang sudah diserahkan. Tanda bukti itulah yang nantinya akan diperlihatkan pada kepala sekolah lain agar tak ada kecurigaan di antara mereka.
Dan di sinilah titik kuncinya. Koper yang digunakan untuk menyimpan uang telah masuk dalam dokumentasi dan koper itu perlu dibawa ke tempat bencana agar terlihat seolah uang sumbangan sampai dengan selamat. Mereka pun memindahkan semua uang di dalam koper itu ke koper lain yang telah Anna persiapkan dan membiarkan teman Anna membawa koper kosong.
Dan kemudian, selesai. Dia berhasil. Dia sudah mendapatkan uangnya. Tangan Anna sedikit gemetar saat memegang koper berisi uang puluhan juta itu. Dia menarik napas dan menatap kepala sekolah Nusa Bangsa yang masih tinggal di kantornya. Pandangan mereka bertemu dan keduanya sepakat bahwa terlalu beresiko membagi uangnya sekarang.
“Kau kembali saja ke sekolahmu, akan kubawakan bagianmu nanti,” ucap Anna. Pria itu mengangguk setuju dan bergegas pergi. Anna langsung menghempaskan tubuhnya ke sofa. Detak jantungnya yang sedari tadi berdebar amat kencang perlahan-lahan mereda.
Sudah selesai, pikirnya.
Anna mendengar suara mobil meninggalkan sekolah jadi dia memutuskan untuk segera pergi juga. Tak aman untuk menyimpan uang sebanyak ini di sekolah dan menyimpannya di bank akan menimbulkan kecurigaan. Anna harus membawanya pulang dan menyembunyikannya di rumahnya sendiri.
Bergegas Anna menghampiri mobilnya yang diparkir tepat di sebelah ruangannya. Dia membuka bagasi dan memastikan koper itu tergeletak aman di sana sebelum masuk ke belakang kemudi. Anna tak bisa menahan diri untuk bersenandung. Kira-kira apa yang akan dia beli dengan uang yang baru saja dia dapatkan?
“Tampaknya Anda sedang senang.”
Jantung Anna nyaris copot saat mendengar suara di belakangnya. Dia berbalik dan mendapati Firmi duduk santai di kursi belakang, tersenyum sinis ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Cheater
Fiksi RemajaFirmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai besar yang berujung pada gerakan konspirasi di sekolah. Perlahan-lahan Firmi pun belajar menjadi ma...