Hari-hari berikutnya Firmi terus melakukan sesi belajar bersama Carla. Meski hubungan mereka sama buruknya dengan sebelumnya namun Firmi bisa melihat bahwa perlahan-lahan otak Carla mulai beradaptasi untuk berpikir. Firmi menyadari bahwa yang kurang dari Carla adalah dasar-dasar pengetahuan jadi dia memilih mengajari Carla dari awal, dimulai dari materi tingkat Sd.
Perlahan-lahan Firmi mulai terbiasa dengan kehidupan barunya. Semakin dia terbiasa dia semakin merasa konyol karena pernah memikirkan untuk kembali ke panti asuhan. Dia tak pernah lagi dibangunkan dengan suara teriakan, setiap makanan yang dia makan amatlah lezat dan bergizi, fasilitas rumah barunya juga amat memanjakan raga. Namun hal yang paling membuat Firmi betah adalah kenyataan bahwa ada seseorang yang bisa dia ajak bicara dengan santai dan mendengarkan apa yang dia katakan.
Tidak seperti putrinya, Bu Mina adalah seseorang yang terpelajar. Dia selalu menghabiskan waktunya untuk membaca buku baru dan karenanya Firmi punya banyak topik pembicaraan yang bisa dia diskusikan tanpa perlu susah payah membuat lawan bicaranya mengerti. Pembicaraan yang sederhana hingga diskusi berat sering kali mereka lakukan dan karenanya Firmi bisa mengerti betapa pentingnya bagi manusia untuk saling bertukar pikiran.
Segala kenyamanannya di rumah baru tidak membuatnya lupa dengan sekolah dan kesepakatannya dengan Bu Anna. Meski Bu Mina memberinya cukup banyak uang tapi Firmi tak bisa mengharapkan Bu Mina akan terus membiayainya di masa depan dan karena itulah Firmi memutuskan mengambil satu langkah untuk menciptakan sumber uang yang baru.
Dia memilih bergabung dengan Osis. Menjadi anggota Osis akan memberinya wewenang hingga taraf tertentu dan dia langsung mendapatkannya di minggu pertama meski dia sama sekali tak menyangka akan bertemu Arlene. Hubungan baru mereka sudah menjadi buruk hanya dengan satu percakapan.
Setibanya di rumah biasanya Firmi akan disambut oleh alunan musik merdu yang berasal dari lantai dua. Di sudut ruangan terdapat sebuah piano dan piano itulah yang tengah dimainkan oleh Bu Mina sehingga menghasilkan irama yang cukup nyaman di telinga Firmi.
"Aku tak tahu Anda bisa bermain piano," ucap Firmi begitu yakin dia sudah cukup dekat untuk Bu Mina mendengarnya.
"Ya, cuma sekedar hobi," jawabnya sembari terus bermain, "apa kau tau gubahan apa ini?"
"Fur Elise," jawab Firmi spontan, dia pernah mendengar musik ini dulu dan itu cukup terkenal.
"Mengejutkan, kau tak terlihat seperti pecinta musik."
"Aku cukup tertarik dengan sejarahnya. Dikatakan Beethoven menulis partitur itu untuk muridnya Elise. Elise tidak pandai bermain piano jadi Beethoven membuatnya mudah dimainkan, tetapi saat dia tahu bahwa Elise sudah bertunangan dengan pria lain dia membuat bagian tengah hingga akhir menjadi lebih sulit. Balas dendam karena sakit hati itu terkadang dilakukan dengan cara yang konyol. Atau mungkin tidak, Elise tidak salah apa-apa jadi Beethoven sebenarnya tak punya hak untuk balas dendam. Tapi apa itu bisa disebut balas dendam? Kurasa itu hanya kekesalan hati dari Beethoven."
Dengan gerakan jari yang anggun Bu Mina menyelesaikan permainannya. Firmi memberikan tepuk tangan singkat sebagai penghormatan dan Bu Mina membalasnya dengan membungkuk layaknya pianist profesional yang baru saja menyelesaikan sebuah konser.
"Ngomong-ngomong kau pulang lebih lambat dari biasanya, ada masalah?"
"Tidak, tadi ada rapat Osis," jawab Firmi. Alis Bu Mina melengkung tinggi.
"Maksudmu, kau ditahan karena pelanggaran aturan?"
"Bukan, aku gabung Osis jadi tadi kami ada sedikit diskusi."
Jawaban itu malah membuat alis Bu Mina menghilang dibalik rambutnya. Sekejap kemudian dia jadi prihatin lalu menepuk pundak Firmi dengan kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Cheater
Ficção AdolescenteFirmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai besar yang berujung pada gerakan konspirasi di sekolah. Perlahan-lahan Firmi pun belajar menjadi ma...