Seminggu telah berlalu sejak insiden itu. Carla dan Firmi masih belum bertukar kata di luar bimbel privat. Tanpa memperdulikan apa yang telah terjadi matahari terus terbit dan tenggelam. Bu Mina terus melakukan kegiatan rutinnya untuk mengantar mereka ke sekolah dan perjalanan selalu penuh kecanggungan karena tak ada satu pun yang membuka percakapan.
Firmi masih belum sanggup menata kembali perasaannya. Lebih tepatnya, dia masih belum menata kembali seperti apa dia harus menganggap Carla. Awalnya Firmi menganggap Carla sebagai seseorang yang harus dia urus sekaligus orang yang dia benci. Sekarang? Firmi tak yakin. Carla sudah membayar perbuatannya dan Firmi juga sudah berjanji untuk bersikap lebih baik. Dia bukanlah orang yang ingkar janji, tapi dia juga tak ingin menipu diri sendiri.
Firmi dan Carla duduk di kursi belakang, saling menatap ke luar jendela yang berlawanan. Di luar begitu cerah namun bagian dalam mobil terasa begitu dingin. Akhirnya Firmi pun memutuskan untuk merubah sedikit suasana.
"Hei Carla, sekolahku membuat try out, kau sudah dengar tentang itu?"
Firmi merasa kecepatan mobil turun sedikit dan telinga Bu Mina bergerak seolah ingin menangkap seluruh isi pembicaraan. Carla diam cukup lama seolah menimbang-nimbang apakah dia harus menjawab atau tidak dan akhirnya dia pun berkata, "Udah. Banyak juga kawanku yang ikut."
"Kau juga ikut?"
"Aku? Nggak, nggak tertarik."
"Sayang sekali. Aku sendiri yang membuat soalnya dan kujamin soal-soal itu sangat bagus untuk latihan kalau kau mau melanjut ke universitas."
"Kau yang nulis soal? Memang bisa begitu?"
"Kalau nggak ada yang tahu ya tak akan ada masalah. Ahh, itu rahasia jadi tolong jangan bilang siapa-siapa."
"Oooo…."
Sudah lama Firmi tidak melihat senyum Carla, tetapi itu bukanlah senyum gembira melainkan senyum licik.
"Kau mau aku pegang rahasia? Berani bayar berapa?"
"Kalau kau bersikap seperti itu orang-orang tak akan mau membagi rahasia mereka denganmu."
"Aku cuma begini denganmu kok," balasnya, Firmi tak tahu bahwa Carla ternyata pandai bicara. "Jadi kalau kau tak mau rahasia itu kusebar kau harus turuti perintahku."
"Sebarkan saja, memangnya siapa yang akan percaya?"
Carla cemberut dan sekilas Firmi bisa menangkap senyuman kecil di wajah Bu Mina melalui kaca spion. Setidaknya dengan ini kecanggungan di antara mereka sudah bukan masalah lagi. Setelah itu Carla pun menjadi aktif berbicara dan sikapnya berubah lebih menyenangkan.
"Kalau gitu aku turun di sini. S-sampai nanti."
"Ya, sampai jumpa."
"Aku senang akhirnya kau dan Carla bisa berbicara selayaknya remaja normal," ucap Bu Mina setelah mereka kembali memasuki jalan besar. "Kupikir selamanya kalian akan menjadi orang asing."
"Anda tak perlu menahan diri," balas Firmi. "Silahkan jika Anda ingin marah, aku bisa mengerti."
Bu Mina membuat ekspresi seolah dipaksa menelan pil yang pahit.
"Jujur, aku memang marah, tingkahmu benar-benar di luar batas kemanusiaan. Tapi entah mengapa aku bisa mengerti. Saat aku kecil dulu orangtuaku selalu menyelesaikan masalah dengan uang jadi aku tak pernah mengerti betapa sulitnya menghadapi suatu masalah. Karena itulah pengalaman langsung yang keras itu dibutuhkan. Kuharap Carla belajar dari ini dan menjadi orang yang lebih baik mulai sekarang."
Mendengar itu Firmi mengangkat sebelah alisnya. Dia sama sekali tak menyangka bahwa cinta Bu Mina pada putrinya sedemikian besar. Karena tak tahu harus mengatakan apa Firmi pun hanya membalas,"Anda benar-benar sesuatu," dan Bu Mina tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Cheater
Teen FictionFirmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai besar yang berujung pada gerakan konspirasi di sekolah. Perlahan-lahan Firmi pun belajar menjadi ma...