"Carla? Kau ngapain kemari?"
"Firmi sekolah nggak hari ini?!" tanya Carla tanpa basa-basi begitu Arlene menghampirinya.
"Firmi? Nggak, kayaknya dia absen. Memang kenapa?"
Kecuali dulu saat mereka ketahuan memecahkan jendela dan menyalahkan Firmi sebagai pelaku, Arlene belum pernah melihat Carla sepanik ini. Kulit wajahnya begitu pucat dan bibirnya bergetar sampai-sampai tak bisa bicara dengan normal.
"Dia hilang!"
"Ehh… apa?"
"Kami udah cek cctv, dia meninggalkan rumah saat tengah malam dan tidak pernah kembali. Hilang! Pakaiannya ada, barang-barangnya utuh, tapi dia tak terlihat di mana-mana. Kalau dia nggak ke sekolah terus ke mana dia? Dia pergi begitu saja, bahkan dia tak bawa ponselnya."
"Tenanglah, tenang dulu."
Carla tampak benar-benar terguncang jadi Arlene membawanya ke kelas kosong terdekat yang bisa dia temukan agar tak ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka. Dia mendudukkan Carla yang gemetaran di kursi lalu pergi mengambil minum untuknya.
"Minum dulu, terus cerita pelan-pelan."
Carla meminum seluruh isi botol berukuran sedang itu dalam satu tarikan napas, gemetarannya jadi lebih terkontrol setelah itu dan suaranya mulai tenang.
"Tadi pagi Mama ngecek ke kamarnya tapi dia nggak ada di sana," cerita Carla dengan lebih teratur, "aku udah nyari seisi rumah tapi dia betul-betul nggak ada, kami pikir mungkin dia udah berangkat ke sekolah tapi seragam dan semua barang-barangnya masih ada di kamar. Akhirnya kami ngecek cctv dan ternyata dia keluar dari rumah di tengah malam. Kira-kira ke mana dia pergi? Nggak, bukan itu… kenapa dia pergi?"
Arlene menggaruk kepalanya yang tidak gatal selepas mendengar cerita Carla. Arlene mengerti inti ceritanya tapi dia agak heran dengan sikap Carla, sulit membayangkan Carla akan bersikap seperti itu hanya karena Firmi pergi di tengah malam.
"Mungkin… mungkin dia lagi pingin jajan di luar terus kena begal dan disekap?"
Arlene hanya ingin mencairkan suasana dengan sedikit melucu, tetapi Carla memukul meja dan membalas lelucon itu dengan tatapan tajam.
"Arlene, tolong, aku benar-benar serius sekarang."
"Okay… okay."
Arlene mencoba memikirkan kemungkinan yang cukup masuk akal untuk diberikan pada Carla, tetapi otaknya benar-benar tak sanggup, dia sungguh payah dalam masalah teka-teki. Jika kasus hilangnya Firmi ini selevel dengan kasus pembunuhan berencana maka harusnya ada seorang detektif yang datang tiba-tiba dan memecahkan kasus dengan cerutu pipa di mulutnya. Namun siapa orang yang cukup pintar untuk menjadi detektif itu?
"Jadi begitu ceritanya," kata Airu 5 menit kemudian. Arlene sebenarnya tak ingin memperlebar masalah dengan melibatkan orang lain tapi dia tidak punya pilihan. Meski ketuanya ini pemalas dan hobi mengeluh namun Arlene mengakui dia lebih pintar dari kebanyakan murid lain, setidaknya menurut standarnya.
"Jadi ke manakah Firmi pergi? Mungkin dia lagi pingin jajan di luar terus kena begal dan disekap."
"Kutarik kata-kataku, kau sama gobloknya denganku," cibir Arlene keras.
"Bercanda bercanda. Seruangan bertiga dengan dua cewek cantik membuatku gugup jadi aku harus melawak atau otakku tak akan bekerja."
Harapan Arlene kandas seketika. Dia melirik Carla yang dari ekspresinya jelas-jelas meragukan apakah Airu waras atau tidak. Arlene sendiri mulai mempertanyakan hal yang sama.
"Hmm… semalam aku bergadang jadi aku tahu tengah malam itu hujan, hujan badai."
Airu mengambil sedotan minuman dari sakunya dan meletakkan benda itu di celah bibirnya layaknya orang yang sedang merokok. Meski terlihat menggelikan tapi untuk sesaat Arlene melihat bayangan seorang detektif dalam gerakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Cheater
Teen FictionFirmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai besar yang berujung pada gerakan konspirasi di sekolah. Perlahan-lahan Firmi pun belajar menjadi ma...